"Lo? "
Syifa dengan cepat langsung mendekap Tissa yang sedang menangis sehebat hebatnya. Ia memeluk nya dan berusaha menenangkannya.
Melihat Tissa menangis Syifa jadi teringat catatan yang berada dibelakang buku Matematika milik Tissa.
"Lo kenapa? " Tanya Syifa.
"Syifa apa gue harus cantik supaya gue bisa dihargain? " Tanyanya masih dalam keadaan menangis.
Syifa terdiam sebentar, ternyata benar dugaannya.
"Nggak kok,Emang lo kenapa? Ada yang ngejek lo? Mana orangnya sini biar gue tonjok sumpah gue kesel banget sama orang yang suka ngejek fisik! "
"Gak ada cu-cuma gue bisa ngerasain itu semua. Gue yang gak sempurna selalu gak di hargain apa lagi sama orang yang gue suka. Tapi lo yang sempurna selalu di hargain, jujur gue kadang suka iri sama orang yang sempurna! " Jujur Tissa sedikit membuat Syifa ikut sedih.
Syifa menatap Tissa dengan tatapan iba. Syifa pernah mengalami fase ini. Dimana Syifa sangat sedih dan ia sangat terpuruk. Tak ada yang mengerti dirinya kecuali dirinya sendiri dan juga tantenya.
"Perlu tempat buat di dengar? " Tawar Syifa kemudian Tissa mengangguk.
Tissa benar benar ingin didengarkan bukan hanya ingin dinasehati. Ia merasa dirinya tak baik baik saja saat ini. Ia bosan dengan nasehat semua orang yang sama sekali tak mengerti dirinya.
🚚🚚🚚
"Gak semua orang yang lo lihat itu sempurna, gue orang yang lo bilang sempurna itu salah besar. Tuhan menciptakan manusia itu gak ada yang sempurna. Gue bukan penasehat yang baik jadi mungkin gue gak bisa kasih lo nasehat tapi gue bisa jadi pendengar lo yang baik. " Syifa merasa dirinya saat ini seperti seorang psikolog saja.
Tissa tersenyum, ternyata masih ada yang perduli terhadap dirinya. Tissa mengelap air matanya kemudian ia duduk lalu menatap kosong ke arah awan awan. Mereka sedang berada di atap sekolah.
"Gue pengen banget cantik, karena apa? Karena gue kalo lihat orang yang di hargain itu karena mereka cantik. Tapi gue yang notabene nya gak sempurna sama sekali gak di hargain." Tissa mulai bercerita.
"Manusia gak ada yang sempurna Tissa, gue punya kekurangan yaitu gue gak punya ibu tapi gue sadar gue harus menerima kenyataan. Masih ada orang di bawah gue yang orang tua nya udah meninggal sejak anaknya lahir."
"Gue gak sekuat itu Syifa, gue susah untuk menerima kenyataan. Asal lo tau kalo gue itu suka sama Akbar. Tapi dia kaya gak suka sama gue, setiap gue ngomong dia pasti jawabnya cuek. " Tissa masih dalam pendiriannya yaitu menatap kosong ke arah awan awan.
Tissa tak perduli bahwa sekarang sudah saat nya masuk ke kelas. Syifa ingin ke kelas tapi ia tak mau meninggalkan sahabatnya sendirian disini.
"Awalnya gue biasa aja sama dia tapi semakin hari gue kaya tertarik gitu sama dia dan akhirnya gue ada niatan buat deketin dia. Tapi respon dia cuek kek gak ngehargain gitu."
"Lo tau Nessa?" Syifa mengangguk ia kenal orang itu. Anak kelas 12 IPA 3.
"Dia waktu itu bawa makanan untuk Akbar dan yang bikin gue kaget itu dia langsung Terima aja. Waktu itu juga gue pernah bawa makanan buat dia tapi dia nolak gitu aja. Gue pikir dia emang cuek ke semua orang tapi ternyata cuma cuek ke gue aja."
"Akbar terlalu sempurna untuk gue yang tak sempurna." Lirihnya sadar diri.
"Gak kok, Manusia gak ada sempurna Tissa, Akbar itu hanya menutupi kekurangannya aja dan lo gak tau kekurangannya." Timpal Syifa.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Am Wrong
Teen Fiction"Aku mencintaimu ketika kau tak mencintaiku." ~Syifa. "Dan aku kembali mencintaimu, ketika kau berhasil melupakanku." ~Bright. Mengandung unsur bucin, yang masih belum paham tentang cinta mendingan ga usah baca 😅