5- Gadis Bergaun Merah Muda

13 1 0
                                    


--5--


Desa terakhir berhasil mereka lalui tanpa kesulitan yang berarti. Hanya membutuhkan waktu setengah hari, mereka akhirnya sampai di perbatasan kota.

Gerbang kota yang menjulang tinggi terlihat ramai dengan penduduk yang berlalu lalang. Penjaga gerbang tampak mendata siapa saja yang akan masuk ataupun keluar dari kota. Satu persatu penduduk menjelaskan identitasnya, disaat mereka bukan orang yang mencurigakan, akhirnya mereka boleh masuk ataupun meninggalkan kota. Mutia kagum, sistem keamanan seperti ini sangatlah jauh berbeda dengan desa darimana Mutia berasal.

Mereka menunggu agak jauh dari keramaian penduduk yang mengantri. Mutia memperhatikan seorang anggota rombongan yang maju menghampiri salah seorang penjaga. Dia membisikkan beberapa kata pada penjaga itu.

Jadi dibalik gerbang ini, ada kota yang akan kutuju.” Mutia bergumam dalam hati.

Mutia tidak menyangka, hanya beberapa langkah lagi, kudanya akan segera memasuki kota. Kini, Mutia merasa lega juga gugup untuk memasukinya. Lega karena dia sudah tidak akan lagi mengalami perjalanan menegangkan seperti sebelumnya. Dan gugup karena dia tidak tahu harus bersikap bagaimana ketika menghadapi orang-orang didalam sana. Walaupun seharusnya dia sudah paham, karena sudah beberapa hari ini dia selalu bersama dengan sebagian dari mereka.

Namun, Mutia masih belum mengerti karena sikap orang kota cukup sulit untuk ditebak.

Mutia akan bersyukur jika orang-orang yang akan dihadapinya memiliki sifat sama seperti Sagara. Jika seperti itu, dia mungkin akan merasa tenang. Tetapi, bukankah karakter setiap orang itu berbeda-beda? Meskipun begitu, dia tetap berharap.

“Apa kau takut?” Suara seseorang memecah lamunan Mutia.

Mutia menggeleng juga mengangguk. “Entahlah, tuan. Saya mungkin hanya sedikit gugup. Saya tidak menyangka akhirnya saya bisa menginjakkan kaki saya di kota ini, tempat dimana ibu kota negeri saya berada.” Mutia menjelaskan apa yang dirasakannya saat ini.

“Itu wajar.”

Setelah beberapa waktu, penjaga gerbang membukakan jalan lebih lebar. Anggota rombongan yang tadi tampak mengangguk ke arah Sagara.

"Ayo" Sagara memimpin rombongan masuk ke kota.

Mendengat itu, Mutia mengarahkan kudanya di belakang Sagara.

Beberapa orang yang penasaran tampak memperhatikan mereka dengan pandangan tanya. Namun, rombongan sepertinya tidak ingin menarik perhatian cukup lama, segera mempercepat langkah kuda memasuki kota.

Mutia yang juga risih ditatap seperti itu, segera mengarahkan kudanya untuk lebih cepat.

Dibalik gerbang kota yang membentengi, tampak sebuah kota yang cukup ramai. Dekat dari gerbang yang barusaja mereka lalui, ada sebuah pasar kota yang ramai oleh sahutan penjual dan pembeli. Keramaian kota membuat Mutia teringat akan desanya.

Rumah-rumah dan toko-toko kecil tampak berjejer di sepanjang jalan yang mereka lalui. Beberapa orang yang penasaran, menoleh sekilas kepada mereka, walaupun akhirnya mereka kembali melanjutkan aktivitas masing-masing. Tampaknya kota ini cukup sibuk.

Mutia tidak tahu sudah berapa lama mereka berjalan, rombongan akhirnya menghentikan langkah kaki kuda mereka. Dia terlalu fokus menikmati keramaian kota sehingga baru sadar bahwa kini dihadapannya tampak gerbang besar dari sebuah rumah yang bisa disebut istana.

“Apakah kita sampai di istana?” Mutia berceletuk ringan.

Seorang anggota rombongan berbaik hati menjawab, “Bukan, ini bukan istana, Nona. Sekarang kita telah sampai di kediaman tuan Sagara,” jelasnya.

LADY MUTIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang