13-HARI KETIGA(KEPASTIAN)

2 0 0
                                    

"JANGAN BERHENTI BERJUANG! KITA MASIH MUDA! TAKUT MATI BUKAN TUJUAN HIDUP KITA!"Raung Liam dengan lantang. Motor biru nya memimpin ratusan motor dibelakangnya. Di samping kanannya terdapat motor hitam Raksa sebagai panglima perang, dan di samping kirinya terdapat Nando dari Acexord sebagai ahli taktik perang.

Ratusan motor itu berderum. Saat Wira dan Dennis sebagai pemegang bendera persatuan antar mereka mulai mengibarkan bendera, seluruh motor berkendara. Menarik atensi siapapun yang melihatnya.

Tak hanya para warga, bahkan polisi pun menatap mereka heran. Takut sesuatu terjadi membuat kota Bandung mereka porak-porandakan.

Dan tunggulah mereka. Karna jika pada  esok hari mereka belum mendapat informasi bahwa Harun belum juga ditahan, mereka akan turun ke lapangan.

Keadilan tak boleh disembunyikan. Keadilan harus ditegakkan.
Keadilan juga yang membawa tekad mereka menuju perang. Maka dari itu, untuk menegakkan keadilan mereka harus sedikit kasar.

Jika polisi saja diam, negara diam, pengadilan diam, sebagian warga juga tak ingin ikut campur. Maka tak ada lagi penahanan jiwa membara mereka untuk menghancurkan koruptor itu.

Tunggu saja, mereka akan datang.

🏁

Matahari mulai terbit, cahayanya menghangatkan, rintik embun menetes. Kesegaran di pagi itu tak dirasakan Alin sama sekali.

Perutnya sangat sakit, hingga ia tak dapat beranjak dari ranjangnya. Merintih. Alin terus merintih sembari memegangi perutnya.  Mengingat sore menjelang malam kemarin Raksa memberikannya cemilan,

Semalam...

"TEH! TETEH! TEH ALINNN!"Eira yang baru saja pulang les itu berlari dari pintu masuk ke arah tangga. Membuat Erwin dan Wulan yang tengah membuat teh bersama itu kebingungan melihat tingkah laku anaknya.

Ketika tahu Alin menuruni tangga, Eira langsung mendorongnya agar kembali menuju kamar. "Ih! Ganti! Ganti baju gantiii! Yang cantik"

"Kenapa sih Ra??"

"Aa tadi nganter aku pulang, sekarang dia ada di luar nunggu teteh. Makanya cepetan!"

"Hah? Mimpi apa tuh anak?"

"TEH ALIN BURUAAAANNN!!"Eira mendorongnya untuk kembali masuk ke dalam kamar.

Tak lama kemudian Alin keluar kamar dan menemui Raksa yang berhenti di depan gerbang. Lelaki dengan wajah tegas itu terlihat sedang bersandar di motornya.

Jujur Alin ragu untuk mendekatinya, mengingat hubungan mereka yang sedang tak baik-baik saja. Akan tetapi hatinya tak bisa bohong kalau ia ingin sekali bertemu dengan Garaksa.

"Raksa,"Panggilnya

Lelaki itu menoleh tanpa senyum di wajah tampannya. Alin mendekatinya, dan ia memberikan sekantung plastik camilan dan beberapa kebutuhan menstruasi. "Sorry telat,"

"Lo masih inget?"

"Gue lupa, tadi Eira bilang"

Alin tersenyum kecut. Lihatlah, bahkan lelaki itu tak berani menatapnya ketika mengatakan hal itu. "Makasih, Sa"

"Iya."Mereka berdua terlihat sangat canggung. Jadi Garaksa berpamitan pada gadis itu lalu mulai menaiki motornya. "Gua balik. Lo masuk sana, dingin"

GARAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang