Semesta...boleh?

22 4 1
                                    

"Tante, Aby ada?"

"Ada lex, masuk aja ke kamarnya, daritadi dia nggak mau keluar". Kata mama Aby yang masih menangis tak tega melihat anaknya.

" Aby, nih ada Alexi naka, ayo keluar dulu".

"Nggak....", teriak Aby diiringi suara bantingan sesuatu dari dalam kamarnya.

" Aby, dengerin mama dulu nak".

BRAKKKKK
Alexi mendobrak pintu Aby yang masih terkunci itu, dan terlepaslah daun pintu itu meninggalkan puing-puing tersebut.

Di ujung tempat tidur, duduklah seorang gadis yang menyembunyikan kepalanya diantara kedua lututnya sambil terus menangis.

Alexi pun menyuruh Aby untuk segera ganti baju dan mengajaknya pergi ke suatu tempat.

Aby yang tak tahu harus berbuat apa, akhirnya menurut saja dengab apa yang dikatakan Alexi.

Mereka pergi ke suatu tempat yang tak asing lagi bagi Aby. Ya, jalan yang dikelilingi hutan itu. Jalan menuju tempat dimana Aby mendapat kejutana teromantis selama hidupnya.

Alexi sepertinya sudah tahu apa penyebab Aby seperti ini, mungkin Aby sudah tahu kalau Alexi adalah saudara kembarnya.

Dan, nenek yang untuk kedua kalinya mereka bertemu adalah sebenarnya orang yang sudah membesarkan Alexi dari kecil hingga kemudian Alexi di adopsi oleh orang tua yang kaya.

Sampailah mereka pada rumah pohon yang sudah menjadi milik mereka tersebut.

"By...."

"Alexi nggak usah ngomong apapun, Aby nggak mau dengar!"

Aby kembali menangis dan memeluk erat lengan kanan Alexi. Tak peduli air matanya yang sudah membasahi jaket Alexi.

"Lex, Alexi sayang nggak sih sama Aby? Alexi cinta nggak sih sama Aby? Apa Alexi nggak bisa jatuh cinta seperti orang pacaran ke Aby?"

"Setiap rasa jatuh cinta itu memang mudah sekali timbul, tapi untuk memikirkan kedepannyalah yang membuat sakit".

" Asal Aby tahi, setiap Alexi dekat sama Aby, Alexi ngerasa pingin lari dari kehidupan nyata yang Alexi nggak pingin tahu apa batasan yang menghalangi kita".

Perbincangan keduanya semakin mendalam hingga mereka kembali larut dalam kesedihan.

Mereka saling menyenderkan kepala pada dinding rumah pohon tersebut hingga sang jingga pun datang menghampiri.

Keadaan semakin mendukung tuk hanya mereka berdua yang dapat berbicara dengan serius kali ini, tentang rasa yang selama ini menyesakkan dada.

Tentang cinta yang tulus namun terhalang aliran darah.

Keduanya menatap ke langit dan saling berkata bergantian.

"Semesta, apa kau merestui kami?"

"Semesta, bolehkah Aby minta lexi yang jadi suami Aby nanti?"

"Semesta, apakah salah mencintai dia?"

"Semesta, apakah dalam mencintai seseorang kita perlu melihat statusnya?"

"Semesta, bolehkah aku tak ingin menikah selain dengannya?"

"Semesta apakah kau tak cemburu melihat dia bersama yang lain?"

Keduanya terdiam dan tak ada kata saling menatap. Hening tanpa suara, hanyalah hembusan nafas yang tertahan. Bertanya pada semesta namun semesta sepertinya tak ingin menyetujui ini.

Lalu, untuk apa cerita ini ada? Untuk apa kau membawaku terlibat dalam rasa yang sudah kubayangkan betapa manisnya, kemudian kau hentikan begitu saja dengan alasan aliran darah. Mana bisa masuk akal?

Entahlah, penulis juga bingung untuk menebak kisah cinta seperti apa ini? Kisah cinta yang mungkin sudah menyalahi takdir? Tidak, ini hanya ketidaksengajaan dalam mencintai seseorang.

                             TAMAT

Tasta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang