Maxime☆

12 2 0
                                    

"Woiii, udah jam enamm" suara Devan meninggi, namun tidak berteriak.

"HAHH? APAA?" Ketiganya hanya melongo mendengar apa pernyataan yg Devan lontarkan.

"Astaghfirullah gue ada ulangan matematika hari ini, daebk" Vian berteriak sembari mengumpat layaknya umpatan dalam drakornya.

"Gua mandi duluan" teriak Dion saat menutup kamar mandi dengan tergesa.

"Argh, gue ke kamar inap sebelah deh numpang mandi" Ucap Vian lalu keluar dari kamar inap ayahnya.

Vian ingat siapa saja yg ia tinggalkan dikamar inap itu, anak dua manusia yg tengah perang dingin karena kejadian kemarin. Vian mempercepat mandinya, berharap dua orang disana tak sedang adu mulut maupun fisik.

Lima menit berlalu, Vian kembali ke ruangan ayahnya dirawat, benar saja yg ia duga tapi untung tidak segawat yg ia bayangkan.

Dua orang yg tengah perang dingin itu terpisah, layaknya kutub Utara dan Selatan, sangat jauh. Tanpa basa basi Vian langsung angkat bicara.

"Dev, lu mandi disini aja, Dino lu ke kamar sebelah gue udah ijin ke yg punya" ucap Vian pada keduanya.

Tak sepatah kata keluar dari mulut keduanya, ia menduga telah terjadi sesuatu sebelum ia datang kemari.

Semuanya kini sudah siap, Anne sudah berangkat sejak tadi karena ia tak kesiangan. Semua menuju ke arah mobil Dion.

"Gue yg nyetir" ucap Devan singkat, tanpa berlama-lama lagi Dion memberikan kunci mobilnya.

"Untung masih 7.29, ga telat kan" ucap Vian santai setelah tergesa-gesa dan ketakutan sedari tadi.

"Gue ke kelas duluan" Devan berlalu cepat tanpa aba-aba, tanpa jejak ia sudah tak terlihat disana.

"Gue mau beli minum ke kantin" kini suara lembut Dino menyusul suara Devan yg tegas.

"Temen Lo pada kenapa sih?" Tanya Vian pada Dion dengan arah mata masih tertuju pada Devan.

"Anggep aja bukan temen gue" jawab Dion asal dengan mata tertuju pada Dino.

"Bodo ah, gue ada ulangan matematika, pagi-pagi suruh mikir beginian, sia-sia dong gue belajar semalem" oceh Vian.

"Emang lu belajar nyet semalem?" Tanya Dion terheran dengan pernyataan Vian.

"Kagak" jawab Vian santai

"Pengen dosa takut nampol" umpat Dion, pasalnya ia menyesal telah menanyakan hal yg sudah pasti ia tau jawabannya.

"Kebalik nyet"

Mereka berdua menuju ke kelasnya, Vian tengah bergumam nada-nada soundtrack drakornya dengan lirih dan Dion baru saja membuka buku catatannya.

Berbagai teriakan Fangirl mulai terdengar, ada yg memuji, ada yg mencaci dan ada yg mengomentari. Nyatanya inilah hidup yg tak selalu menyegarkan seperti sp*ite ataupun terlalu pahit seperti kopi hitam tanpa gula.

Vian dan Dion mengarah ke meja dimana Devan biasa bersinggah, seperti setiap paginya mereka mengecek laci yg dipenuhi coklat ataupun cemilan lain.

"Kosong" ucap Vian terkaget.

"Hah, ga mungkin!" Teriak Dion.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AdevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang