ENAM BELAS

462 52 3
                                    

Suara ramai menyambutku ketika tiba di depan ruang kelas pagi ini. Ada yang sedang asik berlari-lari, ada yang tengah menuangkan isi kepalanya dengan mencoret-coret papan tulis dan ada juga yang sedang berdongeng yang disaksikan oleh teman-temannya.

Ketika aku melangkah masuk, mereka semua seakan terhipnotis karena kehadiranku tapi itu hanya berlangsung sepersekian detik. Sebab setelahnya mereka berhamburan ke tempat duduknya masing-masing.

Aku melihat ke arah mereka satu persatu mengamati ekspresi mereka, ada yang penuh tanya, ada yang bingung tapi ada juga yang tak acuh.

Setelah mengucapkan salam, "Hallo anak-anak" aku mulai menyapa mereka yang langsung direspon dengan suara keras dan kompak. Sekarang aku yang dibuat takjub, izinkan aku mengakui ini, kalau mereka adalah cinta pada pandangan pertamaku. Jujur, aku langsung jatuh hati hanya karena mendengar suara ceria mereka.

Aku memulai pagi ini dengan perkenalan.

***

Melewati
waktu dari jam kerja yang ditetapkan, aku memilih berjalan sendiri untuk mengetahui lebih dalam mengenai bagunan dan kondisi ruangan yang ada di sekolah ini.

Secara keseluruhan sekolah ini termasuk bagus dalam fasilitas meskipun tetap ada beberapa bagian yang sudah mulai rusak tetap tidak mengurangi penilaianku. Baik dan rapi.

Setelah puas melakukan inspeksi dadakan, aku memilih beranjak namun karena tidak ada hal yang membuatku harus sudah berada di rumah sore ini. Maka aku memilih berjalan-jalan lagi, karena hal ini akan jarang sekali dilakukan kalau sudah mulai kuliah nanti.

Di daerahku ada tempat yang jika pagi hari digunakan sebagai pasar yang menjual semua jenis perlengkapan dapur namun ketika sore--menjelang malam seperti ini, berubah menjadi tempat wisata kuliner yang menjual berbagai macam makanan khas baik dari daerah ini sendiri maupun dari luar wilayah. Lalu di seberang sana ada tempat hiburan kalau dulu hanya untuk anak-anak tetapi seiring berjalannya waktu mereka juga menyediakan wahana untuk orang-orang dewasa, kami biasanya menyebutnya alun-alun.

Setelah membeli beberapa makanan dan minuman aku memutuskan untuk ke sana. Sebenarnya hal ini sering kulakukan, demi membunuh kejenuhan setiap kali pulang.

Terlalu asik menikmati makanan dan menyaksikan anak-anak yang tengah berlalu-lalang di hadapanku. Hingga terdengar suara menyapa, "Hai Kak Alen, sendirian aja?" masih berusaha menahan keterkejutanku akibat sapaan itu, "hallo... iya nih sendirian. Sini duduk" menjawab pertanyaan sekaligus memberikan ruang agar bisa duduk.

Jelas saja, aku bingung karena yang saat ini yang sedang duduk di sampingku--dia adalah Sesil. Iya Sesil adik kelasku.

Membuang semua perasaan canggung, "kalian udah lama?"

"Apanya nih, kalo ke sini mah baru nyampe." Ryan yang menjadi teman Sesil sore ini menjawab pertanyaanku. Tentu saja aku tahu Ryan karena kami merupakan teman satu angkatan.

"Eh bukan, maksudnya jadiannya" aku langsung mengklarifikasi.

"Lo sih Len kemana aja, masak nggak tau. Gue pacaran sama Sesil mah udah lama dari zaman sekolah." informasi yang disampaikan Ryan memang baru kudengar hari ini.

"Gue baru tau" aku mengatakan dengan sejujurnya.

"Lo sih ke mana aja, salah paham ya?" setelah mengatakan itu, Ryan pamit untuk membeli sesuatu.

"Kak, gue mau minta maaf untuk waktu itu." Sesil memulai percakapan sore ini.

"Jujur, dulu gue emang kesel banget sama lo kak. Kenapa, bang Tian bisa cinta mati sama lo. Padahal kalo gue liat lo tu biasa-biasa aja kak. Lo nggak perlu usaha ini-itu, bang Tian tetap aja suka. Sementara gue semua cara udah gue lakuin buat narik perhatian dia, tetep aja nggak ngubah apapun." aku melihat ke arah Sesil.

Hold MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang