6th - What's Wrong with My Heart {Part 2}

22 2 0
                                    

      Ayu memasuki ruangan UGD maternal dengan wajah terkejut. Dilihatnya pria yang sudah tidak dia temui selama seminggu ini, ada di ruangan dengan setelan baju jaga malam dan sedang menulis status dengan tangan kiri memegang HP. Ayu menyimpan tasnya dan langsung membaca buku laporan. Kakak-kakak yang jaga malam langsung melakukan aplusan pagi. Ternyata pagi itu hanya terdapat 2 pasien, 1 pasien abortus yang akan dikuret di OK nanti jam 09.00 WIB dan pasien postpartum dengan kehamilan premature. Pantas saja, pria itu ada di ruangan mereka pagi-pagi.

"Kak, instruski dr. Beni bayinya dipindahkan ke perinatology pakai oxygen. Terus gunakan CPAP juga, statusnya juga sudah selesai saya tulis" Sahut Arqan kepada kakak bidan yang berada di dekatnya.

Ayu pun menyiapkan oxygen dan memasangkan selang oxygen kepada bayi. Setelah selesai memasangkan oxygen, kakak bidan langsung mengambil alih untuk memindahkan bayi ke perinatology dan meminta Ayu untuk tetap diruangan. Merasa tidak ada yang bisa dilakukan, Ayu pun memilih duduk dan menunggu visite dokter obgyn.

"Yu" panggil dokter kepada dirinya.

"Iya dokter" Ayu langsung melihat Arqan.

"Kemarin ke Singkawang ya?"

'Ni orang indra ke enamnya kuat sekali' fikir Ayu sambil menatap dokter yang sedang duduk di depannya.

"Saya betulkan?" lanjutnya kepada Ayu sambil menunjuk Ayu dengan bolpoin di tangannya.

"Betul, dokter. Dokter tidak pernah salah."

"Pernah salah kok. Dokter juga manusia bukan dukun"

"Dukun juga manusia kok. Emang dokter lihat dimana?" Ayu dengan cepat mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Depan rumah saya"

"Rumah dokter dimana?"

"Di Singkawang" Singkat Padat Jelas. Itu yang terlintas difikiran Ayu saat ini. Ingin emosi tapi ada kakak-kakak bidan yang lain diruangan.

"Tau saya rumah dokter di Singkawang. Maksud saya, rumah dokter di jalan apa?"

"Kok bisa tahu rumah saya di Singkawang?"

"Kan tadi dokter yang bilang"

"Oh Iya. Emangnya mau ngapa kalau sudah tahu rumah saya nanti"

"Mau ketemu orangtua dokter. Mau bilang pak bu, saya di isengin setiap hari sama anak bapak dan ibu"

"Kirain mau ngenalin diri sebagai calon menantu"

Seketika jantungnya berdetak secara abnormal, Ayu mencoba semaksimal mungkin untuk tidak salah tingkah saat mendengar kalimat dari Arqan. Tapi hati Ayu tidak bisa bohong, hatinya sudah merasakan sesuatu yang berbeda untuk Arqan. Dengan memasang wajah datar, Ayu pun membalas kalimat Arqan.

"Itu sih, harus dokter yang bilang dan ngenalin. Bukan saya"

"Kan siapa tahu pas saya gak ada di rumah waktu kamu datang"

"Setidaknya pasti saya menghubungi dokter dulu sebelum datang"

"Emang ada nomor hp saya"

"Enggak" sambil menggelengkan kepalanya.

"Makanya minta"

Kesal. Itulah yang ada dalam hati Ayu sekarang. Mau minta gak enak karena selalu bertemu di jam kerja. Ketemu diluar jam kerja juga gak pernah. Ayu pun menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Arqan hanya diam dan menatapnya lekat. Ayu pun langsung mengambil hpnya yang berada di saku baju dinasnya.

"Minta nomor dokter. Jadi kalau ada pasien gawat atau saya mau ke Singkawang saya bisa langsung hubungin dokter" sahut Ayu dengan senyuman kesal.

"Eh, gak boleh marah. Masa mintanya pakai amarah. Ayo, ulangin pakai senyum yang ramah" Arqan mecubit pipi Ayu membuat wajah aneh di wajah Ayu.

Ayu pun langsung melepaskan diri dari cubitan itu dan memegang pipinya yang memerah. Entah pipi itu memerah karena cubitan Arqan yang begitu kuat atau karena jantung dan hatinya yang sedang bekerja dengan nyaringnya. Ayu mencoba menenangkan dirinya secara perlahan dengan tangan masih tetap dipipinya. Sudah merasa tenang, Ayu menurunkan tangannya dan menghadap kearah Arqan.

"Dokter, minta nomor hpnya" kata Ayu sambil memberikan hpnya kepada Arqan dengan senyum manis menampakkan gigi rapinya.

'Kok serasa di OSPEK ya?' fikir Ayu.

Arqan menutup mulutnya dengan tangan kiri untuk menyembunyikan senyumannya, sedangkan tangan kanannya mengambil hp Ayu. Dia tak menyangka hanya senyum sederhana itu bisa membuat hatinya melemah bagaikan dinding yang kokoh berdiri dapat goyang dengan mudahnya. Diketiknya no hp dan menelpon ke hpnya untuk menyimpan nomor Ayu. Hpnya pun dikembalikan kepada pemiliknya dan langsung berdiri.

"Kalau begitu saya permisi dulu, kakak-kakak"

Arqan langsung mengelus kepala Ayu dan berjalan keluar ruangan. Arqan kembali memasang tembok di hatinya, dia mulai berhati-hati untuk tidak terlalu ceroboh dalam memberi hati kepada seseorang. Dia pun ke UGD umum untuk mengambil tasnya dan pulang. Sementara Ayu masih menatap ke arah pintu yang baru saja Arqan gunakan. Padahal Arqan sudah tidak ada lagi disana, tapi Ayu masih menatapnya. Ayu menatap hpnya dan tertulis nama 'dr. Arqan Khalif Putra'.

Ayu sempat berfikir mungkin dia akan menulis namanya dengan yang aneh-aneh, tapi nyatanya dia menulis nama lengkapnya di hp Ayu. Jantungnya berdetak kuat tapi dia takut. Takut memberikan hati kepada orang yang salah. Takut berharap dengan sesuatu yang belum pasti. Ayu menepuk kuat pipinya dan menyadarkan dirinya bahwa sekarang dia berada di tempat kerja. Dia harus bisa membedakan mana antara urusan pribadi dan kerjaan. Ayu langsung mengesampingkan masalah hatinya dan langsung kembali bekerja. Tentu saja dia telah menjadi bahan olokan kakak-kakak bidan yang lain dan dia hanya membalasnya dengan senyuman. Banyak persepsi kakak-kakak tentang hubungan Ayu dan Arqan, tak banyak dari mereka menduga mereka punya hubungan special tapi Ayu menjawab bahwa mereka tidak ada hubungan apa-apa.

♦ ♦ ♦ ♦

Jam mulai menunjukkan kearah jam 09.00 WIB, Ayu bersama kakak pun mengantarkan pasien yang akan di kuretase ke ruang operasi. Setelah selesai dari ruang operasi, Ayu diminta untuk ke loket untuk mengambil titipan kakak disana. Dalam perjalanan kearah loket, seseorang menepuk bahu Ayu dengan lembut. Ayu membalikkan badannya dan melihat pria tinggi yang baru saja dia temui kemarin sedang tersenyum manis kearahnya. Ayu membalas senyuman pria tersebut.

"Mau kemana, yu?"

"Mau ke loket, bang."

"Ngapain?"

"Ambil titipan kak Rika di loket. Abang mau kemana?"

"Mau ke kasir. Kita pergi sama-sama ya. Mumpung loket dan kasir berhadapan"

"Oke, bang"

Selama perjalanan ke Loket, mereka saling melempar candaan satu sama lain. Ada rasa bahagia tersendiri bagi Bayu saat melihat Ayu sudah kembali seperti biasa dan bisa tertawa lepas. Saat dia melihat Ayu keluar dari UGD maternal, wajah Ayu tampak runyam dan tidak ada semangat. Setelah sampai di loket, Bayu pun langsung kearah kasir dan menyelesaikan urusannya disana. Ayu sudah selesai mengambil titipan kakak dan berjalan menuju Bayu.

"Bang, sudah selesai?"

"Belum, bentar lagi. Kakaknya lagi ngitung. Kalau mau kembali keruangan duluan saja. Takut Ayu buru-buru."

"Nggak kok. Ruangan lagi santai malahan. Ayu duduk disana ya sambil nunggu abang" Ayu menunjuk salah satu kursi yang ada diantara pasien-pasien disana.

"Oke. Bentar ya"

"Santai bang"

Ayu berjalan menuju kursi tersebut dan duduk sambil memainkan hpnya. Tak sadar, ada seseorang yang sedang menatapnya dari jauh dengan tatapan sendu. Dia melihat Ayu sedang berbicara dengan pria lain. Dia merasa ada sesuatu yang menusuk dan menyayat hatinya. Dia masih ragu dengan hatinya, tapi melihat Ayu berbicara dengan pria lain membuat hatinya sepedih itu. Dengan cepat dia membalikkan badan dan meninggalkan lokasi itu.

To Be Continued...

Komentar dan saran sangat diperlukan untuk menambah semangat dalam menulis cerita

Terima Kasih

Doctor And Me [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang