Pawana malam dingin menerpa tubuh Sakura yang hanya terbalut jaket jeans kebesaran dengan seragam batik yang juga kebesaran milik Minho. Sakura bergeming sesekali menendang batu yang ada dihadapannya. Jalan menuju perumahan Sakura sangat sepi di malam hari, jam yang sebelumnya Sakura cek di ponselnya sudah menunjuk pukul sebelas, hal itu cukup membuat Sakura was-was dengan keadaan sekitar.
Helaan napas berat keluar begitu saja, netranya menatap angkasa mendung tak berbintang. Sakura tak tau apa yang harus ia perbuat, masalah yang ada pada kedua orang tuanya berbekas kepadanya hingga saat ini. Bahkan Sakura tidak bisa sekadar mengeluarkan air mata. Rasanya lelah jika kembali mengingat masa-masa itu; masa di mana kedua orang tuanya bertengkar hingga berakhir dengan sebuah perceraian. Sosok orang tua yang seharusnya selalu ada untuk Sakura saat beranjak remaja dan menuntunnya, hilang karena keegoisan mereka yang ia pikir membuatnya tak bahagia hingga sekarang.
Saat Sakura ada di tingkat akhir sekolah dasar, hubungan kedua orang tuanya sangat renggang, saling menyalahkan satu sama lain. Malah Sakura tidak pernah melihat mereka ada di rumah. Sesekali melihat Junmyeon yang menyapa tiap pagi dan malam setelah pulang kerja, itu hal yang masih sangat Sakura syukuri.
Kalau Irene ..., tidak tau. Sakura tidak pernah tau saat itu Irene pergi ke mana. Sempat Sakura membopong tubuh sang bunda pulang saat dini hari dengan bau alkohol yang sangat menyengat sambil bersumpah serapah nama laki-laki yang tidak pernah Sakura dengar. Sakura yang jengah langsung melaporkannya ke Junmyeon, lalu kembali memicu pertengkaran lagi dan lagi. Hingga finalnya, Junmyeon memutuskan untuk menceraikan Irene. Dengan tangis yang tak bisa Sakura tahan lagi, Sakura menangis dikamarnya seharian hingga tidak mau keluar kamar.
Namun, hak asuh jatuh ke tangan Irene karena umur Sakura yang belum beranjak dua belas tahun. Sakura juga harus menerima Junmyeon yang akan pindah ke Jepang untuk dinas tetap di sana hingga beberapa tahun. Meninggalkan Sakura dengan Irene yang tiba-tiba menjadi workaholic, sering meninggalkan Sakura sendiri di rumah bahkan hingga berhari-hari atau berbulan-bulan tanpa kabar.
"Hai, Cantik." Tubuh Sakura membeku ketika sebuah tangan merangkul pinggang. Tangan Sakura yang bebas langsung memukul wajah laki-laki di sampingnya, kemudian menjambak rambut si empunya yang dikira orang jahat.
"ARAAAAAAAAA! INI INOOO!"
Mendengar suara yang tidak asing, Sakura melepaskan rematannya dan membelalak ketika melihat Minho dengan wajah merah dan kesakitan di hadapannya. "INO?!"
"Sakit, Ara!" Dengan tawa geli, Sakura merapikan rambut Minho yang acak-acakan karena jambakan Sakura barusan. "Sakit..." rengek Minho sekali lagi.
"Lagian ngapain sih langsung ngerangkul segala? Panik tau!"
"Tadinya 'kan gue mau bikin supris."
Sakura berdecak, "Surprise."
"Iya itu lah pokoknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Not Perfect
FanficIni bukan hanya tentang impian atau masa depan, ini semua tentang kehidupan. Sakura Kim hanya menginginkan kesempurnaan dari keluarganya yang telah mengalami kerusakan. Di belakangnya ada sosok Minho Lee, seorang sahabat yang tak luput dari pandang...