4- Hal yang Tak Terduga Selalu Bisa Datang Kapan Saja

15 1 0
                                    


"Hal yang tak terduga selalu bisa datang kapan saja. Namun, hal yang pasti adalah bahwa sekarang kita semua sudah baik-baik saja."

--4--

Jadi, besok mereka akan berangkat kembali melanjutkan perjalanan.

Mutia yang berbaring di atas dipan penginapan menatap langit-langit ruangan. Sudah bermenit-menit berjalan, tetapi dia tetap tidak dapat tidur dengan baik. Desa ini terlalu indah untuk langsung ditinggalkan.

Bahkan tadi mereka menghabiskan berjam-jam hanya untuk berdiam menikmati pemandangan indah di rumah kecil tepi danau itu. Suasananya menghipnotis mereka, bahkan Mutia tidak rela untuk beranjak kembali ke penginapan.

“Bangsawan bernama Antaliksa.” Mutia menerawang kembali saat Airlangga pertama kali menyebutkannya tadi malam.

“Kemungkinan besar rumah kecil ini adalah peninggalan nenek moyangmu, kak.” Airlangga menyimpulkan mengenai nama yang terukir di batu tepi taman teratai yang dia lihat.

Sagara hanya tersenyum. “Mungkin begitu. Aku juga tidak tahu ternyata rumah kecil ini adalah milik nenek moyangku,” sahutnya.

Mutia tidak mengerti arah pembicaraan mereka saat itu. Namun, satu hal yang berhasil dia simpulkan adalah bahwa Antaliksa adalah nama marga Sagara.

Sagara Antaliksa.

Itulah nama lengkap Sagara.

Mutia tidak menyangka, keinginan kecil untuk menolong warga desa dari wabah ini membawa mereka ke salah satu tempat bersejarah dalam keluarga Sagara. Walaupun Sagara sendiri juga baru mengetahuinya.

Mutia akhirnya berpikir, bahwa kehidupan selalu membawa ke arah yang tidak pernah kita sangka. Sebuah hal kecil dapat membawa pada hal besar yang mengubah seluruh arah kehidupan. Seperti misalnya kepergian Mutia dari desa, dia belum pernah membayangkannya sebelumnya.

Mutia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah dia pergi ke kota. Namun, saat ini pilihan terbaik adalah tidur dan mengisi tenaga untuk melanjutkan perjalanan di esok hari.

“Selamat malam,” gumamnya pada diri sendiri. Dia kembali memejamkan mata mencoba untuk tidur.

Srekk.. Crak…

Belum semenit Mutia memejamkan mata, suara ranting yang patah terdengar di telinganya.

“Apa itu?” tanya Mutia sambil membuka mata kembali.

Itu bukan suara ranting yang jatuh, tetapi lebih seperti ranting yang patah karena terinjak sesuatu.

“Apa mungkin suara salah satu rombongan yang berjaga?” tanyanya menyimpulkan.

Namun, Mutia sedikit gelisah. Dia bangun dari posisi tidurnya dan beranjak duduk di pinggiran dipan.

“Apa aku mengeceknya saja? Tetapi mereka pasti bertanya-tanya apa yang kulakukan,” pikir Mutia.

Meskipun begitu, perasaannya sendiri tidak enak.

Aku harus memastikannya, simpul Mutia pada akhirnya.

Mutia berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar untuk setidaknya bertanya.

Baru saja membuka pintu, Mutia kaget melihat anggota rombongan lain sudah terjaga. Mereka tampak memenuhi ruangan tengah penginapan.

“Apa yang terjadi?” Mutia bertanya kepada salah satu orang yang berdiri di dekat pintu kamarnya.

Lelaki itu melirik Mutia sekilas. “Nona, sebaiknya anda segera kembali ke kamar anda,” bisiknya pada Mutia.

LADY MUTIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang