4

44 8 1
                                    

Akhirnya update jugakk
Happy reading sahabatt(◍•ᴗ•◍)❤

























"Gak becus ya kamu jagain anak ini! Sakit ujung-ujungnya minta biaya sama saya! Kamu juga, kenapa selalu bikin sial, hah?! Kamu pikir cari uang itu gampang?!"

Nira hanya terdiam dan menunduk dalam posisi berbaringnya.

"Gak boleh gitu. Dia juga anak kamu!" Cegah sang bunda.

"Cih, anak saya?! Kerjaannya cuma bikin susah! Mati aja sekalian!" Hardik Jackson, sang ayah.

"Mas! Jaga bicara kamu!"

Nira memejamkan mata. Sebenarnya pemandangan ini sudah biasa. Dulu, ia sering melihat orang tuanya ini gak akur.

"Jaga bicara apa?! Kenyataannya emang seperti itu. Coba kalau anak ini gak di lahirkan sama ibunya, gak akan keluarga kita kaya gini!"

Nira terdiam. Kini beribu-ribu pertanyaan di otaknya mulai bersarang.

"Mas!"

"Halah sudahlah!"

Lalu Jackson pergi dengan membanting pintu ruangan. Beruntung saat ini hanya ada Nira di ruangan. Belum diisi oleh pasien baru.

"Nira sayang, maafin ayah ya? Ayah emosi karena dia juga khawatir sama kamu," Sunmi, sang bunda mengusap surai sang anak.

Nira hanya tersenyum kecil. Bohong. Selalu itu yang di ucapkan bundanya. Khawatir. Padahal ia tau betul bahwa memang ayahnya tak mengharapkan dirinya. Waktu kecil pun, dia lebih sering menghabiskan waktu bersama bundanya. Ayahnya hanya memanjakan Minhyun juga Junkai.

"Gapapa bunda. Mending bunda pulang dulu aja. Bunda pasti capek pulang kerja langsung kesini," ucapnya.

"Kamu sendirian? No. Bunda mau nemenin kamu," tolak bundanya.

"Tapi bunda, bunda harus istirahat. Kalo gak, bunda bisa sakit. Nira gamau bunda sakit," jelas Nira.

Sang bunda menghela napasnya, dia mengecup kening Nira.

"Oke, bunda pulang. Tapi nanti malem bunda kesini lagi ya?"

"Gausah bunda. Nanti repot kalo bunda mau berangkat kerjanya. Temen-temen mau kesini kok bun," ucap Nira meyakinkan.

Padahal engga.

"Yaudah. Nanti Minhyun aja yang kesini. Kebetulan kan dia jadwal kuliahnya siang. Jadi bisa nemenin kamu sementara. Bunda pulang ya? Kamu baik-baik disini. Kalo perlu apa-apa, kamu panggil dokter aja."

Nira mengangguk. Setelah berbasa-basi, bundanya pun keluar dari ruangan.

Menghela napas, Nira memukul dadanya berkali-kali. Ia merasa sesak, sungguh, rasanya sakit dia harus menahannya.

"Nira emang anak pembawa sial. Nira penyakitan. Kenapa Nira harus lahir di dunia ini? Kenapa Nira harus merasa gak dianggap sama ayah? Kenapa harus Nira penyebab ayah sama bunda cerai? Kenapa bang Junkai jadi kasar? Kenapa Haechan ninggalin Nira?"

Air matanya terus keluar. Isakan kecil terdengar.

"Sakit. Nira gak mau lagi hidup di dunia ini," lirih Nira. Perlahan ia terbaring lemah di brankar. Bibirnya masih mengeluarkan isakan kecil.

"Coba kalau anak ini gak di lahirkan sama ibunya? Apa maksudnya? Apa Nira bukan anak kalian?"

Kepalanya berdenyut. Ia mengepal tangannya kuat. Masih belum benar tapi, kenapa Nira merasakan amat sakit di hatinya?

🌞🌞🌞

"Mau kemana si? Buru-buru amat lo," tanya Mark saat melihat Haechan dengan terburu membenahi barangnya.

"Ke rumah sakit," jawabnya cepat.

Mark hanya mengangguk ngerti. Haechan yang sudah rapi lalu menepuk pundak Mark.

"Duluan gua," lalu Haechan keluar kelasnya.

Namun, baru saja dia melangkah tiga kali, pekikan seseorang membuat langkahnya terhenti. Haechan mendengus sebal.

"Haechan!!"

Dia Nancy. Ah, ingatkan pada Haechan bahwa dia sangat tidak menyukai gadis bule ini.

"Apa?" Tanya Haechan ketus.

"Kita pulang bareng lagi kan? Nanti anter aku ke mall dulu ya. Ada diskonan make up."

Haechan memutar matanya malas, "Gak bisa. Gua sibuk. Minggir," ucapnya dingin.

"Ihh! Kamu mau ngapain sih? Main game lagi?"

"Ga usah kepo. Minggir, gua buru-buru."

"Gak mau! Kamu harus nganter aku. Kalo ngga--"

"Lo ngadu ke bokap gua? Aduin sono. Ga peduli," ucap Haechan acuh.

Nancy menghentak kakinya sebal, "Haechan, inget ya, kalo aku ngadu ke om Leeteuk, aku pastiin semua fasilitas kamu bakal di sita. Juga, jangan lupain saham ayah kamu itu lagi menurun dan butuh bantuan papaku."

Haechan meraup wajahnya. Sungguh, kali ini ia benar-benar marah dengan ayahnya itu. Hanya demi perusahaan, dia dengan gampangnya menyuruh Haechan putus dengan Nira dan harus mendekati anak gadis dari rekan kerjanya, ya Nancy.

Padahal, mama Haechan sangat sayang kepada Nira. Namun, keputusan yang di buat ayahnya mutlak.

"Bisa gak lo gak usah ngancem? Gua mau ke rumah sakit jenguk orang. Lo bisa nunggu gua abis jenguk kalo mau belanja."

"Ga mau! Aku maunya sekarang! Lagian siapa sih yang mau kamu jenguk? Si anak penyakitan itu? Cih, bentar lagi juga dia mati!"

"Nancy! Jaga bicara lo!" Bentak Haechan.

Nancy mengendikkan bahunya acuh, "Ga peduli. Ah, aku baru inget kalo mamanya si penyakitan itu kerja di kantor papa. Wah, kayaknya kalo aku nyuruh papa buat mecat mamanya, seru nih," Nancy tersenyum licik.

Haechan menggeram kesal. Cukup, dia tak mau membuat Nira semakin menderita hanya karena ancaman konyol Nancy.

"Oke, fine. Pergi sekarang dan jangan lo gangguin Nira!"

Nancy memekik senang. Dia menggandeng tangan Haechan dan membawanya ke parkiran.

🌞🌞🌞

Nira sedari tadi mengecek ponselnya berkali-kali. Terakhir, Haechan membalas akan menjenguknya sepulang sekolah.

Tidak, bukan Nira terlalu berharap, namun, apa salahnya kalau ia butuh teman untuk menemaninya sementara menunggu Minhyun datang?

Minhyun barusan memberi kabar bahwa dia harus ikut kelas malam. Junkai? Entahlah. Dan bundanya, barusan menelepon kalau ia ada meeting dadakan bersama bos nya.

"Gini banget ya? Ternyata di php in itu sakit banget," gumam Nira pelan.

Perlahan Nira menghela napas dan meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia juga menaikkan selimutnya sendiri.

Pikirannya lalu berkecamuk. Perlahan-lahan, Nira seakan mengetahui potongan hidupnya yang lalu. Tentang siapa dirinya dan apa hubungannya dengan kehidupan saat ini.

















Tbc.
Maafkan update satu doang dan tidak sesuai ekspektasi kalian:( ini juga update posisi lagi di pondok wkwk.

See you next time~

Mantan, HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang