A.°7

36 5 7
                                    

Hei,Welcome back.

.

.

.

28072020
__________________

Hari ini aku berencana bertemu dengan pemuda entah siapa itu yang kemarin menungguku. Ternyata namanya adalah Rasya, nama yang bagus. Iya, semalam kami bertukar pesan. Kami saling mengenalkan diri dan aku meminta maaf karna aku tidak datang menemuinya, aku pun memberikan penjelasan mengapa aku baru membalas pesannya malam itu secara jujur.

Dia tipe pria yang baik dan ramah menurutku. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk bertemu hari ini. Bukan di perpustakaan sekolah, tapi di kafe kecil seberang sekolah bernama hiraeth.

Kafe itu masih properti milik sekolah, pekerjanya pun murid sekolah yang bersedia. Menurut cerita Fia dan Elsa, kafe itu merupakan salah satu bentuk dukungan pihak sekolah untuk murid murid yang berasal dari keluarga kurang mampu. Mereka yang bersedia diperbolehkan mengurus kafe itu dan mendapat gaji yang sesuai asalkan pekerjaan ini tidak mempengaruhi nilai mereka di sekolah.

Cukup menarik menurutku. Dan karna penasaran akan tempat itu, aku pun mengajak Rasya; pemuda entah siapa itu, bertemu di sana.

Aku masih bertopang dagu menatap keluar jendela, tak mungkin aku menghadap ke sisi sebrang nya atau aku akan melihat wajah menyebalkan dari si anak lumayan bandel. Pelajaran terakhir adalah pelajaran sejarah, pelajaran favorit si Agra dan merupakan pelajaran ter-membosankan menurut ku.

Aku menguap sekali lagi, melirik jam di tangan yang menunjukkan pukul 2 lewat 13 menit.

Dua menit lagi.

.

Satu menit lagi.

.

Dan bel akhirnya berbunyi.

Aku memasukkan semua alat tulisku kedalam tas. Memasukkan ponsel ke saku. Berdiri hendak pergi sebelum sebuah suara menghentikan ku,

"Bisa ikut gue ke pak Reza?"

Aku menoleh, si lumayan bandel itu kah yang berbicara? Sopan sekali, aneh.

"Ngapain?"

"Ngasih laporan lo kemarin."

"Belum lo kasih selama ini?"

Astaga, seharusnya laporan tentang 'belajar mengajar gitar selama sebulan' itu sudah dia kumpulkan dua bulan yang lalu.

"Baru jadi."

Aku merotasikan mata, memang dasar anak lumayan bandel ini.

"Tapi gue udah ada janji." jawabku mencoba mencari alasan.

"So? Toh gak bakal lama." balasnya.

Aish, dia selalu punya stok jawaban untuk berdebat. Akhirnya aku mengangguk, menyanggupi ajakan nya, memang tak akan lama kan? Semoga.

Kami berjalan ke Ruang guru. Dia lima langkah di depan ku, mana mungkin kami bersisian.

Tak ada yang berbicara diantara kami selama perjalanan itu. Dan setibanya di depan pintu ruangan dia berhenti,

"Lo tunggu disini aja, gue yang masuk."

Aku mengerutkan kening namun tetap mengangguk, kalau begini ceritanya untuk apa dia mengajakku? Kulihat Agra membuka tasnya, menyibak buku buku yang kuherankan masih dia bawa.

Oh, ternyata dia masih membawa buku juga. - hatiku membatin.

Tiga menit, hingga dia berdecak kesal, "sial, laporannya ketinggalan di rumah."

colt.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang