B.°1

20 1 0
                                    


Here we go!!

.

.

.

02112020
___________

Bulatan-bulatan bakso di mangkok ku telah habis tak tersisa, semuanya kumasukkan kedalam perut buncitku. Sekarang nampak 3 mangkok diatas meja yang isinya telah kosong. Menyisakan segelas minuman yang masih terisi setengahnya. Aku menghabiskan minumanku dan beranjak dari dudukku.

"Ayo bunda." ajakku.

Tapi bunda bahkan tidak berdiri. Beliau hanya menatap lembut kearahku. Senyuman tulus dapat kurasakan dari wajah ayunya, menyiratkan rasa selamat tinggal yang teramat dalam.

"Bunda tidak bisa pergi dari sini." katanya.

"Huh? Kenapa? Bakso nya sudah habis kan?"

Tiba-tiba ayah menarik lembut tanganku, "ayo kita pulang."

"Tapi bunda juga harus pulang, ayah." aku kekeuh dan tetap menggenggam tangan bunda erat.

"Ca, bunda tidak bisa pergi dari sini. Kamu pulang nya sama ayah aja ya." sekali lagi bunda memberi pengertian padaku.

"Ya tapi kenapa? Kita bisa pulang bersama."

Bunda hanya tersenyum teduh, "baiklah, ayo kita pulang bersama. Tapi bunda berjalan saja ya, Icha dan ayah yang naik motornya."

Aneh.

Tapi entah mengapa aku mengangguk saja saat itu.

Dan kami pulang bersama dengan bunda yang berjalan disamping motor kami. Aku melihat sekeliling dengan tetap menggenggam erat-erat tangan bunda.

Rumah-rumah yang membentuk lingkaran dan bukannya berbentuk kotak. Jalanan lengang dua arah yang mana ditengahnya diberi pembatas dari beton untuk pot pohon diatasnya. Motor hitam yang kunaiki dan baju terusan putih sederhana yang dipakai bunda, dibagian lengannya sedikit menggembung, terasa begitu anggun dan pas ditubuhnya.

"Ca, bisa tolong lepas genggamanmu? Bunda seperti kau seret dan jadi capek."

Tanpa pikir lama aku langsung melepas tangan bunda.
"Ayah, bawa motornya jangan cepat-cepat. Nanti bunda tertinggal."

Tapi tiba-tiba saja jalan yang telah kami lewati hilang. Gelap. Tak ada apa-apa dibelakangku. Seperti tertarik kedalam black hole di luar angkasa sana.

Termasuk bunda.

Aku tersadar seketika.

"Ayah!"

"Bunda tertinggal!"

"Ayo putar balik!"

"Ayah!"

Ayah seperti menutup telinga rapat dari teriakanku dibelakangnya, tidak mendengarkan ku. Beliau malah menjalankan motornya cepat dengan aku yang menangis mencoba menajamkan mataku mencari bunda di gelapnya jalan itu.

"Ayah.." aku menangis lirih memeluk punggung ayah.

"Ayah kenapa ninggal bunda?"

"Ayah, Icha masih sayang bunda.."

"Ayah, Icha masih butuh bunda.."

"Ayah..hiks."

Ayah berhenti dan turun dari motornya. Menarikku ke tubuhnya dan memelukku erat, aku menangis dipelukan ayah. Rasanya sakit, benar-benar sakit didada. Pantas saja bukan?? Beliau adalah ibuku! Bagaimana bisa aku tidak menangis ketika ditinggal oleh beliau??

Aku..

Aku masih sangat membutuhkan kehadirannya.

Dengan lembut ayah menepuk pelan pundakku, "Icha yang ikhlas ya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

colt.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang