Part Eight

35 3 0
                                    

Bright

Sudah beberapa malam berlalu setelah aku menyentuh Win dengan tidak sengaja. Aku benar-benar bingung bagaimana cara untuk bersikap dihadapan Win. Walau aku mencoba untuk bersikap seperti sebelum semua itu terjadi, Aku justru merasa bersalah untuk terus berada di sekitaran Win, namun rasa nyaman yang sudah terlanjur terbentuk ketika bersama Win membuatku sulit untuk melepaskan diri rutinitas harian bersama Win.

Aku takut Win melihatku seperti sedang memberikan harapan padanya bila aku terus-menerus menunjukan rasa nyaman ketika dia sedang berada di sisiku. Tapi bila aku menciptakan jarak di antara kami apakah aku terlihat seperti lelaki yang ingin mencari kepuasan secara sexual tanpa berkeinginan untuk memiliki status hubungan yang jelas? Wait, aku tidak sedang menggantungkan hubungan ini kan?

Apakah hubungan ku dengan Win seperti hubungan tanpa status? Sepertinya aku harus membicarakan ini dengan Win. Aku tidak bisa membiarkan ini berlarut terlalu lama. Setidaknya jangan buat Win berharap apapun dari apa yang sudah terjadi.

Aku merutuki diriku mengingat apa yang terjadi malam itu. Jika aku tetap membuat benteng itu, ini semua tidak akan terjadi. Aku tidak perlu merasa canggung, atau menerka-nerka pikiran Win jika aku melakukan ini atau itu padanya. Kecanggungan yang nyata terjadi padaku pada Win adalah setiap malam sebelum tidur aku yang biasa menghabiskan waktu diatas ranjang dengan membaca kini lebih banyak menghabiskan waktu sebelum tidur di ruang TV, karena sejujurnya aku tidak pernah tau kapan waktu Win benar-benar tertidur. Ketidaktahuan ku tentang waktu tidur Win, menyebabkan aku selalu berada di ruang TV hingga larut malam, bahkan tak jarang aku malah tertidur di sofa dengan TV yang masih menyala.

~~~

Aku mendengar seseorang memanggil namaku dan menggoncangkan tubuhku

"Bright, bangun"

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali sebelum akhirnya bisa melihat siapa yang menggoncangkan tubuh.

"Ugh? Ada apa Win?" suara yang ku keluarkan terdengar aneh seperti kodok yang terjepit.

Aku melihat jam di dinding menjukkan pukul sembilan pagi, jarang sekali aku bangun sesiang ini. Win pun terlihat seperti sudah mandi dan aku seperti mencium wangi makanan.

"Sepertinya kau tertidur di depan TV lagi" mendengar perkataan Win yang aku bisa lakukan hanya menganggukkan kepala. Entah sampai jam berapa aku tidur malam tadi, sampai kepalaku terasa pusing, dan badanku sangat pegal pagi ini. Aku mencoba duduk di sofa dan memberi ruang bagi Win untuk duduk disampingku.

"aku sudah menyiapkan sarapan" kata Win yang setelah itu dia langsung pergi melangkah ke arah ruang makan.

"bukankan dia lebih senang bila makan di pantry?" tanyaku dalam hati lalu masuk ke kamar untuk mencuci muka dan sikat gigi.

Pagi ini tidak seperti pagi biasanya, aku tidak akan mandi sebelum sarapan karena badanku yang sedang tidak enak. Dengan wajah yang sudah mulai terlihat fresh aku mengganti pakaianku semalam dengan pakaian baru dan berjalan kearah Win melangkah. Aku bisa melihat meja makan yang jarang digunakan ini diatasnya telah tersaji menu sarapan pagi ini. Aku belum pernah melihat kemampuan Win dalam mengolah makanan, namun melihat dari tampilannya makanan yang ada di hadapanku sepertinya sangat menyakinkan, aku berjalan ke kursi kosong dihadapan Win. Di hadapan ku tersaji sarapan ala Amerika yang terdiri dari telur yang di scramble, bacon, sosis, beberapa helai roti dan selai tak lupa pancake dengan sirup blueberry. Untuk minumannya aku bisa mencium wangi kopi yang baru saja di seduh oleh Win. Aku tak sabar ingin mencicipi ini semua.

"Sudah beberapa hari ini, aku merasa kau seperti menjauhiku Bright" kata Win di potongan terakhir pancake yang sedang ku makan. Aku menaruh kembali pancake itu ke piring dan membuang napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Win.

"Maafkan sikapku beberapa hari ini yang terkesan seperti sedang menjauhimu Win, aku sama sekali tidak bermaksud melakukannya"

"Lalu apa yang kau maksud Bright? Apa kau sekarang telah berubah pikiran dan..."

"Tidak! Aku akan pernah mengusirmu. Aku... aku hanya bingung dengan... kita"

Setelah mengutarakan kebingunganku, aku dan Win terjebak dalam keheningan yang panjang.

"Menurutmu kita ini apa Bright?" tanya Win dengan suara yang lirih, memecah keheningan.

Keheningan kembali mengisi ruang makan.

"entahlah Win, aku..." aku berusaha menjelaskan apa yang sedang kurasakan pada Win, namun belum sempat kata-kata itu keluar Win memotong ucapanku,

"Bright, apakah kau menyesal dengan keputusan mu yang membiarkanku tetap tinggal di tempat tinggal mu?" tanya Win

"Jika iya, beritahu aku sekarang dan besok biarkan aku yang tidur disofa di depan tv, setidaknya itu adalah hal yang sepatutnya terjadi mengingat aku hanya menumpang tinggal di tempat tinggal mu" lanjut Win

"tidak, tidak sama sekali... aku hanya takut kau mengharapkan aku melakukan sesuatu untuk mu setelah aku melakukan hal yang tidak seharusnya ku lakukan padamu"

"Berharap kau melakukan apa untukku Bright? Jika kau benar-benar tidak merasa nyaman dengan keberadaanku, katakan dan aku akan pergi dari hadapanmu"

"BERHENTI BERKATA KAU MENYUSAHKAN AKU DAN KAU AKAN PERGI WIN!" aku kesal mendengar dia berkata pergi, pergi dan pergi.

Win terlihat sangat terkejut mendengar nada suara ku naik beberapa oktaf.

"Aku hanya takut... jika kita telah sama-sama menemukan mate, sikap pasangan kita terhadap salah satu dari kita adalah benci. Aku terlalu nyaman untuk melepaskan mu pergi Win"

"Jadi kau takut pasanganmu akan cemburu olehku? Aku melakukan apa hingga membuat pasanganmu nantinya cemburu? Kau harus menjelaskan sendiri apa arti diriku bagimu pada pasanganmu!"

Benar. Selain hanya karena kami pernah melakukan hubungan intim dan kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi, tidak ada yang harus ku khawatirkan. Hubungan kami hanyalah sebatas teman.

"Jadi apakah aku masih bisa tinggal atau..." tanya Win memecah pikiranku

"Sampai kapan pun tak ku izinkan kau pergi dariku Win, dan untuk masalah yang membuat kita canggung ini bagaimana jika kita menganggap hal itu tidak pernah terjadi?" aku melihat terjadi perubahan pada raut muka Win. Ekspresinya menjadi sulit terbaca dan hanya memberi respon dengan menganggukan kepalanya. 

Setelah itu tidak ada lagi respon balasan dari Win, dan aku pun melanjutkan suapan terakhirku. Begitu aku selesai makan, aku baru menyadari bahwa piring yang ada di hadapan Win bersih dan kosong, namun ketika aku hendak bertanya apakah dia sudah makan atau belum Win malah berdiri dan membawa piring-piring kotor itu ke dapur. 

"Ada apa dengan Win?"  

THE MATELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang