7

37 4 0
                                    

"Assalamualaikum bunda, Nira pulang," ucap Nira sambil masuk ke dalam rumah.

Saat sampai ruang tengah, ia melihat Junkai disana. Menonton tv dengan mata terfokus pada ponselnya.

"Bang," Nira mengulurkan tangan. Bermaksud untuk menyalaminya. Syukur, Junkai menyambut tangan itu.

"Bunda belum pulang. Bang Minhyun lagi ngampus. Lo kalo mau makan di meja udah disiapin."

Nira tersenyum. Walau sebenarnya tak akur, tapi Nira yakin dengan sangat bahwa Junkai ini diam-diam menyayanginya. Hanya, sikapnya yang acuh menutupi itu semua.

"Nanti aja. Nira mau disini dulu. Boleh, kan?"

Junkai hanya berdeham sebagai jawabannya.

"Bang, mau cerita boleh?"

Melirik sekilas, "Curhat?" Tanya Junkai yang langsung di angguki oleh Nira.

"Bang, sebenernya Nira udah putus lama banget sama Haechan. Dia yang mutusin. Di lapangan pula pas jam istirahat. Malu kan bang? Pasti. Tapi Nira bisa apa? Walau sebenarnya masih sayang banget tapi gak mungkin kan? Apalagi ayahnya ngelarang keras buat ketemu sama Nira."

Nira menjeda sejenak. Junkai tetap diam menunggu kelanjutan cerita adiknya ini.

"Tadi di kantin, semeja bareng. Gatau kenapa dia dateng. Awalnya ada Herin, Ningning, dan Lami tapi mereka pergi duluan. Awalnya Nira sama Haechan ngobrol biasa dan sampai Haechan ngungkit masalah balikan. Nira gak terima karena dia udah sama yang lain. Nira gak mau di sebut perusak, bang," jelas Nira denagn suara parau.

"Hati Nira udah terlampau sakit karena ayah. Ditambah, perkara Haechan, sakit banget rasanya sampe Nira rasa Nira udah gak mampu."

Junkai menghela napas. Dia meletakkan ponselnya dan membawa Nira kedalam pelukannya.

Pertama kali di peluk oleh Junkai dalam hidupnya.

Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Junkai. Hanya ada usapan hangat di rambutnya. Itu lebih dari cukup. Saat ini ia hanya butuh ketenangan.

"Makan. Nanti lo sakit lagi bikin repot orang serumah."

Nira menggeleng pelan. Junkai akhirnya hanya bisa mengiyakan. Toh, kalau lapar nanti dia akan makan dengan sendirinya.

"Kalo dengan ketemu Haechan bikin lo sakit hati, sebisa mungkin lo menghindar. Kalo gak bisa menghindar, coba bersikap acuh."

Nira mendongak dan menatap Junkai penuh tanya.

"Kalo lo sakit, gue ikut sakit. Semua karena gue sayang sama lo."

🌞🌞🌞

Semua berjalan sesuai waktu. Saat dimana orang bilang akan ada cobaan dalam suatu hubungan, aku tak percaya. Sampai dimana aku merasakannya. Hingga berpisah. Itu bahkan sangat sakit. Satu masalah datang, masalah lain ikut datang. Waktu dimana kita berkenalan, jalan beriringan, sampai bergandengan tangan, kini hanya menjadi kenangan. Terimakasih untuk waktu luang yang kau berikan. Terimakasih untuk bahu yang senantiasa kau tawarkan. Terimakasih pula untuk pelukan hangat yang kudapat saat aku sedang merasa lemah. Aku, kamu, sampai menjadi kita hingga kembali lagi seperti opsi pertama dan kedua. Walau sulit, aku akan mencoba menghapus jejak tentangmu. Thanks for everything, Haechan Lee.

Setelah menutup buku diary nya, Nira kembali berbaring di atas kasurnya.

"Ayo, Nira! Semangat!"

Beranjak, ia mengambil sesuatu dari nakas. Mengambil semua kenangan manis yang telah terkumpul selama dua tahun lebih.

Tok tok

Mantan, HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang