Arven dibuat bingung dengan sikap Arthur. Pasalnya, sahabatnya itu akhir-akhir ini menjadi aneh. Dia jadi sering menelpon Arven hanya untuk membangunkannya saat pagi hari, padahal Arven sudah bangun sendiri. Dia juga sering menjemput Arven sekaligus mengantarnya pulang. Arven tidak ambil pusing sih, toh mumpung gratis, dia juga tidak perlu capek-capek menyetir sendiri. Tapi dia takut merepotkan Arthur, walaupun Arthur yang memaksa bukan Arven yang meminta.
Seperti sekarang saja, Arthur yang paling sibuk mengerjakan berkas-berkas perusahaan. Dia mengambil sebagian berkas yang seharusnya dikerjakan oleh Arven. Pekerjaan Arven pun jadi lebih sedikit.
"Thur lo gak usah segitunya. Ini kan bagian gue, biar gue yang ngerjain"
"Gak usah ven, lo kerjain yang kecil-kecil aja. Ini biar gue yang ngerjain"
Arven menghembuskan nafasnya kasar. Yasudah lah, toh pekerjaannya juga menjadi lebih ringan. Dia juga jadi sering berkeliling gedung untuk melihat kinerja karyawan yang lain.
Jam istirahat makan siang pun datang. Seperti biasa, Duo Dakjal pergi membeli makanan bersama lalu kembali ke kantor untuk memakannya disana.
"Oh iya ven. Gue mau curhat" ucap Arthur di sela makannya.
"Apa?" tanya Arven.
"Gue sama Arkha udah putus"
"Loh kok bisa? Kenapa?"
"Gue diselingkuhin. Ternyata dia masih berhubungan sama mantannya di belakang gue"
"Astaga yang sabar ya thur. Btw gue sama Niel juga keknya bentar lagi putus."
"Kenapa?"
"Gatau sih, dia udah jarang ngabarin. Dan mungkin gue juga udah bosen (?)"
"Yaudah kalo gitu putusin aja daripada lanjutin hubungan yang bisa buat kalian sakit"
"Gue bingung cara mutusinnya anjir. Ga tega gue"
"Bilang aja gini. Aku bosen, kita putus"
"Gila lu"
"Lah kan emang lu bosen"
"Iya juga sih. Yaudah lah liat aja nanti"
──────────────────────────
Kemarin malam Arven berhasil memutuskan Niel dan menjelaskan tentang perasaannya yang sebenarnya. Untung saja Niel menerima dan tidak banyak mau.
Hari demi hari sudah dilewati, Arthur tidak pernah absen menjemput Arven setiap paginya. Mereka juga jadi sering bercanda dan menikmati waktu berdua di kantor. Tapi tidak jarang juga mereka berkelahi karena masalah sepele. Arven yang sering kali jahil membuat Arthur kesal. Tapi Arthur harus sabar menghadapi maknae yang satu itu.
Malam ini Arven berbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar. Entah kenapa saat ini di pikirannya muncul seorang Arthur. Dia memikirkan tentang kebersamaannya selama ini bersama Arthur saat Vijay tidak ada. Arven tersenyum mengingatnya. Entah kenapa ada perasaan aneh yang muncul dalam hatinya.
Semua memori bersama Arthur yang terputar dan juga detak jantungnya yang tidak karuan seperti ini. Apa jangan-jangan... Tidak, tidak. Arven membuang semua pikiran anehnya itu. Tidak mungkin kan jika dia suka pada Arthur, sahabatnya sendiri.
Tidak boleh. Itu adalah perasaan terlarang. Bagaimanapun juga suka pada sahabat sendiri adalah kesalahan, dia tidak mau persahabatannya hancur hanya karena perasaan terlarang itu. Arven harus membuang jauh-jauh perasaan itu. Lagipula dia juga sadar diri. Arthur tak akan mungkin suka dengannya. Sadar Arven, kau itu seorang dominan, tidak mungkin kan jika kamu berpindah haluan menjadi submisif?
Arven semakin gelisah dibuatnya. Akhirnya dia memutuskan untuk tidur saja.
Pagi harinya, seperti biasa Arthur menelepon Arven untuk membangunkannya. Kali ini Arven menjawabnya dengan senyuman bahagia. Dia pun segera bangun untuk bersiap.
Setelah mengantarkan Leyzha, mereka pun menuju ke kantor. Di tengah jalan, Arthur tak henti-hentinya tersenyum.
"Kenapa lo thur? Bahagia banget kayaknya" tanya Arven.
"Lo tau gak ven? Gue lagi ngincer cowok manis. Namanya Fano. Dia type gue banget"
Deg. Dadanya seperti ditusuk oleh pisau. Ternyata itu alasan mengapa Arthur lebih sering tersenyum dan bahagia melakukan semua hal, termasuk mau mengantar jemput Arven.
Kenapa rasanya sakit? Sadar bodoh. Dia sahabatmu. Biarkan dia bahagia dengam pilihannya.
"Wah serius? Semoga lu bisa dapetin dia ya thur" jawab Arven sambil tersenyum. Senyum palsu sebenarnya. Dia tidak ingin sahabatnya itu tahu tentang perasaan terlarangnya ini.
Bodoh, Arven. Mundur. Dia gak akan suka sama lo. Sadar diri.
Oke. Setelah ini Arven akan berusaha bersikap biasa saja saat bersama Arthur. Dia juga berusaha membuang perasaan terlarangnya itu. Arthur hanya menganggapnya sebagai sahabat. Tidak lebih.
Setelah kejadian itu, Arven menjalani hari-harinya seperti biasa. Dia juga sudah membuang perasaannya itu. Namun Arthur masih tetap rutin mengantar jemput dia.
──────────────────────────
Malam hari ketika mata Arven baru saja ingin tertutup, tiba-tiba ponselnya berdering menampilkan nama "Tetua Dakjal"
"Apaan jing? Gue mau tidur"
"Anjing Arven. Sedih banget gue"
"Kenapa lo?"
"Fano ternyata udah berpawang"
Dia harus senang atau sedih?
"Yah anjir, sabar ya. Emang udah nasib lu jadi jones"
"Ga ngaca lu"
"Elah gini gini banyak cewek yang mau sama gue"
"Tai"
Arven memutuskan teleponnya. Dia berteriak dalam hati. Akhirnya dia masih punya kesempatan lagi. Eh tapi, tunggu dulu. Walaupun Arthur tidak jadi dengan Fano bukan berarti Arthur akan suka dengannya bukan? Lagipula dia juga sudah membuang jauh-jauh perasaan itu. Tolonglah jangan muncul lagi.
Arven bimbang dibuatnya. Haruskah dia suka atau tidak? Lebih baik bersikap biasa saja lah.
──────────────────────────
Triple update. Itung-itung ngelunasin hutang xixi. Jangan lupa vote dan comment nya ya. Wuff you all 💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Feeling
FanfictionKisah tentang persahabatan 3 pria yang berbeda sifat dan latar belakang. Ketika sebuah persahabatan diuji dengan rasa terlarang yang dinamakan cinta. Akankah kisah mereka berjalan dengan baik? Atau sebaliknya? "Maaf, gue harap lo gak benci gue" "Se...