Awan, ketahui; aku sering merapal doa perihal pendek ataupun tiadanya umur duka. Kadang kala, saban malam atau saban jam kutemui anak rokok di lantai, diam tak berpindah, kadang pula kutemui harum kamu di jaitan baju, ataupun yang biram biram kau buat dengan hebat. Terimakasih kemarin kemarin atas segala usaha dan ingin inginmu dengan sangat. Walau sebentar lagi kita tiada berjalan beriringan.
Semoga tetap akan ada satu dua lanang datang memberi hangat untuk dingin atau dingin untuk panas. Kita usai, kita selesai, tiada lagi aku merapihkan rupa 'tuk kita bersua. Tiada lagi aku rapih berwangi sebelum kita ke pusat kota. Tiada lagi aku ajak kau menaiki anak tangga. Tiada lagi kita keliling kota. Tiada lagi bersama. Tiada lagi film perdana. Tiada lagi suka. Semoga semesta memberatkan segala senang akan kamu. Sekarang, mari tetap berjalan ke depan meski tidak beriringan.
Awan, aku rindu. Aku rindu akan mangapmu saat kutanya kau ingin apa, aku betul betul rindu sejak merah menjadi biru, aku rindu saat tiba pukul satu. Besok, setelah bangun, jangan lupa bahwa kau harus lepas landas pada yang sunyi. Jangan kau jamu air dengan sedih sedihmu. Kau merdeka dan kau berhak untuk mengelilingi bumi dengan tangan kosong sebelah kiri. Kau butuh angin. Kau butuh dingin. Jangan pakai air mata. Semoga aku masih di kenankan untuk ada di permukaan. Semoga amiin amiinku tetap kau objeknya.
Kalau kalau aku bisa menggenggam waktu, aku hanya ingin kembali ke persimpangan, menghindari kecelakaan, menghindari perpisahan. Awan, sudah, ya? Awan, sayang, tenang, perihal jodoh sudah ada yang atur. Jangan risau, karena sejak awalpun aku datang hanya untuk mencintaimu, bukan melawan takdir. Banyak banyak maaf aku ucapkan. Juta juta terimakasih aku sampaikan. Aku sayang kamu. Awan. Awanku. Sayangku. Awan yang bukan lagi milikku.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya. Ini khusus untuk Awan. Sampai bertemu.
Selamat hari Minggu! Hari raya aku senang akan kamu! Hari raya rindu!
I love you!
Love, Arya!
