Pagi ini Arven bertemu dengan Alana di lobi perusahaan. Ia tak melupakan rencananya untuk memberikan surat balasan kepada Alana.
"Alana" panggil Arven.
Gadis berumur 20 keatas itu menengok ke belakang ketika merasa namanya dipanggil.
"Iya pak?"
Arven menyerahkan sebuah amplop yang telah berisi surat di dalamnya, "Ini. Tolong kasih ke AX itu ya"
Alana tersenyum. Alana kira atasannya itu adalah type orang yang tidak peduli, termasuk dengan surat misterius yang dia tidak tahu dari mana asalnya. Tapi pemikirannya salah, justru Arven terlihat peduli dengan memberikan surat balasan untuk orang yang mengirimkannya. Mungkin atasannya hanya penasaran? Yasudahlah Alana akan memberikan surat dari Arven kepada sahabatnya nanti saat jam makan siang.
"Pak Arven penasaran siapa yang mengirim?" tanya Alana.
Arven mengangguk semangat, dia sangat penasaran sampai rasanya ingin mati. Namun tidak lucu jika nanti dia jadi hantu penasaran.
"Saya bisa kasih tau petunjuk buat bapak. Tapi bapak gak boleh kasih tau AX kalo saya yang ngasih petunjuknya." jelas Alana.
"Oke oke, apa petunjuknya?"
"Nanti malem, di Cafe Asmaraloka. Bapak dateng aja, dia mungkin ada disana"
"Oke makasih Alana, gaji bulan ini saya naikin ya" ucap Arven lalu pergi meninggalkan Alana yang menahan tawa.
Arven menaruh tas kerjanya di bawah meja. Di ruangan sudah ada Arthur yang sedang mengetik sesuatu di atas keyboard laptopnya.
Arthur sudah sampai duluan ke kantor. Mereka berangkat bareng kok. Hanya saja tadi kan Arven ada urusan dengan Alana, jadi Arthur berjalan duluan meninggalkan Arven.
"Oh iya thur, hari ini lo pulang duluan aja. Gue ada urusan soalnya"
"Urusan apa?" tanya Arthur.
"Kepo lo. Urusan anak muda. Lo udah kolot gausah ikut campur"
"Sialan lo"
"Beneran deh, nanti duluan aja. Gue bisa naik taxi. Kalo lo gak mau ya nanti ikut gue, tapi lo yang bayar"
"Gue ikut" jawab Arthur singkat lalu kembali ke aktivitasnya semula.
──────────────────────────
Dan disinilah mereka berada, Cafe Asmaraloka. Sesuai dengan petunjuk dari Alana. Sesuai dengan namanya, pengunjung Cafe ini kebanyakan pasangan mulai dari remaja sampai lansia. Unik juga namanya.
Arven tak menyesal membawa Arthur kesini. Karena dia bisa makan gratis. Arthur sih santai saja. Toh membayari Arven makan tidak akan menghabiskan hartanya yang bisa sampai 7 turunan itu.
Arven meminum Americano yang telah ia pesan, dia memandang sekeliling Cafe. Apakah AX ada disini? Sebagai apa? Pengunjung? Pelayan? Atau mungkin pemilik Cafe?
Sialnya, Alana tidak memberitahu petunjuk lebih detailnya. Dia hanya memberitahu nama tempatnya. Bagaimana Arven bisa tahu siapa AX itu? Apa dia harus menanyakan setiap orang yang berada di Cafe apakah namanya berinisial AX? Tidak mungkin kan? Arven juga masih mempunyai urat malu walau terkadang malu-maluin.
"Ngapain sih ven kesini? Lu cuma celingukan gak jelas gitu" tanya Arthur yang sedari tadi hanya melihat Arven menengok ke kanan dan ke kiri, begitu terus.
"Sebenernya... Gue lagi nyari tau siapa pengirim surat waktu itu. Kata Alana dia ada disini"
"Tapi disini banyak orang, gimana lu bisa taunya?"
"Nah itu yang gue pikirin"
Arthur menepuk dahinya sendiri. Sabar saja dengan sifat lemot maknae yang satu ini.
Dibalik itu..........
Seorang gadis yang memakai apron itu tengah menahan rasa gugupnya. Pasalnya orang yang dia kagumi berada tepat di depannya. Gadis itu pun pergi ke dapur untuk menghubungi seseorang.
"Halo, Alana. Kok Arven bisa tau sih gue ada disini? Lo yang ngasih tau ya?"
"Loh kok gue. Cafe itu kan tempat umum. Siapa aja boleh dateng"
Iya juga. Dia tidak bisa menuduh Alana begitu saja. Bagaimanapun juga Alana lah yang bersedia menjadi perantaranya.
Gadis itu pun melanjutkan pekerjaannya dengan setengah hati yang berdetak tidak karuan. Dia mencoba bersikap biasa saja agar Arven tidak curiga dan bisa mengenalinya dengan mudah.
Sudah 1 jam lebih Arven dan Arthur di Cafe ini. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Artinya 1 jam lagi Cafe tutup. Gadis itu menghembuskan nafasnya. Ia mengambil sebuah pulpen yang selalu dibawanya lalu menuliskan sesuatu di selembar kertas.
Setelah selesai menulis, gadis itu memanggil temannya yang juga seorang pelayan. Selembar kertas tadi sudah ia masukan ke dalam sebuah amplop.
"Bang, tolong kasiin ini ke orang itu dong, yang pake jas item" Temannya pun langsung memenuhi permintaan gadis itu.
Gadis itu mengintip dari balik dapur. Arven dan Arthur sepertinya ingin beranjak dari Cafe ini. Akhirnya dia bisa bernapas lega. Berada dekat dengan sang idola membuatnya jantungan saja.
──────────────────────────
Mereka berdua akhirnya pergi dari Cafe setelah Arven mendapatkan sebuah surat dari seorang laki-laki yang dia bilang dia hanya disuruh untuk mengantarkan surat tersebut.
Arthur tengah fokus menyetir untuk mengantarkan Arven pulang terlebih dahulu. Di dalam perjalanan, Arven membaca surat itu di dalam hati.
Aku tau siapa kamu.
Aku tau dimana asal mu.
Tapi, aku tak tau alasan apa aku menyukaimu.Aku tidak pernah bosan menunggu.
Aku akan slalu diam di dalam bayanganku.
Aku tidak menginginkan mu.
Dan aku tidak akan memberi tau.
Siapa aku sebenarnya.Aku tau kau tak mudah bermain dalam teka teki.
Aku tidak ingin berkenan memberi tau.
Dan aku tidak membutuhkan balasan mu.Aku akan diam.
Dalam bayangan bayangan hitam.
Aku penghapuskan diri.
Menjauh dan pergi.
Supaya kamu tidak dapat mencariku.
Aku tidak ingin di kenali.
Karna aku adalah pengagum rahasia.Jangan mengenaliku arven.
Kumohon jangan mencariku.
Aku tidak ingin hadir.
Aku tidak perduli jika tersaingi.
Karna aku tau.
Bukan aku saja yang mengagumi mu dalam diam.
Banyak orang disekitar mu yang mengagumi mu.
Aku tidak akan menunjukkan jati diriku.
Karna aku tetap julukan ku , gadis pengagum rahasia mu.Tertanda
- ax──────────────────────────
Yo, udah tau kan siapa pengirimnya? Bukan Arthur gaes😂 Identitas aslinya masih aku sembunyiin ya biar makin penasaran:v jangan lupa vote dan coment❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Feeling
FanfictionKisah tentang persahabatan 3 pria yang berbeda sifat dan latar belakang. Ketika sebuah persahabatan diuji dengan rasa terlarang yang dinamakan cinta. Akankah kisah mereka berjalan dengan baik? Atau sebaliknya? "Maaf, gue harap lo gak benci gue" "Se...