Big Decision

351 34 5
                                    

Note: Iqra
.

.

.

.

.
Naruto sudah terbangun dan terlihat rapi dengan setelan jas formal miliknya. Tak ada senyuman bak mentari yang tercipta di wajah tampannya. Sejak kejadian itu, ia tak tahu lagi harus berekspresi seperti apa.

Suara pintu terketuk, menampilkan Sasuke yang mengenakan dress longgar selutut berwarna biru langit berlengan panjang. Kakinya melangkah dan menghadap Naruto, jemari tangannya begitu lihai memperbaiki tatanan dasi hitam panjang.

"Kau begitu tampan, suamiku."

"Terimakasih sayang." Ia tersenyum sendu dan langsung memeluk tubuh yang lebih pendek darinya dengan memberi jarak untuk perut buncit sang istri.

"Naru, apapun yang kau putuskan...aku terima, baik itu benar maupun salah. Aku terima baik-baik." Sasuke nampak tenang mengucapkan itu dari bibirnya, walau Naruto tak melihat mata hitam bulat itu sudah siap untuk menumpahkan air matanya.

"Bisa tak bicarakan itu sekarang, sayang? Aku tak mau hadir dulu mereka di otakku...aku hanya mau dirimu...aku hanya mau kalian." Lirihnya, bahkan tangan kekarnya lebih mengeratkan bahu yang ia peluk.

"Baik, maaf Naru..."

"Tak apa, aku yang minta maaf, emosiku sedang buruk saat ini."
.

.

.

.

.
Di ruang rawat 247 itu, suasana nampak sedikit membahagiakan. Mata bermanik jade itu terbuka perlahan-lahan. Hidung sedikit mungil itu terpasang selang NGT sedikit membuatnya terganggu

"I-bu..." Lirihnya setelah mata jade itu menatap wanita rambut seleher tertidur bertumpu pada kasurnya.

"Uhmmm...Gaara, kau sadar sayang. Apa kau merasakan sesuatu? Ibu panggilkan dokter, ya." Karura keluar dan menggiring seorang dokter untuk memeriksa keadaan putranya.

Tak butuh waktu lama, sang dokter sudah menjelaskan keadaan terkini putranya dan kembali duduk di samping Gaara. Tangannya kembali mengelus pelan rambut merah maroon yang lembut itu, takut beberapa helai rambut itu rontok kembali akibat penyakitnya.

"Ibu."

"Hmm, kenapa sayang?"

"Apa...Naruto mengunjungi ku?" Ia sudah menebak, putranya pasti membahas ini.

"Iya, Naruto-mu datang mengunjungimu. Dia datang bersama istrinya. Mereka mengkhawatirkan mu."

"Apa...ibu sudah katakan padanya?" Mata jade itu menatap kembali wajah ibunya, penuh harap seakan hal yang ia nantikan terjawab.

"Dia, belum memutuskannya. Butuh waktu untuk itu, sayang."

"Tak apa, bu. Maaf, sudah merepotkan ibu dengan permintaan anehku..."

"Tak apa sayang. Asalkan putra manis ibu bahagia, tak masalah untuk ibu. Istirahatlah, sebentar lagi kita kemoterapi."

"Baik, bu."
.

.

.

.

.
Sasuke masih sibuk mengurus rumahnya merasakan getaran ponsel di saku apron warna cream miliknya. Matanya sedikit membulat kala nama 'My hubby' tertera di sana, terpaksa ia harus mematikan vacuum cleaner nya agar tak bising.

"Iya Naru...ada apa?"

'Bisakah kau bersiap-siap? Kita ke rumah sakit hari ini.'

"O-ohhh uhmm baiklah...aku akan bersiap-siap setelah membersihkan rumah. Kau sedang apa, Naru?" Ia duduk di sofa berwarna cream yang empuk itu, sesekali menyamankan posisinya karena bobot tubuhnya bertambah akibat tumbuh kembang si jabang bayi di perutnya.

Takdir Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang