Terkadang yg terlihat paling tidak peduli adalah yg paling mempedulikan.
~Vian☘️"Papah" panggil seorang gadis mungil ketika ia melihat sosok yg sangat familiar didepan gedung rumah sakit tempat ia biasa cek up.
"Ara? Vian?" Bisa terlihat dari kedua manik mata milik lelaki itu, ia terlihat sangat bahagia.
Sang putri mencium punggung tangan milik ayahnya lalu diliriknya sang kakak yg hanya terdiam. Sebuah inisiatif muncul diotaknya, segera ia menginjak kaki Vian agar mengikuti apa yg ia lakukan.
Vian melakukan dengan sangat terpaksa, jika bukan karena kesakitan diarea jemari kakinya ia tak akan melakukannya.
"Papah ngapain kesini?" Gleen terdiam, tak tau harus menjawab apa tak mungkin juga kalau ia harus menjawab jujur.
"Nemuin temen disini aja nak, kamu kok kesini ngapain?" Setahu Anne ayahnya belum mengetahui tentang penyakitnya yg kenyataannya sangat berbanding terbalik dengan pengetahuannya.
"Nemuin temen juga pah, kemarin sempat frustasi karna dibully" jawab Anne berbohong setelah memikirkan sedikit banyak alasan diotaknya.
"Yasudah, kalau sudah selesai langsung pulang ya jangan pulang larut, papah duluan" salam penutup yg terucap dari bibir pucatnya melontar lalu kakinya diayunkan menjauh dari kedua kakak beradik itu, terlihat langkahnya gontai seperti orang yg belum makan seharian.
Entah anginnya yg terlalu kuat atau Gleen yg terlalu ringan hingga ia ambruk terbawa angin. Kedua kakinya yg sedari tadi sudah lemas pun menyerah menopang tubuh yg tak terlalu gemuk itu.
Brug...
Anne sedari tadi belum mengalihkan pandang dari sang ayah, menanti punggung yg dulu pernah menafkahinya tak terlihat. Matanya membulat sempurna mendapati tubuh sang ayah yg sudah terkulai lemas diatas panasnya aspal malam.
"Alll, papah Al" pita suaranya seolah ikut terbangun dari kenyamanannya membuat sang empu berteriak nyaring.
"Papah" keringat yg sedari tadi memenuhi kening, kini mulai tertetes bersamaan dengan langkah kaki yg terus melaju. Terlihat betul betapa khawatirnya seorang Vian kali ini.
"Telpon Tama" perintahnya tegas dengan nada suara yg amat sangat getir.
Anne hanya menuruti apa yg kakaknya minta, tak lama setelah itu datanglah dokter Tama membawa sebuah kursi roda untuk menopang tubuh Gleen.
Gleen langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat menggunakan ambulance rumah sakit Tama, wajahnya sangat pucat, bibirnya mulai membiru, nafasnya mulai tak teratur.
Putra dan putri nya hanya bisa menangis tersedu sembari berdoa agar Gleen bisa selamat. Air mata keduanya terus lolos dari kelopak mata miliknya.
Beberapa menit telah mereka tempuh menggunakan mobil Van bertuliskan ambulance terbalik itu. Gleen langsung dibawa melaju menuju ruang yg sangat menunjukkan keadaan rawannya, unit gawat darurat.
Terlihat dari pintu berbentuk kaca tembus pandang, ayah mereka sedang ditangani oleh dokter. Anne menoleh pada Vian, dilihat sang kakak sangat terpukul. Dipeluknya tubuh tinggi nan kekar itu, mereka menangis deras tanpa bersuara.
Krittt...jeglek...
"Gimana keadaan papah saya dok?" Vian menghampiri dokter masih dengan keadaan yg sangat kacau.
"Sabar dulu ian, pasti papah Lo baik-baik aja ko" Tama berusaha untuk sedikit menenangkannya.
"Papah gimana dok?" Kini wanita mungil berambut pendek itu menghampiri keduanya yg sedang bersama dokter papahnya, beberapa menit yg lalu memang ia tak disana karena membelikan air mineral untuk Vian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adevan
Short Story"Bang, kenalin, aku Almeera Lianne, aku suka sama Bang Devan" "Terus?" "Abang mau ga jadi pacarku?" "Ge" Azka Al Adevan, the most wanted SMA Garuda yg sering dikejar oleh kaum hawa. Tampan tapi sering menyakitkan. Almeera Lianne, The most wanted SM...