O8.

1K 137 36
                                    

Selesai mandi ia menuju kamar dan mendapati Jimin yang masih tertidur. Haruskah aku bangun kan dia?

"Jimin-ssi, apa kau mau ikut denganku?" tanya Jisoo membangunkan Jimin.

Jimin menggeliat dan bergumam tak jelas, tapi akhirnya ia membuka matanya. "Kemana?" tanyanya dengan suara serak ala bangun tidur.

"Aku tidak akan masak untuk nanti malam, jadi aku ingin jalan keluar sekaligus makan diluar."

"Arraseo...." Jimin menutup matanya lagi.

Jisoo kira Jimin tidak ingin ikut dengannya, karena itu ia tidak mengusik tidur Jimin lagi. Tapi, tiba-tiba pria itu terbangun setengah sadar.

"Tunggu, aku ingin mandi dulu."

Jisoo terpaku ditempat. Apa tadi Jimin baru saja memakai banmal padanya? Ah, sepertinya karena ia baru bangun, sudahlah.

Keduanya pergi dari rumah dengan pakaian hangat, tanpa menggunakan kendaraan apapun. Tentu saja Jimin dibuat berfikir, padahal jarak rumah ke tempat ramai memakan waktu 10 menit berjalan kaki, tapi sepertinya Jisoo sama sekali tidak keberatan.

Mereka terus berjalan bersebelahan tanpa ada obrolan hingga masuk ke salah satu restoran.

"Oh, Jisoo-ssi, kau datang hari ini?" sambut seorang ahjumma yang berada di balik meja kasir.

"Nde, ahjumma. Aku sedang malas memasak," jawab Jisoo jenaka.

"Masuklah, masuk. Kau ingin memesan apa untuk hari ini?" tanya ahjumma tersebut.

Jisoo menoleh pada Jimin. "Kau ingin makan apa Jimin-ssi?"

Jujur, Jimin bingung ingin menjawab apa. Selama ini, ia tidak pernah ditanya ingin makan apa, karena selalu sudah ada makanan yang tersedia dan ia tinggal memakannya.

"Apa saja yang kau pesan."

"Ahjumma, seperti biasa saja dengan dua porsi," pesan Jisoo tak lupa melemaar senyumnya.

"Bagus, karena kamu memberiku senyum manismu akan ku berikan nasinya gratis."

"Kamsahamnida, ahjumma." Jisoo meningkatkan senyumnya.

"Duduklah, Jungkook akan membawakan pesananmu."

Di ikuti oleh Jimin, Jisoo menuju salahsatu meja yang kosong dan bersih. Ia melepas mantelnya, seperti anak kecil, Jimin mengikuti Jisoo tanpa banyak bicara.

"Apa kau tidak pernah makan di tempat seperti ini?" tanya Jisoo melihat Jimin terus terlihat canggung.

Daripada menjawab langsung Jimin hanya menggeleng kecil. Ia merasa sedikit malu menjawabnya.

Jisoo menahan senyumnya meski sulit. "Tidak perlu merasa malu atau canggung. Tidak ada yang menghakimi mu, dimana pun dan kapan pun untuk hal kecil seperti ini."

Jisoo mempersiapkan sendok dan sumpit untuknya dan Jimin. "Setiap orang kan tidak selalu memiliki kehidupan yang sama persis."

Dalam diam Jimin terkesima dengan ucapan Jisoo. Selama ini ia hanya melakukan hal yang harus ia lakukan sebagai pewaris utama keluarganya. Jadi, Jimin terbiasa memenuhi harapan orang.

Tapi, Jisoo justru mengatakan hal yang wajar jika ia tidak tau sesuatu.

"Pertama kalinya."

"Hm? Apanya yang pertama kalinya?" tanya Jisoo bingung.

"Apa kau biasa makan disini?" tanya Jimin mengalihkan pembicaraan.

"Lumayan. Biasanya saat akhir pekan dan aku malas masak."

Setelah itu, Jimin sama sekali tidak memperpanjang obrolan mereka.

Bagaimana mengatakannya ya, pada awalnya Jimin adalah orang yang dingin, angkuh dan tidak peduli. Tapi melihat sikap Jimin dua hari ini, Jisoo mengerti.

