4. The Triangle

2.9K 309 7
                                        

4/2

Kini ketiganya tengah berada di kamar Win, duduk berjejer disebuah sofa panjang menghadap TV dengan Win yang berada ditengah.

Semenjak acara makam malam berakhir, ketiganya lanjut bermain suit dengan hukuman bagi yang kalah akan menghabiskan 1 slice pizza yang ssbelumnya sudah mereka pesan. hingga ketiganya berakhir tepar karena seri. bahkan sekarang saja hanya Win yang masih kuat membuka matanya. pemuda itu masih asik menonton TV dengan sesekali matanya melirik kearah 2 sahabat yang sudah seperti kakak baginya itu.

merasa bosan, Win melirik jam dinding yang sekarang menunjukan pukul 1 malam. dilemparkan pelan selimut yang berada dipangkuannya ke Mike yang meringkuk seperti anak kecil kearahnya. Lalu anak tunggal dari keluarga Opas-iamkajorn itu menghela nafas pelan dan berjalan keluar kamarnya.

hal yang pertama kali Win lihat setelah keluar kamar adalah pintu kamar yang berada di ujung lorong, dimana kamar itu adalah kamar yang dulu di gunakan ayah dan mendiang ibunya. Dengan tatapan kosong, tanpa sadar langkahnya berjalan dengan sendirinya.

"Daddy, nggak pulang ya.." gumamnya sebelum akhirnya ia diam membisu.

Mata yang biasa memancarkan binar kini kembali meredup menatap kenop pintu. Bibir yang biasanya mengulas senyum dan tawa kini terkunci rapat. tangannya perlahan bergerak memegang kenop pintu.

Sakit hati langsung menderanya kala tangan kedua tangannya menyentuh kenop pintu. Dengan semua kejadian pilu itu langsung terputar di otaknya dengan leluasa.

Kejadian dimana ia masih bersama ibunya, bermain bersama ibunya disaat ia masih kecil, dan bersendau gurau dikamar ini. Hingga tanpa sadar setetes air mata jatuh begitu saja tanpa izinnya. Raut wajahnya yang datar namun air matanya yang berjatuhan membuat anak laki-laki yang baru saja menginjak 17 tahun itu terlihat sangat kesakitan.

"Ci?"

Win terkesiap. Buru-buru ia menghapus air matanya dan langsung berbalik arah ke sumber suara.

Ternyata itu adalah Mike.

"Mas? Kok disini?"

Win tadi menangis, ketika ia memanggilnya, Win langsung menghapusnya. Namun Mike bukan baru kemarin mengenal Win, Mike sudah mengenal pemuda itu semenjak ia kecil jadi gerak gerik apapun yang di ciptakannya, Mike tau. Hal itu membuat laki-laki kelahiran Jakarta itu menghela nafas. Lalu didekatkannya win, dan perlahan merengkuhnya, memeluknya erat.

Win kembali terkesiap saat dirinya dipeluk Mike secara tiba-tiba.

"Kenapa Mas?" Tanya Win pura-pura bingung.

"Kenapa di hapus?" Tanya Mike balik.

"Apanya?" Win terus saja mengulur pertanyaan.

"Air matanya."

Akhirnya Win diam, ia tau kalau Mike pasti akan mnyadarinya. Usahanya mencoba berbohong terasa sia-sia. Mike terlalu menyadarinya.

Menyadari keterdiaman Win, Mike bergerak mengelus punggungnya.

"Jangan ditahan. Mas tau tadi Win nangis. Kalo emang lagi nggak enak, keluarin. Jangan dipendem."

Jika biasanya laki-laki itu selalu mengerjainya hingga membuatnya kesal, tapi jika disituasi seperti ini, Mike akan berubah menjadi sosok yang lembut selembut Joss. Laki-laki itu akan mengelus punggungnya, menemaninya menangis, mendengarkan semua keluh kesahnya, menguatkannya dan akan menghiburkan disaat ia sudah selesai.

"Win.. nggak nangis," Jawab Win dengan suara mulai bergetar, masih tetap mencob mengelak.

tidak ada jawaban dari Mike, laki-laki itu hanya diam mengelus punggung Win.

HEALINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang