Happy Reading!
Copyright © Arcastellan
•••Awan mendung membawa gerimis dengan elok menutup senja tanpa etika. Kegelapan menjelang malam menjadi awal kisah yang cukup suram. Bahkan, tangisan seseorang mungkin akan tersamar di derasnya rintikan hujan. Ah sial, jangan terfokus akan cuaca persetan yang menambah kengiluan hidup dalam sebuah kisah. Lara yang malang, kini kembali pada situasinya.
Di sana, terlihat Lara berdiri penuh keraguan di depan sebuah pintu putih yang ia ketahui jika di dalam sana terdapat keluarganya termasuk Lira yang terpasang infus entah bagaimana keadaannya. Perlahan, tangannya menggaet handle dengan kehati-hatian berusaha tak menggangu obrolan yang ada.
Ceklek
Pintu terbuka, yang sontak membuat semua yang sedang bercanda gurau terdiam dan mengalihkan pandangannya ke arah Lara.
"Kak Lira...." panggilnya lemah.
jika kau berpikir Lira akan membalas sapaannya dengan wajah berseri bahagia, maka salah besar. Sudah menjadi rahasia umum jika Lira adalah sosok anak yang manja dan semena-mena. Hal tersebut tak jauh dari gelar berlian keluarga Dalviero yang tersemat pada dirinya sejak empat tahun terakhir.
"Lara?! Bukan 'kah kau sudah berjanji akan menjagaku? Tapi, kenapa kau tak menolongku saat aku hampir dibunuh?! Dan kau malah diam saja! Kau pembohong Lara!"
"Ka-kak, a-aku...."
"AKU BENCI LARA! AKU TAK INGIN MELIHATMU LAGI! PERGI!" teriak Lira histeris seraya melempar segala benda di sekitarnya ke arah Lara hingga berantakan.
"Ka-kak...."
"PERGI!" jeritnya, hingga....
"KAMU! KELUAR SEKARANG!" bentak wanita blasteran Italy-Jepang yang tak lain adalah Nara dengan emosi membara. Sungguh, ini adalah kali pertama Nara membentaknya.
"M-Mom...."
"Keluar! Dan jangan pernah memanggilku Mommy! Kau bukan putriku lagi! Dengar?!" Sakit, Ya! Lebih sakit rasanya dibanding pengakuan Nathan yang hampir membunuhnya dan mengambil ginjalnya tanpa seizinnya. Seorang Ibu yang amat menyayanginya berkata demikian. Ah, benar-benar menyedihkan. Dan tanpa diduga....
SREEK
Dengan kasar, Nathan menyeret tangan Lara menuju ke luar ruangan hingga terlihat kemerahan dan sedikit lecet akibat buku-buku tangan pria jangkung itu yang mencengkram erat.
"Dad... Argh! Tangan Lara sakit, Dad."
Nathan menghempaskan tangan Lara dengan kasar hingga terdengar rintihan dari bibir tipis gadis kecil bernetra yang biasanya hitam legam nan tajam kini terlihat redup dan sayu. Sangat terlihat betapa terlukanya hati dan fisik Lara saat ini.
"Mulai saat ini kamu bukan anggota keluarga kami lagi! Dan jangan pernah menggunakan nama keluarga! Tidak ada lagi Lara, maupun Auretha! Kau hanyalah Degreez yang tak tahu malu! Sungguh mengecewakan!" titah Nathan yang seketika membuat dunianya hancur berkeping-keping. Tak ada harapan lagi, tubuhnya merosot ke lantai yang dingin seakan tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk menjalankan hidupnya.
"D-Dad...." isaknya menatap punggung Nathan sendu.
"Kak Bara...." panggilnya lirih mendongak menatap lemah kakak pertamanya yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.
"Menjijikan! Aku tak menyangka kau sehina ini Lara. Kau... Pembunuh! Namamu selara hidupmu. Menyedihkan," ucap Bara sekuat tenaga menahan rasa ibanya, ia beralih pergi meninggalkan Lara yang menangis terluka. Sungguh, ia tak sanggup melihat adik tersayangnya terluka seperti ini, namun ego berkata lain. Ia amat kecewa dengannya.
"Ka-Kak...." desisnya menatap kepergian Kakaknya dengan lemah.
Ia tak menyangka Kakaknya akan berkata semenyakitkan ini. Bahkan, bukan hanya Kakaknya, namun juga orang tua dan kembarannya yang ia amat sayangi. Pupus sudah harapan untuknya kembali. Ia tak tahu harus ke mana lagi.
Kakinya melangkah tak tentu arah, keluar dari rumah sakit dengan keadaan yang amat mengenaskan. Menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya tak lebih menyakitkan dari hatinya. Ia tak kuat berjalan, namun tak mungkin jika harus berdiam diri di sana. Teramat sakit, bukan lagi fisik yang terluka. Melainkan hatinya, hati kecil yang tak pantas menerima kasih dan sayang keluarganya lagi.
Sudah hampir setengah jam ia berjalan di jalanan sepi yang dikelilingi pohon rimbun nan gelap, dengan tangan yang setia memegangi perut bagian pojok kirinya yang ia tau jika itu efek dari operasi ginjal yang ia sendiri tak tahu kapan terjadi. Bahkan, noda darah yang lumayan banyak menodai bagian tersebut. Sepertinya jahitannya terbuka, ya itu sudah pasti.
Ah aneh sekali jika dipikir, orang yang telah melakukan operasi ginjal dan patah tulang dapat berjalan selama hampir setengah jam. Sungguh tak masuk akal. Namun itu lah yang terjadi, mungkin rasa sakit hati yang ia derita menutupi segalanya. Hidup mati seakan tak berguna untuknya.
"AKU BENCI KALIAN! KALIAN AKAN MATI DI TANGANKU! KUPASTIKAN ITU!" jeritnya penuh tekad dengan sisa tenaga yang tak kuat. Entahlah, hanya dendam yang ia rasa. Sayang, cinta, bahkan sejenisnya seakan tak siap tuk hinggap pada dirinya. Kisah menyakitkan yang ia terima menghapus memori indahnya. Namun akankah Tuhan memberi kesempatan untuk membalaskan dendamnya? Ah, ia harap... Ya!
Tubuh yang basah kuyup dengan gemetar akan dingin di bawah terbasan hujan membuat pandangannya kian memburam, dan perlahan kegelapan menghampirinya. Dan....
BRAK
Ia tak sadarkan diri untuk kedua kalinya. Hingga, dua sosok kini berjalan menghampiri. Yang memang sedari tadi hanya memperhatikan di balik mobil hitam legam yang tersamar gelapnya malam.
"Apakah harus sejauh itu?" ucap salah satu dari keduanya menatap kondisi sang majikan yang dipenuhi darah segar dengan cosplay yang cukup menakjubkan di mata coklatnya. Sontak, hal itu membuat sang atasan melemparkan sorot mata penuh arti di balik senyuman miring yang terpatri tanpa ada yang menghalangi.
"Hm?" dehamnya seperti biasa dengan seringaian licik yang tak pudar, yang tentunya membuat helaan napas berat terdengar pasrah dari sosok jangkung yang menatap majikannya dengan berbagai opini yang tak baik.
"Sungguh tak habis pikir," gumamnya melemparkan pandangannya pada gadis kecil yang tak sadarkan diri di hadapannya.
#Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaura's Secret [Agent E] - END (TAHAP REVISI ALUR TOTAL)
Misterio / SuspensoTatapannya mengisyaratkan kebencian. Hidup dan mati adalah permainan. Menyangkal berarti siap bermain tanpa akal. Lara Auretha Degreez, Ah no! Itu bukan dirinya. Sosok kejam tak berperasaan ada pada dirinya. Dirinya yang lain, yang berubah menjadi...