Kehujanan di senja hari, tak membuat Sakura ingin bergegas mandi. Tas yang masih dipakaikan cover rainproof, dilempar begitu saja di atas kasur, bersebelahan dengan tubuhnya yang dibanting begitu keras.
Sebenarnya, Sakura bukan tipe orang yang bisa marah dengan seseorang. Ketimbang membuang tenaganya untuk hangus hati, ia lebih baik bungkam sambil mendengarkan lagu demi meredam emosi. Sakura tidak suka jika ia marah, jantungnya bisa berdegup, membuatnya sesak napas, dan bikin gelisah.
Namun, Sakura kelepasan melemparkan amarahnya ke sang bunda. Buktinya sekarang ia menyesal melakukan itu dengan menangis dalam diam yang begitu menyesakan dada. Mau minta maaf pun rasanya enggan, sudah terlanjur berceloteh yang tidak-tidak meski ucapan Sakura masih ada benarnya. Sakura juga menyadari perubahan raut wajah sang bunda yang jika bertukar posisi pun, Sakura jamin ia pasti juga akan geram.
Getaran kencang dari tasnya, membuat Sakura bangun dari posisinya. Ia menarik tas dan membuka cover rainproof, kemudian membuka tas, mencari keberadaan ponsel yang berada di kantung paling depan.
Setelah dilihat di layar ponsel pintar itu, nama kontak dengan emoji tiga kucing tertera di sana sedang melakukan panggilan telepon. Sakura menghela napas, ia menyeka air mata yang masih keluar, serta membuang ingus dengan kaus putihnya. Habis itu, Sakura menggeser tombol hijau dilayar untuk menjawab telepon.
"Hah?"
"Assalamu'aikum, Su."
Sakura mengernyit, "Su?"
"Asu!"
"Ish! Nape sih, No?" ujar Sakura, "Wa'alaikumsalam..."
"Nah, gitu dong jawab salam."
"Iya, kenapa, Ino?" Sakura mengerling setelah mendapat teguran dari sahabatnya di seberang sana. Kontak dengan emoji tiga kucing itu adalah kontak Minho. Sengaja Sakura namai begitu karena ia suka lupa dengan keberadaan kucing Minho yang jumlahnya ada tiga. Kalau Sakura lupa, ia bakal dicekoki ceramah nan panjang tentang kucing-kucingnya Minho selama tiga jam. Sakura kapok.
"Dah sampe lo?"
"Udah ... baru banget," sahut Sakura, "keujanan."
"Gue juga keujanan. Sampe rumah makin dibikin basah."
"Dibikin basah?"
"Emak gue guyur pake air gara-gara liat gue balik basah kuyub."
Sakura mendengar kekehan pelan dari sana, "Ya lagian lo ngapain balik basah kuyub sih?"
"Gak bawa payung!"
Sakura berdecak, "Siapa suruh gak bawa? Gue udah tiap hari nyuruh lo bawa payung!"
"Lo bawa gak, gue tanya?"
"Enggak lah!"
"Yaudah, gue enggak bawa juga karena lo gak bawa. Masa ntar lo keujanan, gue enak-enak payungan?"
Sakura tertegun, ia menghela napas lalu tertawa pelan. "Apa sih, No? Masa gara-gara gue gak bawa?"
"Kalo lo sakit, gue juga ikutan."
"Ngaco bener."
"Ara..."
Sakura berdiri dari tempatnya, berniat membuka sepatu yang sedari tadi masih ia pakai. "Hah?"
"Kangen."
"Geli bener, tadi di sekolah juga ketemu," ujar Sakura dan melempar sepatunya ke rak yang berada di samping pintu kamarnya. "Besok kamis 'kan ya?"
"Iya. Kenapa? Mau naek kopaja lagi? Gue bawa motor nih besok."
"Gue lupa seragam batik gue naro di mana, kayanya belum gue cuci." Masih sambil meletakkan ponsel di telinga, Sakura menyusuri lemari pakaiannya dan mencari seragam batik sekolahnya yang entah berada di mana. "Bener deh, belum di cuci."
"Gue bawain besok."
"Bawain apaan?"
"Batik lah, kan gue punya dua waktu itu gara-gara gue pikir ilang, taunya keselip di baju emak gue."
"Oh ... yaudah, tolong bawain deh, No. Maaciw."
"Siap. Bayarannya cium gue bolak-balik. Dah."
"Dih––"
tut!
Hampir saja Sakura membanting ponselnya, kalau tidak gadis itu sabar dan mengelus dadanya dengan menghembuskan napas berat.
Berteman dengan seorang Minho Lee memang harus ekstra sabar. Laki-laki yang selalu bersama Sakura hampir menjelang enam tahun, dari awal masuk SMP. Sosok yang selalu menemani Sakura dalam suka maupun duka, Minho tau perjalanan hidup Sakura tentang perceraian orang tua yang hanya ia ceritakan kepada Minho, begitu juga dengan impian masa kecilnya yang ingin menjadi seorang penari.
Jelas, Minho mendukung Sakura. Dari selalu menemani gadis itu tampil diberbagai acara di mal, atau panggung teater, bahkan di pekan raya ibukota di pinggir jalan. Kadang ditemani ibu Minho yang selalu Sakura panggil 'emak'.
Terkadang Sakura iri dengan laki-laki itu karena memiliki ibu yang begitu menyayanginya, Sakura jadi kecipratan kasih sayang dari ibunya Minho jika gadis itu berkunjung ke rumah Minho. Walaupun Minho adalah anak yatim yang ditinggal ayahnya sejak masih kecil, ia tetap hidup dengan penuh kebahagiaan. Tetap menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab, tak menjadi anak yang manja seperti Sakura.
Padahal dirinya dengan Minho sama-sama anak tunggal, tapi pribadi Minho lebih dewasa dari Sakura dan Sakura membenci hal itu.
Getaran pelan dari ponsel yang berada di tangan Sakura membuat dirinya yang melamun di depan lemari pakaian, kembali tersadar. Tiga pesan singkat dari apikasi WhatsApp yang baru saja masuk, membuat mata Sakura membola saat melihat gelembung notifikasi.
Ayah:
| anakku,, ayah di Indonesia
| bsk gmn kl kt ketmu saat plg sklh,, kmu sx gk nak,,
| ayah jmpt kmu di sklhSelain pusing melihat ketikan ala-ala anak remaja lima tahun lalu, Sakura juga pening mengetahui jika sang ayah berada di Indonesia.
Padahal Sakura tahu jika ayahnya kan datang ke negara asalnya sejak bulan lalu, hanya saja ia tak berpikir akan mendadak begini.
You:
oke ayah. bsk kura pulang jam 3 |
klo ayah mau jemput, kabarin ya |
soalnya kura biasa nebeng temen |
takut dia nungguin kura |
read.
Ayah:
| jam 3 subuh y ,,, xixixi 🤭
| okk anakku
Sakura pusing.
latarnya bisa dimana aja sih, cuma aku pakai latar lokal Indonesia ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Not Perfect
ФанфикIni bukan hanya tentang impian atau masa depan, ini semua tentang kehidupan. Sakura Kim hanya menginginkan kesempurnaan dari keluarganya yang telah mengalami kerusakan. Di belakangnya ada sosok Minho Lee, seorang sahabat yang tak luput dari pandang...