Chapter 3

347 56 5
                                    

Susahnya nyari foto atau video yang pas untuk melengkapi chapter 😞 terlihat sekali diriku yang newbie ini.
Tapi tak apalah.
Asal kalian masih setia menanti ceritaku, kuusahakan untuk membuat kesan yang baik diingatan kalian.
Terimakasih untuk voment-nya 💙







***

"Hai, Kak Namjoon, kau lihat Jimin?"

Jeongyeon kini telah sampai di ruangan khusus untuk idol Park Jimin, namun pria yang dicarinya itu tidak ada disini.
Hanya ada Kim Namjoon, sang supir pribadi yang sedang asyik dengan buku diatas tangannya serta kacamata tebal yang bertengger dihidung pria berlesung pipi tersebut.

"Dia sedang ada tamu di ruang meeting yang menawarkan iklan baru. Kudengar sih seorang pengusaha muda yang produknya selalu laris di pasaran." Namjoon mengalihkan pandangannya sesaat pada Jeongyeon sebelum lanjut membaca kembali.

"Aahh, ini--aku membawakan roti telur untuknya. Sedikit telat juga untuk dianggap sarapan, tapi kupikir mungkin dia belum makan apapun karena sudah menungguku sejak pagi tadi"

"Jimin bilang dia sedang tak nafsu makan. Tapi jika kau tetap ingin memberikan itu padanya, taruh saja diatas meja sana. Nanti juga dia makan kalau perut kotak-kotaknya itu menyerah minta diisi"

Ini salahku, Jeongyeon membatin
Mungkin saat ini Jimin juga tak akan mau menerima pemberiannya.

"Tapi jika dia tak maupun, tak apa, Kak. Kau saja yang makan" Jeongyeon mencoba menawarkannya pada pria berlesung pipi itu.

Namjoon seketika menutup bukunya begitu mendengar tawaran Jeongyeon barusan. Ia lantas melepas kacamata super tebalnya itu dan mengambil makanan yang masih terbungkus rapi dari tangan Jeongyeon.

"Terimakasih. Kau memang yang terbaik, Yoo Jeongyeon" ucap Namjoon sumringah, "oh ya, si bantet menunggumu di ruang meeting. Cepat susul dia kesana. Kau harus mencatat jadwal untuk pengambilan iklannya nanti dan apa saja yang dia perlukan"

Jeongyeon sedikit terkekeh mendengar Kim Namjoon yang mengatai bantet pada idolanya itu.
Mereka memang seperti adik kakak, Jimin bahkan tak pernah mengelak ejekan pria satu ini.
Oh iya, Jimin.
Seketika Jeongyeon teringat kembali dengan obrolan mereka ditaman itu.
Raut wajahnya berubah muram, masih merasa tak enak pada si pipi mochi tersebut.
Jeongyeon sungguh bingung harus menyikapinya bagaimana.
Suasananya pasti jadi canggung, tapi dia tetap memilih pergi menuju ruangan yang dikatakan Namjoon tadi.

"Kalau begitu aku kesana sekarang." Jeongyeon tersenyum sambil melihat sesaat pada Namjoon yang mulai melahap roti pemberiannya, "Makanlah dengan baik, Kak Namjoon. Kau bisa salah memasukkan roti itu kedalam lubang hidungmu"

Namun pria itu seolah tidak mendengarnya.
Ia kembali memfokuskan pandangan pada aksara yang ada dalam buku bacaanya tadi dengan setangkup roti telur ditangan kanannya.
Jeongyeon hanya menggelengkan kepala sambil berlalu pergi.

*

Tok tok (nugu eopseo🎵)

Seseorang tengah mengetuk pintu dari luar, menunggu untuk diperbolehkan masuk.
Setelah mendengar intruksi persetujuan oleh orang didalam sana, iapun langsung memasuki tempat tersebut.
Ruangan itu dilengkapi dengan satu set sofa berwarna abu serta meja hitam berbentuk persegi panjang yang diatasnya sudah terdapat dua cup minuman berkafein dan satu map berisikan beberapa lembar kertas putih, mungkin semacam surat perjanjian kontrak.

Dia, Park Jimin, hanya memusatkan pandangan pada tangan kanannya yang tengah memegang sebotol minuman bertuliskan Tae-Coffee dari koleganya itu.
Namun pemiliknya ternyata sedang tidak ada ditempat.
Jadilah kini hanya ada Jeongyeon bersama Jimin yang seolah tak memperdulikan kehadirannya.
Suasana sangat canggung, ingin rasanya Jeongyeon pergi saja dari tempat itu.
Sungguh ia bingung harus bersikap bagaimana.

"Mm-maaf aku telat. Kupikir waktunya masih lama tadi." Jeongyeon memberanikan diri untuk membuka suara, "kau--sendirian? Dd-dimana tamunya?"

"Kau tak perlu segugup itu, Yoo Jeongyeon. Dia sedang menerima telepon diluar" ucap Jimin datar, sedatar-datarnya.

"Ah begitu--" Jeongyeon memaksakan senyumnya, "Jimin, soal pagi tadi aku-"

"Maaf menunggu lama. Tadi itu telepon dari rekan kerjaku. Dan sepertinya aku harus segera per---gi"
seseorang yang baru saja muncul dari balik pintu memotong ucapan Jeongyeon.
Sekaligus membuat mereka, Jeongyeon dan Taehyung membelalakan matanya, saling menatap tak percaya dengan yang ada dihadapannya kini.

Pria itu lantas mengembangkan senyumnya melihat Jeongyeon, tidak seperti dia yang masih menatap tanpa berkedip. Sedangkan Jimin hanya melihat mereka berdua tanpa tahu apa yang terjadi.

"Jeongyeon,, hey Yoo Jeongyeon" Jimin setengak berbisik memanggil manager pribadinya yang mematung ditempat, "sampai kapan kau akan berdiri disana?"

Jeongyeon terkesiap dan reflek membungkukan badannya pada pria itu.
"I-iya, t-terimakasih atas tawaran kerjasamanya, Tuan. Saya manager dari Park Jimin. Senang bertemu dengan anda, dan maaf saya terlambat." Ucap gadis itu masih terus membungkukan dirinya sembilan puluh derajat.

"Yoo Jeongyeon" Pria itu bergumam sesaat lalu melanjutkan ucapannya, "Tak apa, semoga kerjasama kita berjalan dengan baik, dan senang bisa bertemu denganmu lagi. Saya permisi"

Pria itupun pergi meninggalkan tempat tersebut. Jeongyeon mendirikan badannya begitu Taehyung sudah benar-benar keluar dari ruangan.
Ia sungguh malu telah berburuk sangka pada pria tampan itu, jadilah dia memilih untuk tidak banyak bertatap muka dengan Kim Taehyung yang ternyata kolega mereka tadi.

Sedangkan Jimin, masih terpaku disofa sembari memperhatikan keanehan Jeongyeon dengan mengerutkan kedua alisnya.

"Lagi?!" Si idol itu bergumam

***

Luv Ma AlienTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang