Kehadiran Arven kembali di rumahnya sangat disambut baik oleh keluarganya. Rumahnya jadi tidak sepi lagi. Leyzha pun jadi punya teman. Ya walaupun Arvion dan Celli masih tinggal di dorm mereka masing-masing. Arven juga setiap harinya pergi bekerja.
Setidaknya Arven jadi tidak sering memasak sendiri ataupun memesan makanan instan. Karena dia ada di rumah, jadi masakan Bunda Laveca lah yang setiap hari masuk ke dalam mulutnya.
Disinilah mereka berada, di ruang makan rumah keluarga Arven. Sebelum berangkat bekerja, dia diharuskan sarapan dulu oleh bundanya. Bundanya memang telaten dan tegas dalam mengurus rumah tangga dan juga anak-anaknya.
"Kak Ven hari ini nganterin aku ke sekolah kan?" tanya Leyzha di sela makannya.
"Iya Ley, kakak jadi supir pribadi kamu mulai sekarang" Arven mengacak rambut adik bungsunya itu.
"Asik, pake mobil kan kak?"
"Kalo mau kakak anter pake becak juga ayo. Kamu yang ngayuh tapi" Arven pun tertawa. Seperti hobinya, menggoda sang adik.
"Ish kakak" Leyzha mengurucutkan bibirnya. "Tapi ya kak, sejak kemarin kakak nganter aku ke sekolah, temen aku nyangka kalo kakak itu pacar aku, xixi. Kata temenku kakak ganteng, kaya lagi"
"Kakakmu ini kan emang ganteng, Ley" jawab Arven dengan percaya dirinya.
"Ih apaan. Tapi gapapa sih kak jadi aku gak diejek jomblo lagi sama temenku"
"Emang kamu beneran jomblo?"
"Y-ya iya lah" jawab Leyzha setengah gugup.
"Terus kemarin kamu stalk ig siapa tuh? Keknya cowok, ga mungkin kalo cewek. Soalnya kamu sambil senyum-senyum gitu" goda Arven lagi.
"ISH KAKAKKK!!!" Teriak Leyzha kesal. "Kan aku gabut. Aku suka stalk ig orang" lanjutnya.
"Gabut apa gabut?"
"Au. Nyebelin" Leyzha menyilangkan tangannya di depan dada sambil mengerucutkan bibir. Kesal karena kakanya terus menggodanya.
Ayah dan Bunda yang menyaksikan obrolan kakak beradik itu hanya geleng-geleng sambil ketawa.
"Udah ah, jangan berantem. Cepet habisin makanannya, nih bunda udah nyiapin bekal buat kalian. Arven nanti boleh bagi sama Arthur ya pas jam makan siang nanti" ucap bundanya sambil memberikan bekal pada kedua anaknya.
"Makasih bun" jawab Arven.
Arven dan Leyzha pun berangkat menggunakan mobilnya dengan Arven yang menyetir. Oh iya, ngomong-ngomong Arven sudah membeli mobil ini sejak sebulan yang lalu. Ya, penghasilannya sebagai Co-Ceo sudah mencukupi semua kebutuhannya.
──────────────────────────
Sudah hari ketiga Vijay tidak lagi bekerja disini. Kini hanya ada Arthur dan Arven di kantor. Tidak ada lagi candaan Vijay yang membuat Arven tertawa setiap harinya. Tapi berdua dengan Arthur juga tidak buruk, mereka masih sering bercanda kok, mengobrol, dan juga makan siang bersama.
Meskipun hanya berdua, mereka sungguh-sungguh mengurus agensi. Apalagi sebentar lagi project nya akan dimulai.
"Ven, apa lo gak kepikiran buat nambah team lagi buat ngurus agensi. Maksud gue kayak Direktur, Sekretaris gitu" ucap Arthur.
"Hm, boleh juga sih. Ribet juga kalo ngurus agensi cuma berdua"
"Tapi kira-kira siapa? Yang bisa bertanggung jawab sama pekerjannya" tanya Arthur lagi.
"Gue tau" Arven tersenyum.
"Siapa, Ven?"
"Nafelix, Zarka, Naemin, Delano, Naoel, Hyora, Naresha. Gue lihat kinerja mereka bagus, gue juga yakin mereka bisa bertanggungjawab dan mengabdi sama agensi"
"Gue ngikut aja kalo gitu. Ntar lu yang ngomong sama mereka ya"
"Siap pak bos"
Setelah jam istirahat, Arven telah memberitahu mereka jika nanti mereka harus meeting penting untuk membahas pengangkatan jabatan ini. Arthur pun ikut, tapi Arven yang akan menjelaskan tugas mereka masing-masing nantinya.
"Oke, mulai besok kalian sudah memegang jabatan masing-masing yang sudah saya jelaskan tadi ya. Terima kasih. Sampai bertemu besok" ucap Arven mengakhiri pertemuan.
──────────────────────────
Arven terbangun dari tidurnya setelah ponselnya berdering. Masih pukul 05.00. Mengganggu tidur nyenyaknya saja. Dilihatnya nama "Tetua Dakjal" di layar ponselnya.
"Apaan jing?" sapa Arven dengan tidak sopannya.
"Bangun ven, bangun"
"Udah bangun pekok, kenapa sih? Ganggu orang tidur aja lo"
"Hehehe. Barangkali lo gak bangun-bangun lagi kan berabe nanti."
"Doain gue mati lo hah?!"
"Canda ven. Btw, nanti gue jemput ke rumah lo ya, berangkat bareng, lo ga usah bawa mobil lagi biar lebih hemat."
"Dih kesambet apa lo?"
"Yaelah gue lagi baik ini"
"Tapi gue harus nganter Ley ke sekolah dulu"
"Biar gue yang nganter sekalian"
"Yaudah oke"
Arven mengiyakan saja. Entah kesambet setan dari mana sahabatnya itu. Biasanya dia paling ogah kalo berangkat bareng. Dia tidak ambil pusing, toh mumpung gratis.
Arthur datang disaat Arven masih sarapan bersama keluarganya. Arthur pun berniat untuk mengetuk pintu.
"Eh nak Arthur. Sini masuk dulu, sarapan bareng" ajak Bunda Laveca.
"Eh gak usah tante, saya udah sarapan tadi"
"Udah gak papa, nambah makannya biar kerjanya semangat"
Arthur pun mengikut saja. Sebenarnya dia juga belum sarapan karena terburu-buru. Yang tadi cuma alasan saja.
Setelah selesai sarapan, Arthur, Arven, dam Leyzha berpamitan kepada ayah dan bunda.
Leyzha mengekori Arven yang juga mengekori Arthur menuju mobilnya.
"Loh gak pake mobil Kak Arven? Terus aku gimana?" tanya Leyzha.
"Kakak yang anter" jawab Arthur.
"Kakak? Pffft" Leyzha menahan tawanya. "Muka tua kek situ mah pantesnya dipanggil om" lanjutnya
"Pffftt. Om Arthur" Arven ikut tertawa bersama adiknya.
"Sialan. Gue tinggal nih?"
"Eh jangan dong om, yaelah om ngambekan"
Sabar thur, sabar. Baru langkah awal. Lu gak boleh nyerah. Ucapnya dalam hati.
Akhirnya mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil dengan Arven di sebelah Arthur yang menyetir dan Leyzha duduk di kursi belakang.
──────────────────────────
Halo, seperti janjiku di chapter sebelumnya double update xixi. Semoga kalian suka ya. Aku usahain buat rajin update deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Feeling
FanfictionKisah tentang persahabatan 3 pria yang berbeda sifat dan latar belakang. Ketika sebuah persahabatan diuji dengan rasa terlarang yang dinamakan cinta. Akankah kisah mereka berjalan dengan baik? Atau sebaliknya? "Maaf, gue harap lo gak benci gue" "Se...