Chapter 10 - Ancaman

1.8K 273 76
                                    

Reader POV

"Kalau mendengar ceritamu tadi, sepertinya akan sulit. Tapi kemugkinan itu selalu ada walaupun kecil." Jawab Jean.

Entah mengapa, tanpa dikomando, bibirku mengulas senyum setelah mendengarnya. Hingga aku tersadar kalau itu hal yang salah. Aku dengan cepat mengubah raut wajah wajahku kembali dan berharap tidak ada yang melihatnya barusan.

Ingat tujuanmu untuk kesini (Y/N)! Kau ini mau melupakan Levi! Batinku berkecamuk.

"Aku melihatnya (Y/N), kau barusan tersenyum." Ucap Jean tiba-tiba, membuatku memalingkan wajahku kearah jendela untuk menyembunyikannya. Namun malah dikagetkan dengan kedipan matanya di pantulan jendela.

Jean menepuk pelan pundakku disambut kekehan Pak Hannes yang pasti mendengar jelas pembicaraan kami sejak tadi.

"Hati itu tidak bisa dibohongi Non. Percaya deh sama Bapak." Ujar Pak Hannes mantap.

Aku sempat melirik kearah spion tengah mobil, melihat alis Pak Hannes yang naik turun, mencoba meyakinkanku atas perkataannya—membuatku tersenyum simpul dan kembali menyenderkan kepala sembari memandangi butiran salju pertamaku di Hakodate yang perlahan mulai berjatuhan dari balik jendela mobil Pak Hannes malam itu.

****

3rd Person POV

"Sampai besok Jean." Ucap (Y/N) yang sudah berdiri didepan pintu kamar penginapannya.

Jean sepertinya belum ada niat berlalu dari tempatnya berdiri sekarang, sambil menyilangkan tangan didepan dada, ia malah berucap "Kapanpun bisa, gausah nunggu besok."

Muncul perempatan dikening (Y/N), ia bahkan menghentikan gerakan tangannya yang hendak membuka pintu kamar sembari menoleh kearah Jean.

"Apaan sih?"

"Minta ditemani bermalam kan? Ngaku aja (Y/N)." Canda Jean sambil berbisik di telinga (Y/N), membuat wajahnya terkena tepisan pelan telapak tangan (Y/N) disalah satu sisi pipinya.

"Jean Bin Kirschtein, Pede amet lu! Udah lah, kesel lama-lama liat muka lu." Dengus (Y/N) kesal sambil berlalu masuk kedalam kamar, sedang Jean hanya terkekeh dan berjalan kearah kamarnya.

****

Erwin POV

Waktu sudah lewat tengah malam, namun (Y/N) belum juga menghubungiku. Memang Pak Hannes sempat bilang kalau ia sudah mengantarnya sampai penginapan tadi, tapi rasanya ada yang kurang kalau bukan adikku sendiri yang menghubungiku.

Mungkin ia mengisi daya ponselnya lalu ia tertidur? Pikirku mencoba berpikiran positif. Karena Pak Hannes bilang baterai ponsel (Y/N) habis jadilah pesan WhatsApp yang sempat kukirim masih juga checklist 1 sejak tadi.

Mudah-mudahan dia baik-baik saja disana, pesan yang dikirim Levi saat aku dikantor tadi sangat mengganggu pikiranku. Sebenarnya untuk apa Levi ingin bertemu (Y/N) lagi? Ayolah, adikku sepertinya sudah mulai bisa melupakannya sejak tinggal disana. Karena seingatku ia tak pernah menyebutkan nama Levi setiap kami bertukar kabar.

Kuletakkan ponsel diatas nakas, lalu kurebahkan tubuh diatas tempat tidur. Aku bersiap untuk mengistirahatkan pikiranku untuk hari ini. Dan lagi, aku hampir saja melupakan masalahku sendiri, kehilangan Marie bukan hal mudah untukku.

****

Reader POV

Malam itu aku tertidur tanpa sempat mengabari Erwin, kedua mataku sudah terlampau lelah karena seharian memandangi layar komputer. Untuk duduk dipinggir tempat tidur dan menyalakan kembali ponselku yang sedang tersambung kabel charger saja malas rasanya.

Levi x Reader | Remember Us (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang