10th - Hesitation {Part 2}

28 1 0
                                    

"Qan, Singkawang kuy" ucap Tristan.

"Jam berapa?" Arqan menjawab tanpa mengalihkan sedikitpun matanya dari buku yang sedang dia baca.

"Tunggu neng geulis pulang dinas"

"Siapa?" Arqan pun mengangkat kepalanya dan langsung melihat ke arah Tristan.

"Ayu dan Wulan"

"Perginya pakai apa?"

"Mobil"

"Emang ada?"

"Ada, om minjamin aku tadi"

"Om yang mana?"

"Ayahnya Ayu. Kan aku mau nyulik anaknya, jauh lagi bawanya. Ke Singkawang sono. Mana di ijinin, kalau bawa anaknya pakai motor gede gitu. Baru datang udah dipites palakku"

Arqan yang melihatnya pun ber-oh ria. Tristan dan Arqan hari ini sedang tidak jaga karena mulai besok mereka akan kembali dinas di bangsal dan poli. Jadi mereka hanya akan dinas pagi setiap harinya tapi akan siap dipanggil setiap saat. Awalnya hanya Ayu dan Tristan yang akan pergi hari ini, hanya saja tiba-tiba Ayu mengajak temannya. Jadi Tristan juga mengajak temannya yaitu Arqan untuk dibawa mumpung mereka ada di kost yang sama.

Beberapa jam telah berlalu, waktu pun menunjukkan pukul 13.15 WIB. Tapi masih tidak ada tanda-tanda Ayu mengiriminya pesan bahwa dia sudah pulang. Dia tau bahwa jam pulang ataupun jam aplusan tidak akan selalu tepat waktu. Pasti lewat dari jam yang ditentukan, tetapi setidaknya dia berharap Ayu memberitahunya bahwa dia akan pulang terlambat. Tristan pun mencoba untuk menghubunginya, tapi tak kunjung diangkat. Berkali-kali dia menelponnya, tapi tak satupun panggilan yang ia lakukan diangkat oleh sepupunya itu. Ia pun menyerah dan memutuskan untuk menunggu Ayu menghubunginya terlebih dahulu.

*Ting* Tristan langsung membuka hpnya dan melihat ada pesan masuk. Ternyata itu pesan bahwa pulsanya telah terisi. Dia meresa kesal dan memutuskan untuk bersiap-siap. Kali ini hpnya berbunyi menunjukkan bahwa ada panggilan masuk. Dia langsung mengangkatnya tanpa membaca siapa yang menelpon.

[Halo, bang. Maaf baru liat hp, tadi ada pasien partus. Baru jak Ayu sampai rumah] – Ayu

[Ooh kira abang lupak bilang ke abang] – Tristan

[Awalnya mau ngubungin abang kalau buka 9. Tahu-tahu buka lengkap jadi langsung nolong. Hp aku simpan didepan] – Ayu

[Iyalah kalau begitu. Sekarang posisinya dimana?] – Tristan

[Dirumah. Baru mau siap-siap] – Ayu

[Abang kerumah sekarang ya?] – Tristan

[Okay] – Ayu

Tristan pun mengambil kunci motor dan kekamar Arqan untuk mengajaknya pergi sama-sama. Mereka langsung menuju garasi dan berangkat kerumah sepupunya itu. Tak lama mereka pun sampai dirumah Ayu. Tristan langsung memencet bel yang melekat di dinding sebelah kiri pintu rumah Ayu. Pintu rumah Ayu pun terbuka dan menunjukkan anak kecil yang dengan semangat membuka pintu karena sudah mengetahui siapa yang datang kerumah.

"Abang" Sapa anak kecil berumur 5 tahun dengan senyuman lebar dan tangan yang penuh dengan mainan tersebut.

"Raihan, sini abang gendong" Raihan pun langsung meletakkan mainannya di lantai dan mengulurkan tangannya keatas untuk digendong. Tristan pun langsung menggendongnya.

"Eeh, ada Dimas. Masuk, mas. Ajak temannya masuk juga. Ayu masih siap-saip dikamarnya" sahut mama Ayu.

"Iya, bu"

"Dek, kamu itu udah berat. Kasianlah abang gendong kamu"

"Gak apa-apa, bu. Masih kuat kok, anggap aja olahraga"

"Kata abang gak apa-apa, ma. Raihan ringan kok" ucap Raihan sambil memeluk erat Tristan.

"Kamu tu ya. Dimas kalau keberatan turunin aja si adek. Nanti kebiasaan"

"Iya bu. Qan, masuk. Ngapain depan pintu kayak satpam rumahan"

"Ooh iya, Assalamu'alaikum" ucap Arqan yang sedari tadi masih berdiri didepan pintu.

"Wa'alaikumsalam. Gak usah malu-malu, anggap aja rumah sendiri. Siapa namanya nak?"

"Arqan bu"

"Namanya bagus. Cakep kayak orangnya. Satu jurusan sama Dimas juga?"

"Iya bu. Satu tempat magang juga"

"Oalah, titip Dimas sama Ayu ya. Kalau mereka gak dengar pites aja. Gak apa-apa"

"Iya bu. Insya Allah, dilaksanakan" ucap Arqan.

"Dimas cakep juga kan, bu?" tanya Tristan.

"Cakep kalau lagi kalem. Cakepnya ilang kalau udah liat yang bening dikit" Sahut Ayu yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Nanya ibu bukan nanya kamu"

"Kan aku anak ibu. Sebagai anak ibu, saya mewakili jawaban hati ibu yang terdalam"

"Haduh, kelai terus kalian berdua ini. Apalagi kalau udah ditambah Ilham, pusing kepala ibu"

Mereka pun tertawa melihat mamanya Ayu. Tak lama Ilham pun keluar dari kamar orangtuanya. Tampak dia baru saja bangun tidur, dia yang melihat kehadiran Tristan pun langsung menghampiri Tristan.

"Tumben ke rumah, mas."

"Mau jemput tuan putri"

"Kirain mau minta makan. Emang mau kemana?"

"Astaga. Jujur benar kamu, ham. Terkesima aku sama kejujuranmu. Tuan putri ngajak ke Singkawang. Gak tahulah mau cari apa"

"Hamba mau cari jodoh, pak" ucap Ayu yang nimbrung dalam pembicaraan.

"Belikan abang kopi Aming nanti pulang" ucap Ilham ke Ayu.

"Duitnya?"

"Pakai duitmu dulu situ"

"Hamba belum gajian pak"

Seolah-olah tak mendengar omongan Ayu, Ilham pun langsung berjalan kedapur untuk mencari makanan. Tristan yang tau bahwa Ayu sedang kesal langsung mengajaknya berangkat. Mereka pun langsung salim kepada orangtua Ayu dan menjemput Wulan dirumahnya.

Mereka pun langsung berangkat ke Singkawang. Dalam perjalanan mereka pun berbincang-bincang dan merencanakan kemana saja mereka akan pergi bila sudah sampai di sana. Awalnya ada kecanggungan dalam mobil mereka. Karena ada Tristan yang sangat-sangat bergaul, suasana mobil pun tidak secanggung awal mereka masuk kedalam mobil.

To be continued

Kritik dan saran sangat diperlukan untuk menambah semangat penulis dalam membuat cerita

Terima Kasih

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doctor And Me [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang