Chapter 3 - Ingatan

2K 323 142
                                    

Reader POV

Pagi itu, aku menghabiskan waktu dikamar mandi lebih lama dari biasanya. Panggilan telpon ataupun pesan WhatsApp dari Erwin belum satupun kubalas. Aku belum bisa menjawab pertanyaannya tentang lelaki bernama Levi, walau mimpiku semalam sudah sangat jelas.

Ia adalah kekasihku dikehidupan sebelumnya. Bahkan aku sempat berjanji padanya akan menunggunya dikehidupan selanjutnya yang notabene adalah kehidupanku saat ini.

Kuambil pakaian sembarang untuk pergi bekerja hari ini, moodku benar-benar tidak baik. Kuharap tidak ada yang membuatku kesal hari ini "Ah, aku jadi ingat kalau ada panggilan telpon dari Hanji juga semalam." Ucapku sambil menepuk jidat.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan empat lima dan aku baru akan memasukki peron stasiun. Entahlah memang karena pikiranku yang sedang lelah atau memang alam bawah sadarku mengarahkanku ke peron di jam segini agar bisa bertemu Levi—lagi

Kedua mataku tak henti menoleh kearah kanan dan kiri—seakan berharap bisa bertemu lagi dengan lelaki bernama Levi itu. Hingga akhirnya kereta yang kutunggu tiba dan aku menaikinya tanpa harus mengalami kejadian tertabrak seseorang yang membawa teh hitam ditangannya.

Anehnya, suasana di gerbong pagi ini terlihat lenggang sekali. Aku bahkan bisa bebas memilih tempat duduk yang kumau karena hanya ada beberapa penumpang didalam.

Kubuka kunci dilayar ponselku setelah memilih tempat ternyaman untuk duduk dan menghabiskan perjalanan sampai tempat tujuan.

22 missed call dari Erwin

10 missed call dari Hanji

2 pesan whatsApp masing-masing dari Erwin dan Hanji

Erwin : Kau bisa datang kepadaku kapan saja (Y/N). Jangan kau pendam kesedihanmu sendiri, aku akan merasa bersalah seumur hidup kalau kau tidak bahagia.

Mulai dramatis lagi ni orang pikirku sambil menekan pilihan back dan segera beralih ke pesan whatsApp Hanji.

Hanji : (Y/N)? KENAPA TIDAK MENGANGKAT TELPONKU? JANGAN BUNUH DIRI KARENA SI PENDEK ITU YA! SEGERA BALAS WHATSAPPKU SAAT HATIMU SUDAH TENANG YA!

Aku menghela nafas pelan, kumasukkan kembali ponselku kedalam tasku dan memilih untuk memejamkan mata sejenak. Jujur saja selama ini kegiatan tidur malam menjadi sangat menakutkan bagiku, karena ingatan tentang kehidupanku sebelumnya selalu saja muncul dan membuatku terbangun di pagi buta dengan tangan yang bergetar.

"Memangnya apa mimpi terbesarmu?"

Mata Levi menoleh kearah sumber suara, terlihat (Y/N) diatas sofa—tak jauh dari tempat Levi duduk sekarang—dengan buku besar di pangkuannya sedang menunggu jawabannya namun dengan tatapan mata masih serius disalah satu halamannya. Kalau tidak salah ingat itu buku tentang dunia luar yang Armin pernah pinjamkan padanya.

Levi berdiri dan berjalan menjauh dari kursi kerjanya tanpa disadari (Y/N), ia berjalan mendekati kekasihnya itu dan duduk tepat disampingnya sambil merangkul pinggangnya.

"Tentu saja menikahimu." Bisiknya.

(Y/N) terkekeh dan menyenderkan kepalanya didada bidang lelakinya yang saat itu terbalut rompi coklat milik pasukan pengintai, Levi mencium puncak kepala (Y/N) dan mengambil paksa buku yang berada digenggamannya lalu meletakkannya diatas nakas tepat disamping sofa—membuat (Y/N) menoleh kearahnya dan menaikkan satu alisnya.

"Kalau kau sendiri? Apa mimpi terbesarmu, brat?"

Wanita kesayangannya itu menyilangkan tangan didepan dada dan menatap intens kearah Levi.

Levi x Reader | Remember Us (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang