Pagi itu aku siap-siap untuk berangkat ke sekolah seperti biasanya. Aku berangkat dari rumah nenekku, karena memang dari sebelum sekolah pun aku tinggal di rumah nenek. Padahal sebenarnya rumah atau kontrakan orang tua dan nenekku lebih tepatnya, tidak terlalu jauh malah berdempetan. Aku tinggal bersama nenekku karena permasalahan ekonomi yang menghampiri orangtuaku. Saat itu, Mamaku hanya berdagang dan Papaku memiliki usaha tapi mengalami kebangkrutan. Alhasil, aku dititipkan di kontrakan nenekku.
Walau sikapnya terkesan cuek, namun terlihat bagaimana pedulinya nenekku terhadapku. Seperti biasa, nenekku selalu menyiapkan bekal untukku sebelum aku berangkat ke sekolah.
"Meel.. ini nanti dimakan ya!"
"Ya neekk.." jawabku sambil memakai sepatu.Aku pun pergi berangkat sekolah bersamanya berjalan kaki. Karena memang jarak dari rumah kontrakan nenekku ke sekolah tidak terlalu jauh. Saat itu, aku masih berada di Taman Kanak-kanak kurang lebih usiaku 4 tahun.
Sepanjang perjalanan, aku melihat mentari pagi sangatlah cerah, aku berharap semoga hari ini menjadi salah satu hari terbaik dalam hidupku.
Tak terasa, aku pun tiba di sekolah. Pemandangan seperti biasa yang aku lihat ketika teman-temanku diantar oleh ibu mereka sendiri. Andai saja itu juga terjadi padaku, pikirku. Ah, tapi aku harus bersyukur masih mempunyai nenek yang selalu bersedia mengantar jemputku ke sekolah.
Aku pun mencium tangannya dan seperti biasa, wajahnya terlihat datar. Tak apa, semoga suatu saat nanti, aku bisa melihat senyumannya kembali.
Dari kejauhan, temanku sudah memanggil-manggil namaku.
“Meeel..” teriak Manda sambil melambaikan tangannya seolah-olah menyuruhku untuk menghampirinya.
Aku pun mengangguk.“Ya sudah ya nek, aku masuk dulu” kataku.
“Ya, sudah sana. Temanmu sudah memanggilmu” kata nenek.Aku pun berlari menghampiri temanku untuk masuk ke kelas bersama-sama.
Belajar sambil bermain adalah hal yang biasa kulakukan setiap harinya layaknya anak-anak TK di setiap sekolah.
“Tengg.. tengg.. teng..”
Lonceng pun berbunyi menandakan waktunya istirahat. Seperti biasa, aku memakan bekal yang disiapkan oleh nenekku.“Hmm.. telor lagi” ucapku.
Melihat aku yang hampir setiap harinya berbekal telor dan nasi, Amanda teman sebangkuku tiba-tiba memberikan sebagian lauknya kepadaku, mungkin agar aku tidak merasa bosan.
“Ini, untukmu” kata Amanda.
“Terima kasih” ucapku sambil tersenyum.
Setelah itu, kami pun makan bersama-sama.Bell masuk pun terdengar. Aku merapikan tempat makanku dan bersiap untuk mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh guruku. Di hari itu ternyata ibu guru memberi tahu bahwa besok harus membawa produk susu ternama untuk dijelaskan apa saja manfaatnya dan sekalian diminum bersama-sama.
Tidak lama kemudian, bell pulang pun berbunyi. Aku menunggu nenekku di gerbang sekolah.
“Neek.. neek” teriakku dari jauh sambil melambaikan tangan.
Nenekku datang menghampiri dan menjemputku.Di perjalanan, aku mengatakan sesuatu kepada nenekku
“Emm.. nek, aku pulang ke rumah mama aja ya” pintaku
“Kenapa?” Tanyanya
“Yaa pengen ke sana aja”
“Emm..” nenekku terlihat ragu
“Ayolaah.. ya?” aku sedikit memaksa
“Hmm.. yasudah” jawab nenekku.Aku pun diantar ke rumah kontrakan orangtuaku dan nenekku pulang ke rumahnya.
Tak lama kemudian, aku menghampiri mamaku.
"Maa.. kata bu guru, besok harus bawa susu.."
Mamaku tidak menggubris permintaanku
"Maa.. katanya susu itu enak"
Tetap, mamaku tidak menggubrisnya.
"Maa.." rengekku.
Harapanku saat itu supaya mamaku mengiyakan apa yang aku pinta. Namun, tiba-tiba... "PLAKKK!!" tangan itu melayang lepas di pipiku sampai gigiku copot.
“Kamu tuh ya, gak bisa lihat kondisi! Mama dan Papa lagi gak punya uang!” teriak mamaku.Alangkah terkejutnya aku ketika itu dan langsung menangis. Aku tidak tahu hal itu akan terjadi begitu saja. Mana kutahu jika orangtuaku sedang tidak punya uang karena saat itu aku masih kecil dan tidak bisa membaca kondisi. Pikiranku saat itu masih polos, apa salahku? Entahlah, mungkin saat itu mamaku sedang banyak masalah dan aku terlalu merengek-rengek meminta sesuatu.
Di balik tembok, ternyata nenekku mendengar kejadian tersebut dan langsung masuk ke kontrakan orang tuaku.
“Astaghfiullaah.. kamu tuh ya, ini anakmu sendiri!” kata Nenekku. Tak lagi basa-basi, nenekku membawaku ke dokter untuk diperiksa. Papaku yang mengetahui kejadian itu tidak berbuat apa-apa. Hanya diam dan melihat kejadian itu begitu saja. Entahlah, mungkin Papaku juga sedang banyak pikiran dan tidak sadar dengan apa yang baru saja terjadi.
Syukurlah, saat itu juga aku diperbolehkan untuk pulang dan tentu saja aku pulang ke kontrakan nenekku, tidak ke rumah orangtuaku.
“Sudah, tidur aja sekarang mah. Nanti nenek beliin susunya” kata Nenekku.
Walaupun terkesan cuek, tapi aku merasa perhatian yang diberikan oleh nenekku lebih baik dibanding mamaku. Bahkan, jika boleh aku bercerita segala hal tentang sekolah pun nenekku yang mengurusinya saat itu. Sebenarnya, aku sangat beruntung memiliki nenek sepertinya yang sangat peduli denganku. Tapi memang, nenekku terlihat tidak ingin memanjakanku. Tegas, itulah yang nenekku ajarkan kepadaku secara tidak langsung.Aku merasa harapanku di pagi hari tadi tidak secerah mentari yang aku lihat, tidak semulus yang kubayangkan. Memang, terkadang kenyataan tak selalu seperti apa yang diinginkan.
Keinginan kecil seorang anak berusia 4 tahun tidak sejalan dengan apa yang diharapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Keinginan dan Kenyataan
Short StoryAmelia Kurniawan, seorang gadis yang tinggal di Tanah Parahyangan yang memiliki segudang keinginan, mimpi, dan cita-cita. Namun, keinginan yang diharapkannya seringkali berbenturan dengan kenyataan yang ia hadapi. Amel, begitulah sapaanya, i...