Jimin bukan orang yang dingin dan semacamnya, melainkan hanya seorang pria dewasa yang tidak banyak pengalaman di hidupnya untuk berinteraksi dengan banyak orang. Ia hanya pria dewasa yang kaku can canggung sebenarnya.

Baiklah. Pria ini mungkin adalah pria terhebat yang Jisoo tau setelah appa-nya, karena berhasil merintis bisnis hingga pasar internasional. Tapi, itu tidak membuktikan Jimin banyak mengetahui hal-hal kecil yang merupakan hal biasa bagi orang lain.

"Jimin-ssi, jika harus dideskripsikan, kau ini seperti pangeran kecil di negeri dongeng ya?"

"Hm?" Ekspresi Jimin tampak bingung.

"Aku hanya merasa begitu."

Tadinya Jisoo ingin mengakhiri ucapan, tapi melihat Jimin yang menatapnya dengan tatapan kau-harus-melanjutkan-ucapanmu. Jisoo jadi tak enak.

"Begini, kau itu pangeran yang terbiasa tinggal di Istana mewah, tapi kau tidak memperhatikan secara seksama sekitar Istana. Mengerti?"

Jimin terdiam sesaat. "Ku rasa aku mengerti sedikit."

"Jisoo-nuna," panggil sebuah suara cerah.

Jisoo menoleh. Ia melihat pria tinggi muda dengan senyum melelehkan hati wanita—termasuk dirinya—berjalan menuju mejanya membawa baki pesanan memakai celemek restoran.

Dia Jeon Jungkook, anak ahjumma pemilik restoran samgyeopsal ini.

"Apa ada hal menyenangkan yang membuatmu lebih terlihat cerah dari biasanya?" tanya Jisoo ketika Jungkook menata pesanan di mejanya.

"Hehe, tentu saja. Minggu lalu Jisoo-nuna tidak datang, dan hari ini nuna datang."

Jisoo tertawa kecil. "Kapan ahjumma membiarkanmu berkencan kalau setiap pekan kau terus bekerja disini, hm?"

"Nunaa!" rajuk Jungkook. "Kan aku sudah bilang, aku hanya akan berkencan denganmu saja."

"Ehem!"

Dehaman Jimin yang membuat Jisoo tak jadi tertawa atas lelucon Jungkook dan membuat suasana sepi sesaat.

Air muka Jungkook berubah begitu menyadari ada pria duduk semeja dengan Jisoo. Ini pertama kalinya Jisoo membawa pria ke restoran itu, siapa namja yang melihatnya saja sudah memberikan kesan menyebalkan ini?

"Ah, Jungkook-aa, ini Park Jimin, dia—"

"JEON JUNGKOOK!" panggil suara dari arah dapur.

"Nuna, aku harus pergi. Nikmati lah." Dengan panggilan tadi Jungkook pun pergi menuju dapur.

Keadaan dimeja Jisoo dan Jimin terasa sedikit canggung, atau itu hanya Jisoo yang merasakannya?

"Tampaknya kau cukup dekat dengan pemilik restoran ini," kata Jimin.

"Tentu," jawab Jisoo sambil memotongi daging.

Jimin tidak puas dengan jawaban itu. "Sudah dua kali."

"Apanya?" tanya Jisoo tak paham.

"Oh, sekarang kau memakai banmal padaku?"

"Mianhaeyeo. Salahmu bicara setengah-setengah."

"Arraseo."

Jisoo menoleh. "Sekarang kau yang memakai banmal!"

"Kau yang duluan." Jimin lagi memakai banmal.

"Geurae. Aku juga bisa." Jisoo membalas dengan banmal dan kembali sibuk memanggang daging.

Tanpa disadari Jimin tersenyum kecil. Menyenangkan juga menggoda Jisoo hingga terlihat sedikit kesal seperti ini. Ternyata tidak ada buruknya juga menghabiskan akhir pekan seperti akhir pekan biasa.

Berkatmu, Jisoo-aa, batin Jimin.

Life After Marriage [Jimsoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang