Tidak habis pikir, aku bahkan mengira ini tidak akan terjadi padaku. Seperti mimpi dan ratusan pertanyaan ingin kulontarkan pada takdir; kenapa harus aku? Kenapa pemikiran orang tuaku tak bisa berubah? Seolah yang menikah umur tiga puluh tahun adalah bencana. Aku kira hanya orang lain yang merasakan ini. Nyatanya, aku juga.
Aku tidak mengenalnya. Dia hanya orang asing yang berhasil membuat hidupku semakin berantakan secara perlahan. Masuk secara tiba-tiba dan bersikap menghangat untuk menarik perhatian. Benci, muak dengan keluarga, apalagi kudengar mereka sudah membayar gedung untuk acara pernikahan kami.
Tidak ada diskusi sama sekali denganku dan Baskara. Baskara bisa pasrah, aku tidak. Ingin sekali memberontak dan berbicara keras pada adikku. Ini semua gara-gara Chelsea. Andai perempuan itu belum memiliki kekasih, mungkin aku masih bisa tenang sampai mimpinya tercapai.
Halo, Jun, saya Dokter Ari. Kamu baik-baik saja, kan?
Aku mengernyitkan dahi. Tumben sekali Dokter Ari menghubungiku. Aku segera membalas:
Tidak, Dok. Aku mau menikah, dijodohin sama Mama. Padahal aku belum sembuh total.
Perlahan. Kali saja setelah ini kamu bisa sembuh total. Semangat, ya. Pilihan ibumu tidak salah.
Aku mendengus kesal. Aku pikir Dokter Ari di pihakku. Ternyata dia sama seperti mereka. Aku menatap layar laptop, melakukan panggilan video call lewat Line bersama Yifei dan kekasihnya. Mereka baru saja selesai mendaki di salah satu gunung kecil di daerah Taipei.
"Hǎo lèi, wǒ xūyào shuìjiào. Nǐ zài zuò shénme?"
(Capek banget, pengin tidur. Kamu lagi apa?)
Aku tergelak dengan tawa palsu. Aku mengatakan sedang tiduran pada Yifei. "Fei, Wǒ xiǎng pǎo zǒu."
(Fei, aku pengin kabur.)Wajah cantik Yifei terkejut mendengar ucapanku barusan. Yifei langsung menggeleng. "Bù yìng gāi. Wèishéme? Nǐ kuàiyào jiéhūnle, Jun."
(Nggak boleh. Kenapa? Kamu akan menikah, Jun.)Aku menampilkan wajah sedih di depan Yifei dan kekasihnya. Mereka sangat fokus menyimak ucapanku. "Wǒ zhīdào. Wǒ bù xǐhuān zhège rén."
(Aku tahu. Aku nggak suka orang itu.)Dari sana aku bisa lihat Yifei terdiam, kemudian raut wajahnya berubah menjadi datar sembari memandangku. "Hǎohǎo xiūxí, bùyào shēngbìng. Wǒmen xiān zǒu, rúguǒ xūyào qǐng gěi wǒ dǎ diànhuà. Wǒ xiǎng nǐ, gǎnkuài huí táiwān. Bye, Juni!"
(Istirahat, jangan sampai sakit. Kita pergi dulu. Kalau membutuhkanku, segera telepon. Aku kangen kamu, segera kembali ke Taiwan. Dah, Juni!)Yifei melambaikan tangan ke arahku, lalu aku membalasnya. Keduanya pamit karena harus pergi, aku hanya pasrah. Enak sekali jadi Yifei, mendapatkan pria sebaik kekasihnya. Mereka akan menikah dan membangun rumah tangga karena saling mencintai.
Layar ponselku berubah menjadi hitam. Aku masih diam di depan meja riasku, sesekali menatap wajah ke arah cermin. Aku membalas ucapan adikku, Chelsea. Perempuan itu mengetuk pintu dari luar sana."Kakak, Sea minta maaf, ya."
Chelsea menunduk di depanku. Aku tidak tega melihatnya. Saat ini posisi kita berdua memang sulit, aku menyesal telah menyalahkannya. "Nggak apa-apa, Sea. Mungkin ini jalan hidup Kakak yang terbaik," jawabku berharap Chelsea bisa tenang.
"Sea dan Zero sudah mencoba bicara sama Mama. Tapi tahu sendiri Mama seperti apa, maafkan kami. Gara-gara kami, Kakak mengorbankan seluruh hidup Kakak. Harusnya Kakak mengejar mimpi, membuka toko roti agar ketika menikah nanti tak perlu kembali ke Taiwan menjadi penerjemah."
Aku belum menjawab, melainkan menyuruh Chelsea mendekatiku lalu memeluknya. Posisi kita memang sulit. Pemikiran kita berbeda dengan Mama. "It's okay, Sea. Kakak nggak apa-apa."
Chelsea menggeleng. Adikku malah menangis sambil memeluk. Maaf terus dilontarkan. Aku tidak tega dan menyuruh Chelsea untuk tenang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Juniara
ChickLitDi usia dua puluh sembilan, Juniara terus didesak keluarga untuk menikah. Kepulangannya dari Taiwan menjadi awal baru bersama duda beranak satu, Baskara. *** Juniara Somali bekerja sebagai penerjemah bahasa Mandarin di Taiwan. Kisah cinta Juni cukup...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi