Sekian lama aku bersekolah di sana, aku memiliki teman-teman atau sahabat lebih tepatnya. Karena apa pun yang kami rasakan selalu kami bagi satu sama lain.
Suatu waktu, aku sedang dekat bersama seorang lelaki yang aku kenal lewat sosial media. Seperti biasa, aku bercerita kepada sahabat-sahabatku tentang apa yang sedang terjadi kepadaku.
Mereka pun membuka sosial media mereka masing-masing dan melihat profil sosial media lelaki yang sedang dekat denganku.
"Besok kita ketemu yuk" pinta lelaki itu.
"Hmmm.. boleh" jawabku.
Begitulah isi percakapan terakhir kami di WhatsApp.
Sebenarnya, aku ragu untuk bertemu dengannya. Tapi untuk memecahkan rasa penasaranku, akhirnya aku tidak menolak ajakan itu dan tak lupa aku mengajak salah satu sahabatku, Rina.
"Rin, besok anter yu ningali lelaki itu tea" pintaku.
"Hmmm.. jadi nyamuk atuh saya" katanya.
"Yeeehh.. yaa atuh yaa" aku memohon mohon.
"Iyaaa" jawabnya.
Keesokan harinya, aku ditemani Rina dan akhirnya bertemu dengan lelaki tersebut. Ternyata, wajahnya lebih tampan dari pada yang aku lihat di sosial media dan dia sangat baik kepadaku. Sungguh, lelaki impian pikirku.
Setelah sekian lama kami mengobrol, akhirnya aku pulang bersama Rina.
Besoknya di sekolah, Rina menanyakan lelaki itu.
"Gimana mel, kemarin? Kalo kata akumah ganteng kok."
"Iya ganteng, baik lagi" jawabku sambil tersenyum.
"Hmm.." Rina bergumam.
Beberapa hari dari kejadian itu, tiba-tiba lelaki itu menghubungiku lewat WhatsApp dan memaki-maki aku dan sahabat-sahabatku. Namun, hanya Rina yang tidak ia sebutkan. Aneh memang, tapi aku tidak ingin bersu'udzon saat itu dan selalu berusaha berpikir positif. Aku pun menceritakan kejadian itu kepada sahabat-sahabtku di grup WhatsApp. Hanya Rina yang tidak merespon pembicaraan itu.
Satu hari kemudian, di Sekolah aku sedang bersama Rina di kantin. Tiba-tiba dia sakit perut dan ke toilet. Namun, handphonenya tertinggal di meja makan dan handphonenya berbunyi seperti ada pesan masuk.
Karena penasaran, aku melihatnya. Alangkah terkejutnya aku orang yang mengirim pesan itu bernama Fandi, lelaki yang sedang dekat denganku. Aku pun membuka pesan tersebut.
Ketika aku buka, aku sangat terkejut ternyata Rina, sahabatku sendiri menjelek-jelekkan aku dan sahabat-sahabatku kepada Fandi. Entah apa tujuannya, mungkin dia tidak suka jika melihat aku dan Fandi sampai memiliki hubungan spesial. Padahal, tidak seharusnya dia melakukan itu. Ketidak jujuran sudah terlihat dari sini, mataku berkaca-kaca setalah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tak lama kemudian, dari jauh aku melihat Rina sudah keluar dari toilet. Segara aku kembalikan handphonenya ke posisi semula.
"Kenapa meel?" Tanya Rina
"Emm.. enggak, aku mah cuma kelilipan aja aku ke kelas duluan ya!"
Rina terlihat mengernyitkan dahinya. Nampak sekali wajahnya yang keheranan.
Aku langsung ke kelas dan menceritakan apa yang terjadi kepada sahabatku yang lain.
Entah apa yang terjadi selanjutnya pada Rina, mungkin dia sudah tau bahwa aku sudah membaca pesan dari Fandi. Karena ketika dia kembali ke kelas, ekspresinya pun berubah drastis ketika melihatku dan sahabat-sahabatku yang lain, dia terlihat begitu canggung.
Esoknya, kami berembuk untuk membicarakan masalah ini.
"Rin.. kok bisa kamu ngelakuin itu?" Tanya Ayu, sahabatku.
Rina hanya terdiam.
"Bisa-bisanya ya rin, kamu ngelakuin itu semua" kata Novi.
"Sekarang kamu jawab, kenapa ngelakuin itu? Masalahnya bukan cuma aku yang kamu jelekin. Tapi sahabat-sahabat kamu sendiri yang lain juga kamu bawa" aku menimpali.
"Ya aku suka sama Fandi, Mel. Aku ngejelek-jelekin mereka supaya Fandi juga ikut benci ke mereka" jawab Rina dengan wajah yang terlihat tidak memiliki rasa bersalah.
Dengan bergetar sambil berkaca-kaca aku berkata "Yasudah, ambil saja Rin" kataku.
Rina terdiam.
"Tenang, kamu aku maafin. Tapi, mungkin persahabatan kita cukup sampai di sini. Aku gak bisa lagi percaya ke kamu kayak dulu." Kataku
Sahabat-sahabatku yang lain kaget mendengar jawabanku.
"Hah? Mel, gak salah denger nih?" Tanya Novi.
"Meel, pikirin lagi baik-baik mel" Ayu menimpali.
Aku langsung pergi dari mereka sambil bercucuran air mata. Berat sebenarnya merelakan laki-laki yang aku sukai kepada sahabatku sendiri. Namun, dari pada berlarut-larut aku relakan semuanya begitu saja. Padahal saat itu kami sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Seharusnya, diisi dengan kenangan-kenangan yang menyenangkan. Tapi tak apa, dari sini aku belajar bahwa jangan terlalu percaya kepada orang lain sekali pun dengan orang terdekat.
Aku belajar untuk terus bersabar dan ikhlas dengan apa yang sudah terjadi. Tak mudah memang, namun setidaknya aku sudah berusaha merelakan semuanya.
Beberapa hari kemudian, aku memutuskan untuk menutup auratku. Aku berusaha lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Keinginan dan Kenyataan
Short StoryAmelia Kurniawan, seorang gadis yang tinggal di Tanah Parahyangan yang memiliki segudang keinginan, mimpi, dan cita-cita. Namun, keinginan yang diharapkannya seringkali berbenturan dengan kenyataan yang ia hadapi. Amel, begitulah sapaanya, i...