14.

838 116 28
                                    

"Mungkin besok ada orang-ku yang datang," ujar Jimin begitu masuk kamar dan melihat Jisoo yang sedang memakai treatment malam hari.

"Geurae? Untuk apa?" tanya Jisoo penasaran.

Jimin naik ke atas kasur, langsung menyelimuti dirinya. "Mengukurmu."

"Mengukurku?" gumam Jisoo. "Untuk apa mengukurku? Kau butuh data? Atau—" Saat Jisoo menoleh, ia sudah melihat Jimin yang sudah terlelap dengan cepat.

"Heol." Meski begitu ia tertawa kecil.

Jisoo berdiri dari depan meja dandannya. Ia menghampiri Jimin yang dalam hitungan detik langsung terlelap.

Aneh, dia tidak biasanya tertidur secepat ini, batin Jisoo. Matanya menatap kulit wajah Jimin yang bersih dan tak kalah mulus darinya. Apa dia melakukan perawatan? Tapi aku tidak melihat dia memakai treatment apa pun.

Tanpa sadar tangan Jisoo tergerak. Telunjuknya merasakan tekstur kulit wajah Jimin yang lembut, dari kening melewati hidung hingga jarinya menyentuh bibir Jimin.

Tepat saat itu, kedua mata Jimin terbuka. Mereka bertemu pandang dan sama-sama menahan nafas.

"Kau harus merawat kulitmu yang bagus itu, eoh. Kau tau, kan, seperti memakai pelembab, la-lalu, toner juga cream malam!" Jisoo terburu-buru menarik tangannya.

Jimin berkedip berulang kali. Ia sedang mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Jisoo memutari kasur dan naik ke atas kasur dari sisi lain, seperti biasa yang ia lakukan. Dengan cepat menutupi dirinya dengan menggunakan selimut dan memunggungi Jimin.

Ah. Memalukan! Yaa, aish, Kim Jisoo! Sebenarnya apa yang kau lakukan, hah? Batin Jisoo memarahi dirinya.

Kau akan dianggap wanita aneh, oh tidak, memalukan, bagaimana jika dia menganggapku wanita mesum yang mencari kesempatan saat seorang pria tertidur?? Ah, sial!

"Lalu...." Jimin terdiam sesaat melirik Jisoo yang memunggunginya adalah hal yang tidak biasa. "....kau bisa merekomendasikan produk yang cocok untukku, kan?"

"Nanti akan ku beritahu!" jawab Jisoo sedikit menyentak.

Anehnya, sikap Jisoo ini justru membuat Jimin tersenyum tanpa sadar alih-alih marah. "Arraseo."

Menit ke menit berlalu, Jimin belum tertidur dan keadaan kamar begitu sunyi. Ia melirik ke sebelahnya dan Jisoo masih memunggunginya.

Pria itu terduduk dari tidurnya dan melihat Jisoo sudah tertidur pulas. Tiga bulan lebih mereka berbagi kasur, Jimin jelas tau bagaimana kebiasaan Jisoo. Wanita ini akan tidur dalam posisi sejak ia tertidur tanpa berubah sedikit pun hingga terbangun dan terbangun dengan gerakan pelan.

Masalahnya, Jisoo terbiasa tertidur dengan posisi terlentang itu baik, tapi tidak jika tertidur dalam posisi miring.

"Jisoo-ssi." Panggilan Jimin tak direspon sama sekali oleh Jisoo.

"Soo-yaa."

Suasana kamar yang begitu hening, hanya terdengar suara nafas lembut dari Jisoo yang pulas. Tapi, tidak bagi Jimin. Jantungnya sedang berdebar keras dan tubuhnya kaku seketika.

Soo-yaa. Jimin baru saja memanggil Jisoo seperti itu. Di saat orang lain memanggilnya Jisoo-aa, tanpa sadar Jimin memanggil suku kata terakhirnya saja. Hal yang biasa dilakukan oleh keluarga, orang terdekat saja, tapi Jimin tidak pernah mendengar Jisoo dipanggil seperti itu oleh siapa pun.

Tangan Jimin terulur ke Jisoo. Ia menyentuh bahunya dan perlahan menggerakkan tubuh Jisoo sehingga posisi tidur wanita itu lurus terlentang.

Jimin menghela nafas karena Jisoo tidak terbangun akan sentuhannya. Ia menatap detail wajah Jisoo satu per satu. Suatu hari nanti, aku ingin memanggilmu 'Soo-yaa' dengan lantang.

***

Pagi hari lainnya datang, ketika Jisoo membuka mata ia merasa segar seperti biasa, tapi begitu ia berdiri lengan kanannya terasa pegal dari bahu ke siku.

Apa semalam aku tidur dengan posisi salah? Pikir Jisoo. Tapi, aku bangun dengan terlentang, hm, aneh.

Jisoo melirik kasur yang sudah kosong, sepertinya Jimin sudah bangun. Ia pergi ke luar dari kamar.

Jisoo diam tak bergeming melihat Jimin masih memakai pakaian tidurnya di dapur seperti sedang menyeduh sesuatu. Ia menghampiri dan duduk di kursi.

"Jaljjaseo?" tanya Jimin.

"Euhm. Kau sudah bangun kenapa tidak mandi duluan?" Jisoo langsung mengutarakan pikirannya.

Terdengar Jimin mendengus kecil seakan pertanyaan Jisoo tidak penting. "Aku masih mengingat dengan jelas setiap poin kontrakmu."

Baiklah, Jisoo mengerti. Ia menggerak-gerakkan bahu kanannya dan sedikit mengerang beberapa kali. Sepertinya benar ia salah posisi tidur, tapi Jisoo tidak ingat.

"Kau mandi duluan saja. Aku akan berangkat lebih siang."

"Hm? Kenapa?" tanya Jimin.

Jisoo menatap Jimin, tidak biasanya pria ini bertanya, biasanya ia pasti langsung mengucapkan terima kasih lalu bergegas mandi.

"Aku akan ke tempat massage dulu, rasanya ada yang salah dengan lenganku." Padahal baru kemarin aku pergi ke spa.

"Kemarikan," tutur Jimin melihat Jisoo yang masih menggerakkan bahunya.

Jisoo tak mengerti apanya yang harus ia serahkan pada pria ini.

"Lenganmu, sini."

Tanpa banyak bicara Jisoo mengulurkan lengannya yang terasa salah sejak bangun tidur. Ia terkejut melihat Jimin meraih lengannya dan mulai memberi pijatan kecil yang terasa nyaman.

"Tidak perlu ke sana kalau begini saja. Lalu, terkait poin nomor satu kontrakmu, ini tidak termasuk skinship, aku tidak menyentuh kulitmu secara langsung."

Jisoo berkedip dua kali, kemudian ia tertawa kecil yang membuat Jimin bingung. "Arraseo, geomaweo."

Ia berusaha menjelaskannya ketika aku tidak mempermasalahkannya, kiyeowo.

"Hari ini sekretaris Kim akan datang ke kantormu, kalau dia memintamu pergi ke suatu tempat, ikuti saja."

"Hm? Makan siang bisnismu?" tanya Jisoo, kemudian melanjutkan. "Kalau kau tidak bisa menjemputku seperti terakhir kali, tidak masalah, aku bisa pergi sendiri."

"Bukan begitu, pokoknya ikuti saja. Dia tidak akan mencelakaimu."

Tidak perlu bagi Jisoo membalas perkataan Jimin itu, ia sedang ingin fokus dengan pijatan yang Jimin berikan pada lengannya. Nyaman, suhu telapak tangan Jimin menembus kain baju tidurnya, jadi terasa hangat.

"Apa kau berminat jadi karyawan khususku?" tanya Jisoo secara acak.

"Hm?"

"Lupakan."

Selesai sesi pijat dadakan pagi itu, Jisoo segera mandi kemudian Jimin. Mereka melewatkan sarapan tanpa menyepakatinya karena sama-sama tau bahwa mereka sudah telat bekerja.

Apa aku jadi merasa nyaman dengannya? Bahkan nyaris melempar lelucon santai untuk menjadikannya karyawanku karena kemampuan memijatnya, pikir Jisoo sambil mengulum senyum. Untungnya Jimin tidak menangkap lelucon tersebut, jika iya Jisoo akan merasa malu atas lelucon itu sendiri.

Jimin menatap Jisoo yang menjauh dari mobil kemudian hilang dibalik pintu masuk departement store. Ia kembali menyalakan mesin mobil secara otomatis.

Perhatiannya teralih pada tangan kanannya. Ia menggerakkan kelima jarinya. "Aku baru tau lengannya sekecil itu, padahal dia biasa makan banyak. Hahaha."

Life After Marriage [Jimsoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang