REMEMBER ME

1.6K 133 20
                                    

Menyesapi rokok di tengah rasa putus asa merupakan pelarian Renjun. Tidak lupa dengan kanvas di hadapan serta kuas lukis di hadapannya kini yang turut menjadi pelampiasan akan segala hal yang kini bergejolak dalam hati Renjun. Luka hatinya masih menganga. Sakit hati setelah melepas Nakyung masih sangat terasa di relung dadanya. Sial, sebenarnya siapa Lee Nakyung ini sampai mampu membuat seorang Huang Renjun sampai begini?

Sudah dua minggu sejak ia mengundurkan diri dari Sudah Nakyung Hyunjin. Sudah  selama itu pulah Renjun mengasingkan diri. Semua jadwalnya ia undur demi bisa menghilang sejenak dari peredaran. Ponselnya bahkan tak ia sentuh sama sekali.

Persetan dengan hubungan persahabatannya dengan Lee Taeyong, kakak Nakyung itu. Pemuda itu benar-benar kecewa akan ketidak professionalan Renjun. Seandainya Taeyong tahu kalau itu semua justru yang terbaik.

Terbaik, bukan untuk Renjun tapi mungkin untuk Nakyung.

"Keparat, sudah dua minggu berlalu! Berhenti memikirkannya!" decak Renjun memarahi diri sendiri.

Pikiran Renjun selalu mengajak Renjun memikirkan Nakyung. Seperti sekarang, Renjun tak bisa tidak memikirkan apa yang kira-kira sedang Nakyung lakukan.

Bersenang-senang dengab Hyunjin?

Berjalan-jalan mengelilingi Pulau Bali seperti yang selalu Nakyung impikan?

Memadu kasih dan berbagi canda tawa disana?

Sungguh, Renjun ingin mengenyahkan itu semua dari otaknya. Semua bayangan kebahagiaan Nakyung yang sangat Renjun impikan bisa perempuan itu bagi bersamanya hanya menjadi halusinasi belaka. Renjun tak bisa menyangkal kenyataan bahwa Hyunjin lah yang kini sedang membaginya bersama Nakyung.

Renjun tak menduga ia akan jatuh sedalam ini pada Nakyung. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Menjadi laki-laki menyedihkan yang masih berharap pada sosok istri orang yang seharusnya tak bisa ia jangkau lagi.

Semua kenangan, kehangatan dan kebahagiaan sederhana yang ia bagi bersama Nakyung terlalu membekas. Hal-hal sederhana nan aneh yang disukai Nakyung, mulai dari sereal dengan susu dingin sampai kebiasaan Nakyung yang selalu menopangkan kakinya di paha Renjun saat nereka menghabiskan malam dengan menonton di ruang tamu Renjun.

Manis bibir ranum dan lembut kulit Nakyung yang selalu membuat Renjun ketagihan untuk menyentuhnya. Bisik dan suara merdua Nakyung saat bercerita maupun saat mereka bergelut di ranjang. Semua itu bagaikan bekas noda yang sudah permanen membekas di memory Renjun.

Ia ingin menghapusnya, sungguh. Tapi di saat bersamaan, Renjun juga masih tidak rela melepasnya. Jauh dalam lubuk hati Renjun, ia masih keras kepala dan kekeuh bahwa apa yang terjadi antara dirinya dan Nakyung bukanlah sebuah kesalahan apalagi hanya nafsu sementara.

Semuanya mereka bagi dalam keadaan yang sadar bahkan terlalu sadar sampai rasa bersalah mereka seakan mati rasa.

Derit suara pintu dari ruangan tua tempat Renjun kini berada menyentak Renjun dari lamunannya. Mengusik waktu sendiri Renjun yang kinu masih berada di puncak rasa frustasi.

REMEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang