Hari ini Bella bertekad untuk mencari tempat tinggal. Keputusan yang buruk memang. Jelas tidak ada alasan dia untuk pindah. Tapi entah kenapa dia tidak tenang saja berada satu atap dengan cowok itu. Iya, Felix. Saat dia mau berangkat kuliah, selalu berpapasan. Mau tidak mau, dia juga membuatkan sarapan.
Kemudian hal yang lebih mengejutkan lagi. Hati-hati jantungan ya! Tempat part-time Bella adalah kantor pengiriman barang tempat Felix bekerja. Setidaknya dia tau kalau Felix sudah bekerja, tapi tetap saja. Omoo! Omoo!
Dan tebak apa, setiap hari mereka pulang bersama. Karena... Yah karena satu arah tujuan. Apalagi?!!
Ini hari ketiga, dan Bella menyerah. Masa iya, senggolan tangan sedikit, jantungnya langsung tidak bisa terkontrol. Saat cowok itu mengajaknya bicara secara tiba-tiba, otaknya berulah ngefreeze. Lama-lama dia bisa stroke. Well, dia tidak tahu apa hubungannya, tapi pasti debaran jantung yang terus-menerus itu sangat tidak baik. Iya, Bella sudah cek di google.
Jadi disinilah dia, menunggu administrasi kampus yang membatunya mengecek apakah ada dorm yang bisa dia tinggali. Yang sesuai budget tentu saja. Bodo amat dia harus menolaki ajakan hangout teman-temamnya setelah ini.
"Dorm yang tersisa hanya yang diluar kampus. Tidak jauh. Tapi mungkin biayanya lebih mahal." jelas Mrs. Malenson ramah.
"Berapa biayanya ya?" tanya Bella.
"Mungkin sekitar £600 per bulan." katanya lagi. Bella menelan air ludah. Fix, dia tidak akan makan juga. "Tapi itu sudah termasuk wifi, perabot, air dan listrik."
Bella mengangguk. Di rumah Tante Rita/Felix juga sama. Ada wifi, perabot, air dan listrik. Kalau makan dibayarin lagi. Ujar Bella dalam hati.
"Baik. Akan saya pikirkan. Kalau ada informasi tentang dorm yang lebih murah, apa bisa dikonformasikan?" tanya Bella.
Setelah meninggalkan nomor telpon di Pusat Bantuan Mahasiswa. Bella berjalan gontai tak tentu arah. Jelas kepindahannya tidak akan semudah yang dia kira. Dia duduk di salah satu bench kosong yang mengarah ke taman. Di taman itu banyak mahasiswa yang nongkrong, entah sambil belajar atau justru melepas penat dari belajar. Yang pasti semua orang terlihat sibuk. Sibuk tapi bebas. Sedangkan Bella kebalik, tidak sibuk tapi stress.
Bella memikirkan lagi, apa alasannya pindah? Jelas tidak ada. Tapi entah apa ini, sangat mengganggu pikirannya. Felix malah terlihat santai-santai saja dengan segala "roommate cewek" yang tiba-tiba hadir di rumahnya. Apa dia tidak bingung? Kelihatannya si Felix itu dewasa sekali. Jelas dia lebih tua dari Bella, tapi dilihat dari wajahnya sepertinya umur mereka tidak beda. Bella menebak umurnya mungkin sekitar 25 tahun? Apa memang orang umur 25 tahun akan sekeren itu? Sebijak itu? Ish, Bella tidak mau terjebak, dan berharap cepat dewasa. Dia tidak akan masuk dalam lubang yang sama. Jadi dewasa itu tidak enak. Jauh dari orangtua itu tidak enak. Astaga, dipikir bagaimanapun, dia ini punya masalah kan? Iya kan? Felix ini masalah kan? Atau tidak ya?
Ting! Bolam di kepala Bella menyala. Dia tau dia pintar. Segera dia ambil hp, dan menelpon temannya.
Setengah jam kemudian, Bella hampir menangis. Tidak ada dorm temannya yang bisa dia tinggali. Dia menelpon beberapa teman satu per satu, yang dia yakin dekat. Tapi nihil. Ada saja alasannya. Peraturan dorm yang tidak membolehkan, tidak ada tempat, malah ada yang langsung mengalihkan pembicaraan. Baiklah, sepertinya dia memang tidak bisa mengubah keadaan. Mungkin dia harus berusaha menerima. Bella mematikan alarm hp yang tiba-tiba berbunyi, dan berjalan gontai ke kelas selanjutnya.
-M-
Sepulang kuliah, dia langsung menuju tempat kerjanya. Setelah menaruh barangnya bawaannya di loker, dia menguncir rambutnya dan mulai bekerja untuk membantu mengepak barang, dan mensortir barang yang masuk. Untuk kemudian dipilah-pilah, kemana barang itu akan dikirim. Bukan pekerjaan berat, tapi jelas butuh ketelitian. Kalau tidak mau menimbulkan komplain. Sebagai anak baru, Bella lebih berhati-hati dalam memilah-milah barang. Walaupun dia sering melihat senior nya yang langsung melempar kardus-kardus tersebut. Dia tidak berani melakukan hal yang sama.
Namun saat sedang mengepak barang, perutnya tiba-tiba berbunyi. Gluduk.. gluduk.. Bella lupa dia belum makan siang, pantas saja. Tapi dia tidak mungkin ijin untuk makan, karena jam kerjanya memang setelah jam makan siang. Ah, terpaksa hari ini dia puasa. Bella mengelus perutnya yang kurus.
Felix baru kembali ke kantor selepas meeting, saat melihat kejadian barusan. Dia memang tidak bisa mendengar suara perut Bella yang memalukan. Tapi dia jelas mengerti pergerakan tangan itu. Dia pun melangkah keluar lagi.
"Nih." Felix memberikan bungkusan sandwich Subway ke Bella, lima belas menit kemudian. "I hope you like turkey, makan sambil kerja ya." pesannya.
Bella kaget, tapi mengangguk untuk menjawab pernyataan Felix. "Makasih, Pak Bos." katanya sambil memberi hormat.
Felix hanya mengangguk, lalu naik ke kantornya.
-----------------------------------------------------------
Add this story to your library, vote, share, comment and follow me. 😽
KAMU SEDANG MEMBACA
Under The Same Roof
ChickLitSo, here we go again I kiss that girl again And suddenly it must come to an end -Ardhito Bella berusaha untuk keluar dari rumah itu agar hidupnya terasa lebih tenang selama tinggal di London. Tapi uang saja tidak punya. Sehingga dia terpaksa tinggal...