Part Three

56 5 8
                                    

Win

Sudah lebih dari dua minggu aku tinggal bersama dengan Bright, menurut Bright dua hari setelah heat kondisiku sudah pulih kembali, aku sudah bisa beraktifitas seperti biasa dan bahkan aku memutuskan untuk tidak merepotkan Bright lebih lama. 

"Bright, makasih sudah menolong, aku tidak tau akan seperti apa jadinya aku jika kau tidak ada di sana dan menolongku" aku menggunakan pakaian yang Bright belikan untuk ku, karena pakaian yang ku pakai ke club sudah tidak mungkin ku pakai lagi.

"Tidak perlu bersikap formal seperti itu Win"

"baiklah, jadi apa yang harus aku lakukan untuk membalas kebaikanmu?" tanya ku dengan polos 

Bright tertawa mendengar ucapanku, seperti mendengar lelucon.

"Apa ada yang lucu Bright?"

"Kau sangat to the point sekali ya? tapi kau menilai ku seperti seseorang yang menuntut balasan?" kata Bright disela-sela tawanya.

"Jika aku boleh berkata jujur, aku tidak tau. Tapi selalu ada harga yang harus dibayar bukan ketika kita melakukan sesuatu?" Bright tertawa lagi, kali ini lebih keras. lagi-lagi aku tidak sedang melucu. 

"Aku hargai niat baikmu yang ingin membalas 'kebaikanku', tapi kau tidak perlu membalasku Win. Aku membantumu dengan tulus" 

"Makasih kalo gitu, dan bisakah aku meminta bantuanmu sekali lagi?" 

"Bantuan apa Win?"

"Bisakah kau mengantarkan ku kembali ke club kemarin?"

Bright tidak langsung menjawab, tawanya pun hilang. Aku menunggu jawabannya dengan perasaan yang berdebar 

"Bagaimana jika aku mengantarkanmu ke tempat lain? rumah mu misalnya?" Bright balik bertanya.

"Aku tidak memiliki rumah Bright" jawabku dengan suara yang pelan 

"lalu dimana kau tinggal?"

"Sejak kecil aku sudah hidup sendirian, aku selalu berpindah-pindah"

"kalau begitu mulai saat ini kau tinggal bersamaku." putus Bright

"tapi Bright..."

"tidak ada, tapi-tapian Win! bagaiman jika nanti kau bertemu dengan Alpha-Alpha brengsek itu lagi?" 

Setelah percakapan itu aku selalu mencoba membujuknya untuk membiarkan ku pergi, dan setiap kali itu pula Bright mengalihkan pembicaraan atau malah pergi begitu saja. 

Selama aku tinggal bersama Bright, dia selalu membuatkanku makanan menurutnya ekspresiku saat memakan masakannya selalu jujur, aku selalu dijadikan kelinci percobaan untuk setiap makanannya yang hampir semuanya enak. Setiap kali Bright  memasak di dapur, dan aku selalu takjub dengan kelihaian Bright dalam mengolah makanan, hingga suatu hari aku melihat Bright kesakitan saat hendak meraih sesuatu di rak atas. 

"Bright,  kau kenapa?" tanyaku panik

"Tidak, tidak apa-apa." aku tau pasti punggungnya sakit, dia selalu membiarkan aku tidur di ranjangnya, sedangkan dia tidur di sofa.

"Bright, aku mau buat penawaran!" 

Bright menandangku heran

"Aku berjanji tidak akan memohon-mohon untuk pergi dari sini asal kau mau tidur di ranjang!"

"Tapi..."

"Aku tidak mau mendengar alasanmu! kau sudah menyiksa punggungmu" Bright diam dan tidak membalas ucapanku. 

Bright malam itu mencoba untuk tetap tidur di sofa, saat aku memasuki kamar dan melihat itu. aku segera berbalik keluar dari kamar dan berjalan menuju pintu depan. Aku tidak main-main dengan ucapanku. Ketika aku sudah berhasil membuka kunci pintu dan membuka pintu untuk pergi, Bright menahan tanganku.

"Baiklah-baiklah, aku akan di tidur di ranjang" katanya. 

Aku memasang senyum kemenangan, menutup pintu dan menguncinya kembali. kemudian aku berjalan ke kamar. Kali ini aku berjalan ke arah sofa dan menjatuhkan badanku di sofa, selama ini aku sudah menggunakan ranjangnya untuk tidur. Sekarang bagianku untuk tidur di sofa dan dia tidur ranjang. 

Keesokannya, aku terkejut karena terbangun diatas ranjang. Bagaimana bisa aku berakhir di ranjang? Aku menoleh ke samping untuk mencari Bright namun tidak menemukannya di sampingku.

"pukul berapa sekarang?" kataku sembari menoleh ke arah jam dinding.  

"oh tidak! sudah pukul sembilan" aku segera bangkit dan membuka tirai kamar, mataku mengerjap-ngerjap belum terbiasa dengan cahaya yang terang dari luar. aku membersihkan diriku di kamar mandi lalu keluar dari kamar.

"Oh, kau sudah bangun" seru Bright yang sedang duduk di ruang tengah sedang membuka laptopnya, sepertinya dia sedang bekerja. Bright sering menghabiskan waktunya di depan laptop untuk waktu yang lama, tapi aku tidak pernah tau pekerjaan Bright itu apa, dan aku juga tidak berniat untuk mencari tau.

"Kenapa aku bisa bangun di atas ranjangmu lagi?" tanyaku langsung pada Bright

"Aku yang memindahkanmu ke ranjang"

"Kenapa kau pindahkan aku ke ranjangmu?"

"Menurutmu tidur di sofa itu tidak nyaman, tapi mengapa kau memilih untuk tidur di sofa hmm?" 

"Bright. kau sudah berhari-hari tidur di sofa, lagian aku ini hanya menumpang bagaimana bisa aku dengan tidak tau dirinya tidur di ranjang sedangkan kau, pemilik ranjangnya malah tidur di sofa" 

"Begitu ya.. hmm" Bright terlihat berpikir kemudian bertanya padaku 

"Bagaimana jika aku membiarkanmu tidur di ranjangku karena aku menghormatimu sebagai tamuku? tidak mungkinkan aku membiarkan tamuku tidur di sofa?"

"Tapi, kau sudah memaksaku untuk tinggal, jadi aku bukan tamu lagi dong?"

"Iya, tapi bukan berarti aku akan membiarkanmu tidur di sofa"

"Jadi aku harus tidur dimana?"

"kau tidur di ranjang, bersamaku"

Aku terdiam, bingung harus membalas apa.

"Ayo ke dapur, Aku akan membuatkanmu sarapan" belum sempat aku melangkahkan kakiku, aku sudah terlebih dulu ditarik ke dapur dan di dudukan di kursi pantry.

"Apa kau lagi-lagi menungguku bangun untuk sarapan Bright?"  tanyaku pada Bright

"Iya, aku senang sekali bisa menyantap makananku dengan seseorang yang menemaniku" jelas Bright

"Maafkan aku selalu bangun siang, jadi kau selalu terlambat untuk sarapan" aku benar-benar tidak enak, setiap hari Bright selalu bangun lebih awal dariku. Aku tidak tau dia bangun jam berapa, karena aku tidur seperti orang mati. 

Pernah suatu hari ketika aku harus bekerja part time untuk memenuhi kebutuhan hidupku yang berpindah-pindah, rekan kerjaku berusaha membangunkan dengan membunyikan suara-suara, tapi tidurku tidak terusik sama sekali.

 Pernah juga aku dipecat karena tidak bisa menghalau maling yang masuk, saat itu, aku tidak memiliki tempat tinggal dan boss berbaik hati memberikan loteng atas sebagai tempat tinggalku tapi sebagai gantinya aku bertanggung jawab untuk mengunci dan mengecek keamanan tempat itu, malam itu aku sudah mengunci semua pintu dan jendela dan melakukan pengecekan lagi sebelum aku tidur. naasnya kawanan maling bisa menerobos masuk dengan memecahkan kaca, saat kaca pecah dan mereka mereka mengacak-acak tempat kerjaku aku sudah terlelap.

Tuk

Aku yang tersadar dari ingatanku langsung disodorkan sepiring pancake yang disiram dengan madu dan potongan stawberry diatasnya. Baunya enak sekali hingga rasanya aku bisa neteskan air liur, tidak sabar untuk memakan sarapan yang dibuatkan Bright untukku. Aku bangkit dari dudukku dan segera mengambilkan alat makan untukku dan Bright. Setelah itu aku duduk manis, menunggu Bright untuk duduk agar aku bisa mulai memakan makanan yang ada di hadapanku. 

"Thank God! i could still eat delicious food" kata ku sembari menangkupkan kedua tangan di hapadanku sebelum menyuapkan makanan ke dalam mulutku

Bright tersenyum melihat ritual baru ku yang hampir ku lakukan sebelum memulai memakan masakan yang dibuat Bright.


~~~

Part three is done


THE MATELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang