DELAPAN

589 76 3
                                    

Sesaat aku terpaku akan pertanyaannya. Bukankah dia sudah bisa langsung melihat jika saat ini aku baik-baik saja. Apa kabar yang dia maksud, mengenai apa? kondisi fisikku atau bagian tubuh lainnya--yang tidak bisa dilihat tapi cukup sakit dirasakan.

"Kamu apa kabar?" dia mengulangi pertanyaannya.

"Oh... sehat" aku melihat anggukan singkat darinya sebagai tanggapan. Setelah itu kami sama-sama terdiam, aku yang sibuk dengan pikiranku sendiri mencoba mencerna pertanyaannya, hingga pesanan datang. Kami makan ditemani dengan kesunyian malam.

Tiba-tiba terdengar suara ponselnya berbunyi yang menandakan ada panggilan masuk.

Aku masih setia dengan nasi gorengku tidak mengalihkan perhatian, tapi cukup bisa mendengarkan apa yang dia katakan.

"Masih di luar, kenapa?" aku tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh orang di seberang sana.

"Oke, nanti ke situ. Tunggu aja Bell" Bell yang dimaksudnya itu, Bella kan? anak Pariwisata yang aku temui beberapa saat lalu di perpustakaan. Iyalah siapa lagi.

Entah kenapa, mendengar itu nafsu makanku menguar begitu saja. Mendadak aku ingin segera pulang.

"Kenapa? Nggak enak?" melihatku hanya mengaduk-aduk nasi.

"Oh bukan, udah kenyang aja" aku melihat nasi di piringnya sudah berkurang setengah.

"Cobalah beberapa sendok lagi, nanti kalo memang nggak bisa habis. Minta dibungkus, biar nggak mubazir!" aku hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

Kami kembali sibuk dengan piring masing-masing.

Aku berjalan di belakangnya sambil membawa bungkusan nasi gorengku yang masih tersisa cukup banyak. Hingga tiba di depan motornya.

"Kostannya udah dekat kok, jalan kaki aja" aku ingin segera melimpir dari hadapannya

"Nggak papa sekalian" yang langsung dicegahnya.

"Nggak usah, biar kamu bisa langsung pulang" aku sudah benar-benar akan meninggalkannya untuk berjalan kaki.

"Pulang sama aku Alenta!" itu jenis kalimat perintah yang kuketahui tidak bisa dibantah. Karena dia mengucapkannya dengan nada dingin. Aku benci mengakui jika sampai detik ini aku masih saja takut mendengarnya, nada bicara yang dulu ia gunakan jika tak mampu lagi membujukku dengan kalimat lembut.

Aku segera naik ke atas motor, tidak ada yang bersuara di antara kami. Sampai tiba di halaman kost. Aku langsung turun setelah mengucapkan terima kasih, hendak masuk ke dalam. Tanpa perlu sekedar berbasa-basi dengan menawarkannya untuk mampir.

"Al..." aku menoleh ke arahnya, menatap dengan raut wajah tanya. Dia masih diam memandangiku.

"Jangan suka berasumsi, kamu boleh bertanya jika ingin tau sesuatu" aku masih diam di tempat, sampai dia melanjutkan lagi.

"Selamat malam, aku pulang" dia bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk merespon ucapannya karena langsung pergi begitu saja.

Aku berjalan memasuki kostan dalam keadaan gelap. Karena saat ini waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Terserah! Aku tidak akan memikirkan lagi ucapannya tadi, karena yang ini kulakukan sekarang hanya tidur.

***

Hari libur, biasanya aku habiskan untuk maraton drama atau membaca novel. Tapi tidak untuk hari ini.

Pagi tadi, Brilian datang ke tempatku untuk mengajak pergi--yang katanya aku harus sesekali keluar untuk melihat dunia. Lo kira gue tinggal di planet mana. Maka di sinilah kami, sedang menunggu pintu teater dibuka.

Hold MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang