bunda.
Rasya juga ingin seperti Teo yang keluarganya bisa di bilang sangat harmonis itu. Ayah Teo walaupun seorang CEO perusahaan besar, tapi tetap baik walau anak kelas Rasya bermain sampai larut malam di rumah mereka.
bunda Teo yang selalu menyambut mereka kalau mereka ngumpul di rumah Teo, memasakkan makanan, dan menyediakan cemilan.
ada juga kak Brian yang ramah, baik, jahil, sangat mengerti keluarganya, menyayangi adiknya.
Rasya juga ingin punya keluarga seperti itu. kekuarga itu terlalu harmonis kalau di bandingkan dengan keluarga Rasya.
ayah Rasya terakhir kali pulang kerumah akhir semester dua kelas 10 hanya untuk mengambil rapor, dan hanya menghubungi Rasya jika ingin memberikan uang saku.
mamanya tentu saja ikut dengan ayah-nya berkelana keluar negeri sana, membantu mengurus perusahaan yang tampaknya lebih penting dari anak sendiri.
dan Satria, memilih untuk meninggalkan rumah. meninggalkan dirinya sendirian menghadapi ayah nya, hanya pulang sesekali jika Rasya benar-benar sendiri di rumah tanpa ada petugas rumah yang menemani.
apa yang harus Rasya bangga kan dari keluarganya?
mungkin hanya abangnya yang sudah meminta maaf pada dirinya, tapi tetap tak ingin kembali ke rumah. terlalu menyakitkan katanya.
gerimis sore itu tak menghalangi Rasya duduk di pinggiran rooftop sekolahnya. langit yang agak menggelap dan gerimis yang turun sudah cukup untuknya.
setidaknya gerimis lebih baik daripada matahari yang bersinar terik.
bukan untuk menangis. Rasya tak menangis sekarang.
dari atas sini, Rasya bisa melihat suasana lapangan basket dan upacara yang bersebelahan sedang ramai dengan anak osis dan beberapa pekerja yang sedang mengerjakan panggung untuk pensi nantinya.
entah untuk ke sekian kalinya, handphone Rasya berbunyi dan selalu nama Matteo Pradipa yang muncul.
Rasya tak marah pada Teo. apa yang harus di marah kan? bahkan Teo tak tau bagaimana keluarganya.
tapi saat ini, Rasya ingin sendiri.
berusaha menetralisir emosinya, karena sudah dari lama Rasya ingin mengubur semuanya. melupakan semua yang telah terjadi. hanya melihat masa depan, dan berharap berakhir dengan bahagia.
bukan salah Teo. tapi perkataan Teo membuka kembali luka lama. luka permanent yang Rasya tak tau harus bagaimana menyembuhkannya.
"disini ternyata"
Rasya menoleh. lalu sedikit terkejut.
bukan Teo, dan bukan pula Devan ataupun Abam.
pria dengan kaos hitam bertuliskan Stark Industries di tengah-tengah dan dengan celana pendek berwarna beige, serta sepatu kets hitam mendekat ke arahnya dengan menenteng jaket hitam.
"hujan loh" ucap pria itu tak peduli dengan tubuhnya yang mulai basah karena air hujan.
Rasya terdiam, tapi badannya terasa menghangat begitu sebaran jantungnya mulai cepat.
"kakak juga hujan-hujanan" ucap Rasya sambil tersenyum tipis.
pria itu terdiam. lalu mengangkat tangannya, mengusap rambut Rasya yang sudah basah. "sudah bisa senyum ternyata" pria itu sontak ikut tersenyum.
manis.
hanya melihat pria itu tersenyum, kedua ujung bibir Rasya ikut tersenyum.
"oh iya, pake nih" Rasya menatap jaket yang disodorkan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] red; hyj, ydw
Fanfic[bangsa bakti series] kalau anak band jatuh cinta pandang pertama sama pembawa baki paski nasional yang di lihatnya di tv, aneh nggak? Story by pinkjijin