Chapter 8

160 22 1
                                    

Tiga bulan telah berlalu setelah mereka debut. Mereka sering diundanh untuk mengisi sebuah acara tv, talkshow, radio, maupun tampil di atas panggung.

Namun sudah seminggu ini tidak ada jadwal apapun, tapi mereka masih berlatih koreografi maupun vocal setiap harinya.

Kini mereka tengah duduk santai di atas karpet di dalam dorm mereka. Menikmati camilan dan juga minuman kaleng seperti biasanya. Hubungan pertemanan mereka semakin erat.

Tentang hubungan Arven dan Niel maupun Arthur dan Arkha baik-baik saja untuk saat ini. Tentang kisah asmara Vijay dan Zoya juga lumayan meningkat. Arven dan Arthur sudah mengenali Zoya karena beberapa waktu lalu mereka memaksa ikut dengan Vijay yang ingin berkunjung ke rumah Zoya karena penasaran. Vijay yang awalnya menolak karena takut dua teman kampretnya berbuat aneh akhirnya mengizinkan karena Arven mengancamnya tidak boleh makan daging selama seminggu. Akhirnya Vijay pasrah saja daripada perutnya kelaparan.

"Gue mau ke toilet dulu" Arthur beranjak dari duduknya hendak menuju toilet.

Setelah lega membuang hadas, Arthur mencuci tangannya di wastafel kamar mandi lalu menatap pantulan dirinya di depan cermin. "Ganteng juga gue" ucapnya dengan percaya diri.

Ketika Arthur hendak keluar dari toilet. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar percakapan orang di luar. Ia tak bermaksud menguping, hanya saja ia penasaran. (Sama aja tolol^^)

"Kalo kayak gini, perusahaan bisa bangkrut"

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Kita tak punya cukup uang pak, hutang sudah banyak"

"Gak ada pilihan lain, grup naungan kita harus disband"

Bak disambar petir di siang bolong, Arthur kaget mendengar kata-kata itu. Itu Ceo JIP, ia amat hapal suaranya. Bagaimana ini? Dia belum ingin berpisah dari teman-temannya, tidak ingin bahkan. Namun apa yang bisa dia lakukan? Dia bukan siapa-siapa.

Arthur kembali dari toilet menuju dorm dengan senyum yang dipaksakan seolah tak terjadi apa-apa. Ia hanya tak ingin teman-temannya tahu tentang hal ini. Namun seberapa kuat Arthur menyembunyikannya, pasti mereka juga akan tahu. Tapi Arthur tidak mau memberitahu terlebih dahulu, biarkan Ceo JIP yang menjelaskan nantinya. Perihal grup dan teman-temannya, Arthur hanya bisa pasrah dan mendoakan yang terbaik.

Arthur kembali duduk di samping Vijay, ponselnya bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Dari kekasihnya. Wajahnya yang datar langsung berubah jadi tersenyum lebar. Jarinya mulai mengetik di atas ponsel membalas pesan dari sang kekasih.

──────────────────────────

Mereka sudah kembali ke kamar masing-masing dan sudah menuju ke alam mimpinya. Berbeda dengan Trio Kampret. Ketiga pria itu kini tengah bermain ps di dalam kamar.

Vijay yang bermain sambil terus makan snack, Arven yang banyak teriak dan gerak, dan Arthur yang terlihat santai bermain.

"Haha mampus lo kalah jay" ucap Arven menertawakan Vijay di depan pria itu.

"Sialan" umpat Vijay sambil terus mengunyah makanan.

Arthur meletakkan stick ps nya begitu saja lalu duduk bersandar di bawah sofa. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Memikirkan kejadian tadi siang yang masih terngiang di otaknya.

"Btw, gue mau nanya. Kalo gak jadi idol, kalian mau ngapain?" tanya Arthur tiba-tiba.

"Gue sih dari dulu pengen jadi pegawai Alfamart, lumayan juga bisa ngadem anjay" jawab Arven enteng. Dia duduk di samping Arthur, begitupun dengan Vijay.

"Sungguh mulia cita-citamu wahai anak muda" Vijay menepuk-nepuk punggung Arven dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan pikiran pria yang dua tahun lebih muda darinya itu.

"Loh apa salahnya? Yang penting halal toh. Kan jarang-jarang ada kasir ganteng kayak gue. Nanti pembelinya banyak yang minta fotbar kan lumayan" jawab Arven dengan tingkat kepedeannya yang sangat tinggi.

"Pede amat kampret" ucap Arthur. 

"Tapi boleh juga sih, nanti gue jualan thai tea di depan alfamart" balas Vijay menanggapi candaan Arven.

"Kalo gitu gue yang jualan gorengan. Paket komplit kita" timpal Arthur.

Ketiganya tertawa. Ada-ada saja memang. Memikirkan hal itu jika menjadi kenyataan membuat perut mereka sakit.

"Emang kenapa? Kok lu nanya gitu thur?" tanya Arven.

"Gak papa sih. Jaga-jaga aja kalo kita udah pensiun jadi idol" Arthur kembali menutupi rasa khawatirnya. Ia tidak mau teman-temannya sedih jika nanti kenyataannya memang mereka harus berpisah. Biar ia pendam sendiri.

"Bahasa lo pensiun" celetuk Vijay.

Ketiganya kembali tertawa. Arthur menikmati masa-masa yang mungkin akan menjadi terakhir kalinya dia bercanda dengan dua teman kampretnya itu. Ya, sebelum mereka berpisah. Walau Arthur tidak ingin hal itu terjadi, sungguh.

"Btw rumah lo masih di kota ini kan jay? " tanya Arthur lagi.

"Iya, keluarga gue punya 2 rumah. Satunya lagi kosong. Tapi biasa gue pake sih kalo mau main sama temen-temen gue. Emang kenapa thur?"

"Gak papa nanya doang. Boleh lah sekali-kali kita mampir ke rumah lo"

"Kaga ada, kudu bayar satu juta sebulan" jawab Vijay disertai dengan tawa di akhirannya.

"Sialan lo jay, sama temen sendiri"

"Haha canda nyet" balasnya masih tertawa.

Setelah selesai membereskan peralatan ps dan bungkus makanan yang berserakan, mereka bertiga langsung kembali ke kasur masing-masing dan siap untuk menuju alam bawah sadarnya.

──────────────────────────

Thanks udah baca dan support ceritaku huhu❤️ Doain otakku lancar buat nulis ceritanya guys:v Jangan lupa Voment nya kak~

Forbidden FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang