Mencari Kebenaran

153 20 1
                                    

Aku terbangun di tempat yang sangat bercahaya. Tempatnya sangat luas. Cahaya itu dihasilkan dari warna putih yang melapisi tempat ini. Tempat ini juga sangat wangi. Wanginya itu, seperti... Ah, maaf aku tidak bisa mendeskripsikannya. Karena, aku rasa aku belum pernah mencium wanginya seperti ini sebelumnya. Anehnya, di sini tidak ada siapa-siapa selain aku. Aku melirik ke kanan dan ke kiri secara bergantian.

Tiba-tiba, aku mendengar suara langkah kaki dari jauh. Namun, perlahan-lahan mengeras. Aku awalnya berpikir mungkin itu suara langkah kaki seseorang. Tapi, semakin mengeras, aku merasa bahwa itu segerombolan orang.

Dengan rasa penasaran yang tinggi, aku berlari kecil mendatangi suara langkah kaki itu. Suaranya semakin kencang, begitu juga dengan lariku. Kemudian, suara langkah kaki itu menghilang. Ini juga membuatku berhenti berlari. "Siapa itu?" tanyaku dengan suara yang bergema. Ini seperti aku sedang berada di ruangan yang besar dan kosong. Tidak ada satu pun yang menjawabnya.

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundakku dari belakang. Seketika, aku langsung menoleh. Aku terkejut mengetahui siapa yang menepuk pundakku. Itu adalah ibuku. Bukan hanya ibuku. Ada kakak, ayah, Khao, Chimon, dan JJ. Mereka semua berpakaian putih-putih, sama sepertiku. Mereka menatapku sambil tersenyum.

"Kembalilah, Saint. Jangan lakukan hal bodoh itu lagi. Bunuh diri itu tidak menyelesaikan apapun. Malah hanya akan menambah masalah di akhirat." ucap ibuku tersenyum manis. Aku mengerutkan dahiku. Memikirkan apa yang sudah kulakukan?. Jujur saja, aku lupa dengan apa yang telah terjadi padaku. Sekilas, terakhir aku melihat cahaya mobil menyilaukan mataku. Lalu, setelah itu aku terbangun di tempat ini.

"Ibu, apa aku sudah meninggal?" tanyaku penasaran. "Belum, kau masih hidup. Coba rasakan detak jantungmu." jawab ibu kemudian meletakkan telapak tangan kananku di dada sebelah kiriku. Aku bisa merasakan detak jantung yang berdegup begitu kencang. Aku tersenyum mengetahui bahwa jantungku masih berdetak, menandakan kalau aku masih hidup. Aku sedang mengalami koma.

Aku ingin kembali ke tubuhku, lalu bangun untuk menyelesaikan semua ini. Hanya saja, pikiranku ini masih diamuk oleh ketakutanku sendiri. Aku bahkan tidak tau kenapa aku begitu takut untuk kembali hidup di dunia. "Kembali lah, Saint. Hidupmu masih sangat panjang. Cobalah untuk menghargainya." ucap ibuku lagi.

Lalu, setelah itu mereka semua berdiri mengelilingiku. Aku tidak tau apa yang akan mereka lakukan. Kemudian, mereka semua menyuruhku untuk menunduk dan melihat ke bawah. Lalu, aku diminta untuk memejamkan mata. Rasanya, sekarang aku seperti sedang dihipnotis.

Aku memejamkan mataku dan berusaha untuk rileks. "Setelah sepuluh detik, bukalah matamu, dan lupakan apa yang kau lihat di sini." kata ibuku. Aku menurutinya. Kemudian, aku mulai menghitung dari angka sepuluh sampai satu. Aku lebih suka menghitung mundur segala sesuatu. "Sepuluh..., sembilan..., delapan..., tujuh..., enam..., lima..., empat..., tiga..., dua..., satu..." aku membuka mataku pelan-pelan. Rasanya tubuhku langsung menjadi lemas. Kepalaku juga sangat sakit. Anehnya, jari-jariku tidak bisa langsung kugerakkan semua.

"Saint?" seorang gadis memanggil namaku. Dia melihat ke arahku sambil memegang pipiku. Dia bahkan menangis didadaku. Sayangnya, mataku masih buram, jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa gadis itu. Namun, dari suaranya, sepertinya aku mengenalnya.

"Aku sangat bersyukur kau sudah sadar. Aku pikir kau akan meninggalkanku." lanjut gadis itu. Saat dia memelukku, aku mencium wangi parfum yang menempel ditubuhnya. Sepertinya, aku tau siapa gadis ini. "Fon?" tanyaku lirih. Dia menatapku kemudian, tersenyum. Beberapa kali aku mengedipkan mataku, untuk melihat dengan jelas. Namun, tetap saja tidak bisa. Yang ada malah semakin buram.

Seketika, aku mengingat apa perkataan ibuku tadi. Aku harus bangkit untuk menyelesaikan masalah ini. Lalu, aku melepas masker oksigen yang tertempel diwajahku. Kemudian, berusaha bangun. Setelah itu, aku lepaskan pelan-pelan selang infus yang tertanam dibawah kulitku. Lalu, aku berusaha turun dari kasur dan berusaha berdiri tegap. Aku berjalan pelan, meskipun agak sempoyongan.

Meet The Guy At The Street [SaintZee] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang