Nevada☆

20 6 0
                                    

"Bokap gue kena maag akut ga akan sembuh" suara parau milik Vian menjawab semua pertanyaan ketiga sahabatnya.

"Yg sabar ya bro, rencana Tuhan pasti indah" hibur Dion.

"Iya Ian, gue tau Lo kuat kok" sahut Dino.

Satu yg lainnya diantara mereka masih terdiam kikuk, menatap siapa wanita yg kini ada didepannya. Antara kikuk, kaget dan tak menerima keadaan bahwa benar adanya Anne adalah adik Vian dan putri Gleen.

Dion tak kaget mengenai Anne, tapi Dino juga sama kagetnya seperti Devan. Kenapa tidak sedari dulu dia tau mengenai adik Vian yg cantik itu agar segera ia dekati, begitu pikirnya.

"Temen Lo kenapa diem?" Tanya Vian pada Dion.

"Liatin adek Lo, wajar kemarin kan dia tolak" gelak tawa diantara mereka berdua semakin terdengar. Bukannya tak menghargai Gleen yg tengah sakit, mereka hanya ingin terbebas dari kesedihan.

Mending buat gue aja daripada sama Devan disakitin doang, batin Dino.

"Ra, beli makan dulu gih, beli 6 porsi, yg satu bubur ayam ya, yg 5 terserah Lo yg milih" pinta Al pada Anne yg terlihat sangat terpuruk.

"Iya Al" Anne tak banyak bertanya, pergi menjauh dari sekumpulan orang didalam ruangan VIP yg tengah ayahnya tempati.

"Ian" panggil Dino pada Vian yg tengah memeriksa keadaan ayahnya, lagi.

"Apaan?" Jawab Vian singkat, ia tau semua hal yg ingin dibicarakan Dino semata-mata hanya hal tak penting.

"Adek Lo, buat gue ya"

"Nggak!" Jawab Devan tegas.

Bukan karena ketertarikan nya pada Anne yg membuatnya berkata demikian. Tapi, karena amanah Gleen yg sudah Devan iya-kan.

"Lo kan ga bakal bahagiain dia juga Dev" ucap Dino blak-blakan.

"Gue bakal usaha" dari nada suaranya terlihat siluet tekad kuat dari seorang Adevan. Dia tak punya siapa-siapa lagi dan kini orang yg mengaguminya ingin diambil sahabatnya begitu saja, tentu ia tak terima.

Krietttt...(pintunya buka woi)

Keheningan tercipta saat gadis mungil mereka memasuki kembali ruangan itu. Tak ada seorang pun yg berhasil membuka keheningan disana. Jikalau ada, pasti tak ada orang yg meresponnya.

Acara makan bersama pun terpaksa dilalui dengan hening, benar-benar hening, hingga Dion berhasil memancing keramaian kembali.

"Kapan bokap Lo boleh pulang?" Tanya Dion, pertanyaan-pertanyaan yg dilontarkan oleh seorang Dion memang sangat dewasa bukan? Dia pasti lelaki idamanmu.

"Katanya sih sampai papah gue rajin makan" Jawab Vian jujur.

"Trus Lo masih mau pisah rumah sama bokap Lo?" Dion ternyata sangat penasaran ya, kayak haters kamu yg kurang info. Tapi, semata-mata pertanyaan ini untuk menyadarkan Vian agar ia menyudahi semua omong kosongnya mengenai keegoisan orang tuanya.

"Ngga, setelah pulang dari rumah sakit gue balik ke rumah bokap" Dion meneliti setiap inci mata Vian, ingin menemukan sebuah titik dusta disana, tapi sepertinya Vian tulus kali ini. Ingat, hanya kali ini.

"Alhamdulillah deh lu udah sadar, ga selamanya lari itu jadi jalan yg paling bener" ucapan bijak Dion membuat Vian tersenyum tipis lantas membalas ucapannya.

"Thanks ya bro, Lo udah jadi psikolog kita bertiga" ucap Vian asal.

"Lo pikir gue gila? Butuh psikolog segala?" Ucapan blak-blakan yg berasal dari mulut Dino membuat Anne bungkam, kalian pasti tau penyebabnya.

AdevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang