Gerimis yang mengguyur London, tidak serta-merta membuat orang-orang kebingungan menyelamatkan barang ataupun lari kocar-kacir. Hanya berjalan dengan tempo yang cepat, sambil merapatkan badan atau menundukan kepala. Seperti yang dilakukan Felix sebelum masuk kedalam salah satu kantor mengiriman barang. Dia mengusap kepalanya yang agak basah, dan mendesah. Harusnya bawa topi. Well, atau sweater dengan hoodie. Tapi sebagai pria yang "sophisticated" whatever that means. Felix sangat tidak suka memakai hoodie, yang akan membuatnya kelihatan seperti murid highschool kata orang-orang. Masih segar, tanpa masalah hidup begitu. Lagipula, apa yang orang ketahui tentang masalah hidup sih?
Felix membungkus paket yang akan dikirimnya ke Indonesia. Bukan paket penting, hanya buku dan jajan yang hanya bisa ditemui di eropa. Untuk temannya. Bukan hal sulit secara dia pernah bekerja sebagai pengepak barang sewaktu kuliah dulu. Sejak tinggal di London, ada saja temannya yang titip ini dan itu. Memangnya dia buka jastip? Hmm mungkin bisa dipertimbangkan. Enaknya titip barang ke Felix? Tidak perlu memikirkan ongkir. Karena dia sendiri bekerja di kantor jasa pengiriman barang. Surprise-surprise.
Setelah selesai mengurus paketnya, Felix segera masuk ke ruang kerjanya, yang berada di lantai dua. Dia segera mengecek hpnya sesaat setelah duduk.
Papa - 8:47
Sepupumu mau datang.Tiga kata. Tidak ada halo, apalagi apa kabar. Tapi bukan itu yang membuat Felix mengerutkan kening.
Sepupu?
Okay. Pertama, papanya adalah anak tunggal. Mamanya sudah lama meninggal, saat dia kecil. Dan kalaupun kerabat mamanya yang datang, mereka akan menghubunginya langsung, bukan melalui papanya.
Apa salah kirim? Pikir Felix.
"Atau maksudnya keluarga Rita? Istri baru papa?" kali ini dia bergumam. Dia mendesah.
Felix - 9:01
Kapan bos?Papa - 9:03
Di jalanYap, jawaban yang tidak nyambung, tapi Felix mengerti maksudnya. Walaupun dia masih tidak tahu E.T.A nya. Jadi dia hanya bisa menunggu, harusnya paling tidak dia akan bertemu calon temannya kurang dari 24 jam. Felix adalah tipe orang yang friendly. Dia hanya berharap semoga temannya itu menyukai club bola yang sama. Atau menyukai fotografi.
Ketukan pintu membuat Felix agak kaget, walaupun tidak terlalu merubah ekspresi mukanya. Sophie masuk tanpa disuruh, dan menampilkan senyum termanisnya. Sophie adalah supervisor, yang sudah bekerja terlebih dahulu di kantor ini. Sedangkan dia sendiri direktur cabang. Yang mengurusi masalah kantor, serta berurusan dengan manajemen tingat II. Segala hal yang berhubungan dengan ekspedisi internasional memang lebih merepotkan daripada lokal saja. Banyak ijin-ijin yang perlu diurus. Tapi tentu gajinya berbeda juga dengan perusahaan-perusahaan pengiriman lain, yang tidak melayani pengiriman internasional.
Segera dialihkan pikirannya saat Sophie duduk didepannya. Bukan rahasia kalau wanita pirang itu menyukai dirinya dan secara terang-terangan menunjukan itu semenjak dia masuk ke kantor. Sayangnya wanita berumur 30 tahun itu bukan tipenya, bukan karna umur. Dia tidak masalah dengan dating wanita yang lebih tua atau lebih muda. Tapi karena Sophie dinilai terlalu agresif. Keagresifan itu membuat Felix agak sungkan dan kikuk. Sebetulnya dia sungkan dan kikuk ke semua cewek. Prestasi baginya mempunyai pacar sewaktu kuliah dulu. Walaupun hanya berjalan kurang dari satu semester.
"Jadi, kamu harus ke Jerman paling tidak besok." jelas Sophie dengan aksen British yang kental, mengakhiri diskusi mereka. Felix mengangguk. Baru minggu kemarin dia kembali dari Hongkong, bukan untuk liburan tentu saja. Dia sudah siap menepuk jidat.
Sepulang ngantor, Felix mulai mengepak bajunya untuk pergi besok. Biasanya perjalanan bisnis tidak akan berlangsung lama, harusnya kurang dari seminggu. Ia melihat pintu di seberang kamarnya sebelum masuk, dan mengingatkan diri untuk mengunci pintu kamar saat pergi besok.
-----------------------------------------------------------
Add this story to your library, vote and follow me. 😽
KAMU SEDANG MEMBACA
Under The Same Roof
ChickLitSo, here we go again I kiss that girl again And suddenly it must come to an end -Ardhito Bella berusaha untuk keluar dari rumah itu agar hidupnya terasa lebih tenang selama tinggal di London. Tapi uang saja tidak punya. Sehingga dia terpaksa tinggal...