11

29 1 0
                                    


Bunda terisak pelan setelah mendengar semuanya. Mantan suaminya itu benar-benar kejam. Sedangkan Minhyun, dia menunduk sambil mengepalkan tangannya. Urat-urat nya pun tercetak dengan jelas. Pertanda bahwa ia sangat marah saat ini.

"Nira butuh darah. Golongannya O rhesus negative. Pihak rumah sakit gak ada stok lagi, kita cuma bisa nunggu aja," lanjut Junkai.

Mendengar itu semua langsung mendongak menatap Junkai yang kini menunduk pasrah.

"Bang, dokter bisa kok ambil darah gue. Gue kebetulan juga O rhesus negative," timpal Renjun.

Semua kini menatap Renjun.

"Lo yakin?" Tanya Minhyun.

"Iya, gue juga merasa bersalah disini. Sudah seharusnya gue menolong Nira."

"Jangan. Jangan kamu lakuin itu, nak Renjun. Kamu juga korban disini, nak," ucap Bunda.

"Gak apa-apa, tante. Saya juga merasa harus bertanggung jawab. Biar saya aja yang mendonorkan," Renjun lalu berdiri dan menuju ruangan dokter yang menangani Nira.

🌞🌞🌞

"Nira, ayo bangun."

Itu Haechan. Dia telah menunggu Nira siuman setelah tadi pendonoran darah Renjun kepadanya berhasil.

"Maafin gue, gue gak becus jaga lo. Lo gak lagi menyurahkan semuanya ke gue. Maaf, gue egois."

"Nira, gue sayang lo. Selalu, sampai kapanpun itu. Jadi, ayo bangun ya, Ra?"

drrrt

"Kenapa?"

"Ada dimana kamu?"

"Apa urusan ayah? Gak usah tanya-tanya aku dimana."

"Pulang. Udah 3 hari kamu gak pulang. Nancy bilang juga dia gak liat kamu di sekolah. Dimana kamu anak nakal?"

"Dimana pun aku, ayah gak perlu tau. Dan satu lagi, aku bakal tolak perjodohan ini. Sekeras apapun ayah, aku gak akan nerima. Masa bodoh dengan semua fasilitas dan tahta. Aku gak peduli."

bip.

Haechan langsung memutuskan sambungan teleponnya. Dia menghela napas dan mengacak rambutnya pelan. Tertunduk sambil menahan amarah yang ingin memuncak.

Dia terus memejamkan matanya sampai sebuah tangan mengusap kepalanya.

"Ni--nira?"

Yang terpanggil hanya bisa tersenyum dibalik alat bantu napasnya. Sesekali meringis tertahan.

"Se--sebentar. Gua panggil dokter dulu," Haechan hendak beranjak, namun dengan cepat Nira menahannya.

"Ga perlu, lo disini aja," Ucap Nira pelan.

Haechan tersenyum dan mengusap surai Nira penuh kasih.

"Maaf, gue gak bisa jagain lo lagi. Maaf gue gak bisa jadi tempat lo berkeluh kesah lagi. Maaf karena udah bikin lo jadi memendam semuanya," ucap Haechan.

"Lo gak salah. Hidup gue cuma terlalu banyak bercandanya aja," jawab Nira pelan.

"Ra, jangan ngomong begitu. Jalani hidup yang ada, oke? Jangan sedih, gue selalu ada buat lo," Haechan mengusap pelan lengan Nira.

Mantan, HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang