Chapter 10

169 27 2
                                    

Mereka telah sampai di rumah besar milik Vijay setelah terakhir kali berpamitan kepada member Zancox Kids yang lain sewaktu masih di gedung agensi.

Arven menarik kopernya, begitu juga dengan Arthur. Mereka memasuki pekarangan rumah Vijay yang bisa dibilang lumayan luas.

Setelah membuka kunci pintu, Vijay mempersilahkan masuk kedua temannya. Arven tak henti-hentinya dibuat takjub akan keindahan rumah Vijay. Seperti istana sungguhan. Arven meneguk salivanya. Di rumah sebesar ini Vijay tinggal sendiri?

Arven bukan orang miskin, bukan juga orang kaya. Ia hidup di rumah yang sederhana masih lengkap dengan kedua orangtuanya, dan ketiga saudaranya yang lain. Ah, seketika Arven merasa rindu dengan mereka.

Arven dan Arthur masih mengekori Vijay yang menaiki tangga untuk menuju kamarnya.

"Berhubung kamar disini banyak. Jadi kita pisah kamar ya nyet. Gak mungkin juga kan kalo sekamar bertiga. Kalo ada setan lewat gimana?" ujar Vijay.

"Ye babi, siapa juga yang mau sama lo" celetuk Arven.

"Kan barangkali lo tergoda sama roti sobek gua ven" goda Vijay lagi kepada temannya yang paling muda itu. Arven pun membuat ekspresi seperti membuang ludah.

"Yaudah. Kamar gue di pojok kanan, kamar Arven di tengah, dan Arthur di kiri. Udah ye gua mau kencan sama kasur dulu" lanjut Vijay lalu meninggalkan kedua temannya yang masih berdiri.

Tanpa menunggu lama lagi, Arven segera memasuki kamarnya begitu juga dengan Arthur. Arven melihat ke sekeliling kamar barunya itu. Kasur ukuran King Size terpampang dipojok ruangan bersebelahan dengan balkon kamar. Lumayan besar untuk dirinya yang bertubuh kurus ini.

Arven menduduki kasurnya lalu menaruh koper di bawah dan membereskan pakaiannya untuk disimpan di dalam lemari.

Arven merebahkan tubuhnya sebentar sambil memandangi langit-langit kamar. Merasa bosan, akhirnya Arven turun untuk sekedar melihat-lihat atau menonton TV di ruang keluarga.

Sudah ada Arthur disana yang tengah menonton berita terkini. Arven masih berdiri melihatnya di belakang sofa.

Terpampang jelas di dalam layar itu, nama grup dan agensinya yang dikabarkan bubar. Rumor seperti ini pastilah menjadi topik hangat yang diperbincangkan media maupun orang-orang.

Ponsel Arven berdering di balik saku celananya, Arthur yang kaget segera menengok ke belakang namun pandangannya kembali ke depan melihat tontonan di dalam TV lagi.

Arven segera mengangkatnya dan duduk di samping Arthur.

"Arven? Kamu gak papa nak? Kamu ada dimana sekarang?" terdengar suara wanita paruh baya di seberang sana. Laveca-Bunda Arven.

Tentu saja bundanya sudah tahu tentang berita yang sudah menyebar di semua media elektronik maupun media cetak itu.

"Bunda udah tau ya? Arven gak papa kok bun, Arven sekarang lagi di rumah temen. Em-bunda pasti kecewa sama Arven kan?"

"Syukurlah. Kok kamu ngomong gitu? Bunda gak kecewa nak. Mungkin udah takdirnya, yang penting kamu baik-baik aja bunda udah seneng"

"Oh iya bun, Arven juga lupa ngasih tau kalo sementara mau nyari kerja disini, Arven mau mandiri. Tapi nanti Arven usahain buat main ke rumah kok"

"Oalah yaudah nak, bunda selalu dukung keputusan kamu selagi itu baik. Tapi jangan lupa loh ya kita disini masih jadi rumahmu untuk pulang"

Arven tersenyum, dia sangat bersyukur mempunyai bunda yang lembut dan juga keluarga yang sangat mendukungnya apapun yang terjadi.

"Iya makasih bun, titip salam juga buat Ayah, Arvion, Kak Celli sama Leyzha ya. Ah, Arven jadi kangen berantem sama vion"

Bundanya terkekeh, "Dia jadi sering main terus semenjak kamu gak ada di rumah. Katanya di rumah gak asik, gak ada temen berantem. Celli sama Leyzha kan cewek, dia mana mau main sama mereka."

"Haha ada-ada aja. Yaudah bun, Arven tutup dulu ya. Wassalamualaikum"

"Waalaikumsalam. Jaga diri baik-baik nak" sambungan pun terputus.

Arven memandang kembali layar televisi, bersama dengan Arthur tanpa suara.

Arthur juga sudah menceritakan tentang masalahnya pada keluarganya dan juga Arkha. Arkha juga tidak bisa menjenguk Arthur karena dia sibuk kuliah. Arthur juga tidak memaksa agar Arkha menemaninya.

Tentang Niel, pria manis itu berencana untuk melanjutkan kuliahnya, masih di kota yang sama. Namun Arven akan jarang bertemu dengan Niel nantinya. Arven juga tidak tahu akan bekerja apa bersama kedua temannya itu. Yang penting halal dan tidak terlalu melelahkan.

──────────────────────────

Malam hari tiba, kini mereka tengah duduk di atas karpet di depan televisi yang menampilkan layar permainan. Ya, mereka tengah bermain ps seperti yang biasa mereka lakukan di dorm. Tidak ada bedanya, hanya saja suasananya berbeda. Namun mereka tidak terlalu memikirkan hal itu.

Setelah selesai bermain, ketiganya duduk bersandar di atas sofa sambil menatap datar ke depan. Memikirkan tentang bagaimana nasib mereka kedepannya.

"Kita mau kayak gini terus?" ujar Arven masih menatap lurus ke depan. Arthur dan Vijay tak menjawab.

Tiba-tiba Arthur teringah sesuatu, "Ven, Jay. Sebenarnya sebelum jadi idol, gue disuruh bokap gue buat lanjutin usahanya, lebih tepatnya sih bikin proyek baru. Kalo kalian mau, kita bisa ambil proyek itu dan bangun perusahaan sendiri, gimana?"

Vijay menimang sebentar kemudian menjawab, "Boleh juga tuh, nanti gue ikut nanam saham deh, pemberian bokap juga"

Arven meneguk salivanya. Lah terus dia ngapain? Hanya diam mematung tidak membantu apa-apa? Dia bukan tergolong keluarga yang berada. Untuk membangun sebuah perusahaan juga tidak akan cukup. Tapi dia ingat jika dia masih mempunyai satu kelebihan.

"Gue gak bisa bantu apa-apa. Tapi gini-gini gue lulusan kuliah managemen dan gue yakin gue pasti bisa kerja keras buat proyek ini" jawab Arven meyakinkan kedua temannnya.

Arthur dan Vijay setuju. Mereka berencana akan mengunjungi dan memulai proyek ini besok. Yah semoga saja proyek ini berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan.

Ketiganya kembali ke kamar masing-masing beristirahat, menyimpan tenaga untuk hari esok.

──────────────────────────

Hai. Kangen sama cerita ini? Maaf ya kalo aku telat update, karena ada beberapa kesibukan hehe. Jangan lupa terus vote dan comment ya ^‿^

Forbidden FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang