#4 RIVAL PENDEK & NAKAL

27 8 48
                                    

"Bagaimanapun situasinya, berbohong tetaplah bukan hal yang bisa dibenarkan."

                               🌿🌺🌿

                                        .

                                        .

"Dasar pendek." Gumamku pelan seraya memperhatikan seorang laki-laki yang tengah berusaha mengambil sesuatu di atas lemari kelas.

Jamkos dan aku sedang duduk manis di tempatku.

Jangan tanya kenapa aku memberi Rama sebutan 'cowok pendek'. Sudah jelas alasannya karena dia memang memiliki morfologi tubuh yang lebih pendek dariku!. Tingginya hanya sebatas bahuku saja. Ya, setidaknya aku bisa unggul dalam hal ketinggian darinya.

Walau begitu, Rama tetap saja memiliki banyak penggemar. Rama bukan hanya pandai dalam hal olahraga, dia juga lumayan pintar dalam hal pelajaran di kelas. Dia pernah menjadi jajaran murid yang mendapat peringkat tiga besar dikelas.

Ya walau hanya bertahan sampai kelas dua SD saja, karena aku akhirnya bisa mengalahkannya ketika duduk dibangku kelas tiga SD.

Asal kalian tahu saja, perjuanganku untuk mendapat peringkat tiga besar waktu itu sangatlah menyiksa, bagiku. Bagaimana tidak? Setiap ulangan tengah semester dan akhir tahun tiba, ibuku selalu saja mengawasiku ketika belajar.

Ibu selalu mengajariku dengan sangat keras. Ya, tidak jarang aku menangis karena bentakan atau pukulan dari beliau. Dan hasilnya, aku bisa menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan berhasil mendapatkan peringkat tiga di kelas tiga, kemudian berlanjut ke peringkat dua di kelas empat dan lima, hingga akhirnya saat ujian nasional tiba, aku meraih nilai ujian tertinggi di angkatanku. Memang benar, usaha tidak akan pernah menghianati hasilnya.

Namun, walau tidak mendapat tiga besar, Rama masih bisa bertahan dalam jajaran peringkat sepuluh besar. Inilah alasan yang membuatku untuk memilihnya menjadi rivalku.

Ya, aku lebih menyukai rival laki-laki dibanding perempuan. Kenapa? Tentu saja karena rasanya lebih menyenangkan untuk melawan laki-laki, ketimbang harus melawan sesama perempuan, bukan?

Rama sudah aku anggap sebagai rivalku semenjak kelas dua SD, saat pertama kali aku duduk sebangku dengannya. Ya, aku baru menyadari kepintarannya setelah itu.

Mungkin saja karena kakeknya yang adalah kepala sekolah, membuatnya harus menjaga citra keluarga mereka di sekolah, dengan menjadi siswa yang berprestasi di kelas. Bisa saja'kan?

Oh iya! Berbicara mengenai kakeknya, aku teringat suatu kejadian yang sangat konyol dan masih melekat dengan kuat dalam benakku!

Flashback ON

Saat itu, kelas dua SD diperintahkan untuk bersekolah lebih awal dari biasanya karena kami sudah mendapatkan kelas baru –sehingga tidak harus bergantian lagi dengan anak kelas satu, untuk menggunakan kelas.

Bel, pertanda proses belajar mengajar dimulai, berbunyi. Halaman sekolah sudah lengang, menyisakan beberapa pegawai sekolah yang tengah berlalu-lalang. Semua ruang kelas telah terisi, para guru terlihat bertengger di tempatnya masing-masing –mengisi seluruh kelas.

Aku dan yang lain juga sudah memasuki ruang kelas baru kami, wali kelas sudah berdiri di depan kelas. Namun anehnya, bangku di depanku kosong. Itu adalah tempat duduk Rama.

Ya, walau kelasnya baru, tapi denah tempat duduk kami masih sama seperti semester lalu, karena perubahannya masih minggu depan –sesuai kehendak wali kelas tentunya.

Something About MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang