21.

806 102 31
                                    

Jisoo membaca pesan yang dikirimkan oleh suaminya itu. Ia hanya membacanya tanpa berniat untuk membalasnya dengan persetujuan atau penolakan, karena bagaimanapun namja itu akan tetap datang sesuai keinginannya.

Jujur saja, Jisoo memang merasa hubungan mereka jauh lebih baik ketimbang awal hubungan mereka yang hanya berdasar keuntungan masing-masing, dan ya sampai saat ini Jisoo masih merasa tidak melewati batas. Tetapi beberapa minggu ini, mereka memang terasa seperti teman berbagi?

Sudah setiap pagi kini Jimin mengantarnya kerja, dan sering kali Jimin pulang di jam pulang yang sama dengan Jisoo. Mereka juga sering sarapan dan makan malam bersama jadinya, bahkan Jisoo bisa merasakan intensitas Jimin mengajak Jisoo untuk menemaninya makan siang dengan partner bisnis yang penting berkurang.

Tidak, Jisoo tidak merasa risih, sebaliknya ia merasa nyaman dengan hubungan mereka saat ini yang tentunya ia pikir tidak akan membawa efek buruk untuk masa depannya. Tetapi sebagai seorang wanita logis, Jisoo jadi memikirkan apa alasannya?

Tok. Tok. Tok.

Pintu ruangan Jisoo, Jimin pelaku yang mengetuk pintu melangkah masuk dengan langkah ringan seakan itu adalah ruang kerjanya.

"Sepertinya kau datang lebih cepat dari biasanya?" tanya Jisoo dari meja kerja yang masih fokus ke monitor yang menyala.

Jimin yang biasanya langsung duduk di sofa, justru berkeliling melihat-lihat interior ruangan Jisoo. Ia mendengar pertanyaan Jisoo tapi tidak menjawabnya karena terlalu bingung apa yang harus ia katakan.

Karena tak menjawab pertanyaannya, Jisoo sedikit melirik Jimin. Suasana hati pria itu sepertinya sedang buruk, atau ia tengah memikirkan sesuatu. Berkat akhir-akhir ini hubungan mereka lebih dari sekedar orang asing, Jisoo jadi mengenal dengan baik tabiat Jimin yang—ternyata—mudah sekali terbaca.

Yang bisa Jisoo lakukan saat ini adalah segera menyelesaikan pekerjaannya dan segera pulang. Karena sepertinya Jimin akan membuka mulutnya di rumah. Tapi entah kenapa Jimin sangat mengganggu fokusnya.

Selama di perjalanan pulang, tidak ada pembicaraan yang terjadi, ini hal yang aneh karena biasanya mereka memiliki bahan obrolan sekalipun hanya hal kecil tapi setidaknya menemani perjalanan pulang di dalam mobil.

Begitu membuka pintu rumah Dalgeom berlari menyambut kehadiran Jisoo. "Uri Dalgeomie, eomma bogoshipeo, hum?" Jisoo menghujani anjing maltese putih di pelukannya dengan ciuman.

Jimin melewati Jisoo dan Dalgeom, ia pergi langsung menuju kamar tidur setelah memakai sandal rumah dan melepas jasnya.

"Apa kau ingin makan malam dengan sesuatu? Jika ada bahannya aku akan membuatnya sekarang. Tapi kalau kau mau memesan—"

"Aku yang memasak saja, kau mandi sana." Kalimat pertama yang membuat Jisoo lega ternyata namja ini masih bisa berbicara dengan baik.

Jisoo menuruti perkataan Jimin tanpa bicara apapun lagi, ia menurunkan Dalgeom yang mengikutinya ke ruang pakaian dan pergi mandi, tentunya tanpa Dalgeom. Selama mandi Jisoo berfikir, sepertinya ia harus memulai obrolan ringan malam ini karena Jimin sepertinya punya masalah dalam pekerjaan.

"Wanginya menyenangkan rasa laparku," ujar Jisoo melangkah masuk area dapur.

Jimin tak menanggapinya, dan Jisoo duduk di salahsatu kursi meja pantry dimana tumisan hasil masak Jimin sudah siap. Pria itu tengah menyendok nasi ke mangkuk makan.

Jisoo tersenyum kecil mengingat bagaimana Jimin yang ternyata memiliki skill memasak yang lebih baik darinya terungkap setelah insiden jarinya teriris pisau. Karena sejak itu pula, mereka bergantian memasak untuk satu sama lain. Sekalipun ia heran mengapa namja ini justru tidak bisa memasak ramen yang sangat sederhana.

Life After Marriage [Jimsoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang