Nomor Tidak Dikenal

104 26 162
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat Membaca💗🌷
.
.
.

🍒🍒🍒

Sesekali Naura terkekeh geli, mendengar cerita dari sahabatnya. Kadang kesal, kadang tertawa, kadang cemberut, kadang juga tersenyum. Itulah yang selalu Syifa ekspresikan ketika menceritakan kejadian semalam.

Bukan apa-apa, Naura hanya gemas mendengar bagaimana sikap Alif pada Syifa pun, sebaliknya. Yang entah menurutnya terasa lucu.

Ah, mengingat kejadian kemarin, perasaan Syifa jadi campur aduk.

Flashback on

"Saya minta sama kamu–" ucap Alif menggantungkan bicaranya.

Syifa mengernyitkan dahinya bingung. "minta apa?"

"Jadilah, istri yang baik dan sholehah."

Syifa melototkan matanya, menatap Alif. Bibirnya pun kini sudah berkedut menahan tawanya. Sampai akhirnya, ia tak kuasa menahan tawanya itu dan melepaskan tawanya bebas.

Syifa menghapus air matanya, ia tadi sempat menitikkan air matanya karena tak kuasa menahan tawa.

Tak habis pikir, besar kepala sekali laki-laki di hadapannya ini. Padahal, 'kan, ia belum menjawab menerima perjodohan ini atau tidak.

"Sudah selesai tertawanya?" ketus Alif.

Syifa menganggukkan kepalanya. "Bapak jangan kepedean! Saya, 'kan, belum menjawab setuju atau tidak sama perjodohan ini."

Laki-laki itu memilih diam, menatap syifa dengan sorot mata yang tidak terbaca.

"Maaf," Syifa jadi tak enak hati dengan laki-laki dihadapannya yang sedari tadi hanya diam. Ia takut, takut ada kata yang salah dan menyinggung laki-laki itu.

Alif mengedikkan bahunya acuh, memilih untuk pergi dari sana meninggalkan Syifa seorang diri di taman belakang rumah gadis itu.

Syifa menatap punggung yang semakin menjauh itu dengan perasaan bersalah, bercampur dengan kesal.

Iya! Ia juga kesal, karena Alif meninggalkannya begitu saja. Padahal, 'kan, ia belum selesai berbicara.

"Mau sampai kapan ada di sini?" tanya Alif dengan sebelah alis yang terangkat.

Alif belum benar-benar pergi dari pandangan Syifa. Alif, kini berbalik menghadap gadis itu lagi.

"Hah?"

"Masuk, kita sudah ditunggu."

"Pak ..."

"Hmm."

"Apa, Bapak, nggak mau dengar jawaban saya dulu?"

Alif menatap Syifa sebentar, lalu mengalihkan pandangannya lagi, ke sembarang tempat.

"Jawab, di dalam saja." 

Terdengar helaan napas pasrah dari Syifa, ia pun sekarang milih mengekor Alif untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Sudah selesai bicara empat mata sama Alif, Nak?"

Syifa hanya mengangguk seraya tersenyum simpul, menjawab pertanyaan Bundanya.

Dimas berdeham, lalu menatap lembut putri satu-satunya. "Apa, Syifa sudah memiliki jawabannya?"

"Sudah, Ayah."

SYIFA UNTUK ALIF [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang