War of Marriage

377 29 6
                                    

Note: i to the qra, Iqra
.

.

.

.

.

.
Mata hitam bulat itu terbuka perlahan, menyelaraskan iris dan pupilnya pada ruangan yang terang akibat sinar matahari. Hidung bangir nya mencium bau obat-obatan dengan jelas

Dia ingat, tak sadarkan diri dengan perutnya yang sakit.

"B-baby? Dimana bayiku?" Naruto yang nampak terlelap di sofa single itu lantas terbangun dan memegang kedua tangan ramping sedikit kurus itu, menggiringnya menuju area perut yang berbalut baju pasien.

"Tenang sayang, dia sehat. Rasakan..." Telapak tangan putih itu meraba perutnya, masih membuncit. Bayinya masih di sana, bahkan ia merasakan tendangan kecil walau rasa sakit itu sedikit mengganggunya.

"Dia masih kuat berjuang untuk hidup. Dokter mengingatkan ku untuk lebih mengawasimu, kandunganmu melemah...dan itu salahku membuatmu depresi." Raut wajah tampan itu nampak sedih, rasa bersalah itu terus berkecamuk di hatinya.

"N-Naruto...kau tidak-"

"Sayangku, kekasih hatiku...jangan terus menyalahkan dirimu. Di sini aku yang salah, aku mencium dia."

"Naru...dia itu-"

"Kami berbicara santai dan dia membawaku, menggiring ku untuk sama-sama berciuman. Aku hampir saja terbuai olehnya sebelum logika ku kembali sadar dan dirimu hadir di sana."

"Naruto, a-aku tak masalah. D-dia istrimu juga...t-tentu saja dia juga ingin waktu berdua denganmu. A-aku hanya terbawa emosi hingga seperti ini. Maafkan aku..."

GREP

Naruto kembali memeluk tubuh kecil nan rapuh itu. Ia tak sampai hati melihat pujaan hatinya terdiam dan menangis tak bersuara. Sedikit ia rasakan perasaan kecewa kepada si bungsu Uchiha itu, kenapa dirinya begitu pasrah akan semua drama percintaan yang sebenarnya tak perlu mereka perbuat ini?

"Jangan pergi, Naru...jangan pergi, tetap bersamaku. Ku mohon..."

"Aku memang tak akan pernah meninggalkan dirimu dan anak kita, kalianlah yang ku cintai bukan dia."

"Hiksss...jangan pergi, aku takut sendiri...a-aku membutuhkanmu, aku tak bisa hidup tanpa dirimu dan cintamu. Hiksss..."

"Aku tahu itu...aku bahkan hampa tanpa dirimu di sisiku."
.

.

.

.

.
Kamar 248 nampak sepi, hanya bersisa Sasuke yang masih asik dengan novel fantasy yang dibelikan sang suami via online seminggu lalu. Naruto? Dia izin pergi bekerja atas paksaan Sasuke, padahal dirinya bisa meliburkan diri demi merawatnya.

Sengaja tak ada kedua orangtuanya yang menjaganya, mereka pikir kelak rumah tangga ini akan diketahui kedua orangtua serta mertuanya dengan cepat. Pasti ujung-ujungnya Naruto yang disalahkan. Tidak! Naruto adalah orang yang mencintainya dengan tulus bahkan sudah membanting tulang untuk dirinya dan si buah hati.

Lebih baik disembunyikan saja, bukan?

Matanya teralihkan saat telinganya mendengar pintu kamar rawatnya terbuka, ternyata sahabatnya mengunjungi nya. Uzumaki (Sabaaku) Gaara.

"Gaara-chan! Ukhhh..." Perutnya masih sedikit nyeri karena gerakannya spontan.

"Jangan banyak gerak, Sasu-chan. Kau kenapa, hum?" Pemuda berkursi roda itu mendekati Sasuke yang tersenyum manis sambil mengelus perutnya, mencoba mengontrol perasaannya.

Takdir Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang