Part Four

55 2 7
                                    

Bright

Setelah usahanya untuk pergi dari rumah berhasil ku gagalkan, Win lebih memilih untuk tidur di sofa yang  biasa ku gunakan. Aku sangat tau tidur di sana sangatlah tidak nyaman, dengan tinggi badan kami yang tidak jauh berbeda membuat kaki Win juga menggantung. Namun saat aku ingin memindahkan tubuhnya, tiba-tiba Win bergerak menekuk kakinya agar dapat tertidur dengan nyaman dalam space yang menurutku kecil. Lama ku perhatikan posisi tidur Win yang menurutku sangat tidak nyaman itu, dan setelah yakin Win sudah tertidur pulas aku mengangkat tubuhnya lalu membaringkannya ke ranjang tak lupa menyelimuti tubuh Win hingga leher. 

Saat aku ingin beranjak dari ranjang, Win menggapai tanganku dan menariknya hingga tubuhku jatuh menimpa Win. Aku sangat panik, bagaimana jika Win bangun dan aku dituduh melakukan pelecehan? aku berusaha melepaskan tangan Win. Namun semakin aku berusaha untuk melepaskan tangan itu semakin erat tangan Win memeluk lenganku. Akhirnya aku mengalah dan memilih membaringkan tubuhku tepat di samping Win. 

Tubuh Win yang ku baringkan dengan posisi telentang berubah miring ke arahku dan bergelung pada tubuhku, posisi tidurnya kembali menekuk seperti ketika dia tidur di sofa tadi. Selama kami berbagi kamar, aku tidak pernah menyadari posisi tidur Win yang seperti ini. Cukup lama aku pandangi Win yang tertidur, hingga rasa kantuk datang, aku berusaha untuk melepaskan pelukan Win pada lengan ku lagi, tapi masih gagal. Mau tidak mau aku harus tidur dalam keadaan seperti ini. 

Suara burung membangunkan ku dari tidur, aku melirik jam yang menunjukan pukul enam pagi. Win sudah melepas pelukannya di lenganku, bahkan sekarang dia sudah memunggungi ku. Aku segera bangkit dari ranjang dan melakukan rutinitas pagi yang selalu ku lakukan yaitu jogging selama 30 menit, lalu mandi dan menyiapkan sarapan di dapur untukku dan Win. Biasanya aku selalu membeli sarapan terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah dan mandi, tapi setelah keberadaan Win aku lebih senang memasak untukku dan untuknya di rumah. Win yang selalu bangun jam sembilan pagi membuat waktuku untuk mengolah makanan menjadi lebih leluasa. 

"Mau masak apa ya hari ini?" kata ku sembari membuka kulkas. 

Saat sudah mengeluarkan adonan pancake dari kulkas, ponselku berdering. Aku menghentikan aktivitasku dan berjalan ke ruang TV tempat dimana aku menaruh ponselku. Ternyata itu adalah bunyi itu bukan panggilan telpon melainkan alarm pengingat untukku agar melakukan Video Call dengan teman-teman dekat saat aku bersekolah. Kami selalu berkabar melalui Video Call setiap satu bulan sekali. Sangat tidak laki-laki sekali bukan?

Sekarang masih pukul tujuh lewat sepuluh menit, aku masih punya waktu untuk melakukan panggilan Video sebelum Win bangun. Aku langsung menyalakan laptop untuk melakukan panggilan video.

"Hi Guys!" kami bertiga serempak bersuara.

"wait, it should be four. where is Mew?" tanya Off

"I don't know man. but, we should know that workaholic ass is busy" balas Singto

Aku hanya tertawa mendengar percakapan kedua temanku, pertemanan kami berawal saat kami bersekolah di SMA yang sama. Meski begitu, kami berasal dari kelas yang berbeda. Kami adalah pembuat onar di kelas masing-masing.

~flashback~

"Siapa yang menyembunyikan penghapus papan tulis?" Tanya guru matematika yang saat itu sedang mengajar di kelasku.
Aku kesal sekali dengan kebiasaan dari guru ini, karena selalu memberikan soal yang jawabannya bila ditulis bisa memenuhi dua papan tulis dan hasil akhirnya adalah nol. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan dari guruku itu, mereka saling menoleh. Beberapa dari mereka yang mengetahui akulah pelaku dari hilangnya  penghapus itu memilih untuk bungkam dan berpura-pura tidak tahu, karena percaya atau tidak kami semua malas jika harus berhadapan dengan guru yang satu ini.

"Bright yang menyembunyikannya Bu!" Kata salah satu anak dari barisan pintar, atau bisa ku bilang barisan pintar cari muka. Karena barisan yang selalu duduk di bangku paling depan biasanya dengan senang hati maju ke depan untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Sehingga tak jarang dari mereka sering menjadi anak emas dari guru-guru yang mengajar di kelasku.
"Bright kembalikan penghapus itu!" Perintah guruku
"Aku tidak mengambilnya"
"Bohong! Aku melihat mu mengambil penghapus itu dan menaruhnya di dalam jas yang kau pakai" katanya dengan lantang
Aku memang menyembunyikannya di saku dalam jas ku hingga akhirnya ku putuskan untuk menyimpannya di tempat lain
"Aku tidak menyimpannya di dalam jas Bu! Jika Ibu tak percaya, Ibu bisa periksa jas yang ku pakai!" Aku melepaskan jas ku dan berjalan ke depan kelas untuk di periksa oleh guru matematika.
Setelah di periksa, guruku tidak menemukan penghapus itu di jas ku. Tentu saja teman yang mengadukan ku keheranan.
"Bagaimana jika Ibu memeriksa seluruh meja dan tas kami?" Saran ku pada guru matematika
"Periksa meja dan keluarkan isi tas kalian!" Perintah guruku sembari berjalan ke belakang kelas lebih tepatnya ke meja tempat ku duduk dan memeriksa meja dan tas yang ku bawa.
Tak ada satu pun yang menemukan penghapus itu di meja dan tas mereka kecuali anak yang mengadukan ku pada guru matematika ini. Ketika dia mengeluarkan isi tasnya, keluar pula lah penghapus yang jatuhkan saat berjalan ke depan kelas.
Guruku melihat penghapus itu keberadaan penghapus itu, lalu memarahi anak itu mengatakan bahwa jangan menyalahkan orang atas kesalahan yang diperbuat. Aku memberikan senyum mengejek padanya, hal itu membuatku mendapat tinju di pipi. Aku yang tidak terima tentu saja membalas tinjunya. Kami saling hajar hingga guru ku melerai dan memberikan kami hukuman sepulang sekolah.

Di ruang hukuman inilah, aku bertemu dengan ketiga kawanku. Hukuman kami adalah merapikan susunan buku di perpustakaan. Mendengar perpustakaan, aku segera memikirkan rute pelarian dari ruang hukuman menuju gerbang belakang. Tepat setelah guru itu meninggalkan ruangan aku berjalan diurutan paling belakang dan seolah mengikuti guru itu ke perpustakaan, begitu kurasa aman akan menahan langkah ku dan mengendap-endap untuk pergi ke gerbang belakang. Ternyata tiga dari tujuh orang yang menjalani hukuman berpikiran yang sama dengan ku. Walau tidak saling kenal kami masing-masing memberikan kode mata untuk mulai berlari. Menyadari suara lari kami guru itu langsung berteriak "Bright, Mew, Off, Singto! Kembali kemari sekarang juga!" Tentu saja kami menghiraukan teriakan itu dan terus berlari dan kemudian memanjat gerbang belakang sekolah. Setelah berhasil memanjat kami bersembunyi di tempat yang memang di jadikan tempat untuk kabur dari sekolah.
"Luar biasa ini adalah pelarian dari sekolah paling keren yang pernah kulakukan!" Kata ku sambil terengah-engah
"Setuju, biasanya aku menjadi satu-satunya anak yang kabur dari hukuman!"
"Ini pertama kalinya aku bertemu orang yang memiliki pemikiran yang sama dengan ku"
"Yeah! Most of them are too coward to flee"
Kami berempat tertawa bersama
"Aku Bright"
"Aku Mew"
"Aku Singto"
"I'm Off"
Bahkan mengenal kan diri pun kami lakukan secara bersamaan. Sungguh tak terduga.
~flashback end~

"How is life"
"Man! Live is so magical! Finally, i found my mate" jawab Off bersemangat
"Yeah, me too" Singto mengiyakan pernyataan Off
"How 'bout you, Bright?
"I guess my life is fine" jawabku seadanya.
"Haven't found mate yet huh?" Tanya Off
"Yup"
"That's sucks man! Btw, in 3 month don't forget to attend the reunion" kata Off
"Don't forget to bring the mate though" sahut Singto
"Duh, that's a must!" Balas Off
"Is it fine to bring myself only?"
"Don't take it personally Bright, but, i just want to introduce my mate to you guys"
"Yeah don't take it seriously"
Kami berempat selalu berbicara dalam bahasa Inggris jika Off ikut dalam percakapan, bukannya Off tidak bisa berbahasa Indonesia, hanya saja dia pernah di ejek oleh teman-teman SMP nya karena logat bahasa Indonesianya yang menurut teman-temannya aneh. Sejak saat itu dia tidak mau berbicara dalam bahasa Indonesia kecuali dalam keadaan terpaksa.

"Guys, i have to ended this call. I need to make breakfast" jelas ku pada mereka, saking asiknya mengobrol tak jelas waktu sudah menunjukkan pukul 8.50, sebentar lagi Win akan bangun. Aku harus membuat sarapan kami yang tertunda.
"What? Is weird... You always have your breakfast before 7" tanya Off
"Yeah... Something changed"
"For better or worse?" Tanya Singto
"I hope it's for better"
"What is it?" Off masih penasaran dengan perubahan kebiasaan ku.
"I'll tell you when time is right, see you guys in three months! Bye" kataku sambil memutus panggilan video, karena aku sedang membuka laptop sekalian saja aku mengecek email, siapa tau ada hal penting yang harus aku kerjakan. Tak lama, aku mendengar suara pintu terbuka dan Win keluar dari kamar.

THE MATELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang