"Yeon, maafin gua dooong." Jefan merengek layaknya anak kecil sembari mengikuti langkah Siyeon yang terus-terusan mengacuhkannya.
Setelah melihat keadaan Heera di UKS, Jeno langsung belari kembali ke kantin dan menemukan Siyeon yang sudah memasang wajah masamnya.
"Apaan sih? Sono lu balik, ganggu gua aja!" Siyeon menatap malas ke arah Jefan yang tengah memasang wajah cemberutnya.
"Maafin gua dulu baru gua pergi," ucap Jefan yang membuat Siyeon berdecak sebal.
"Minta maaf untuk apa sih? Bacot lah, Jef!" usir Siyeon tak sengaja membentak Jefan lalu kembali berjalan. Meninggalkan Jefan yang hanya terdiam di lapangan.
"Ngapa lu?" Jemian datang bertanya saat melihat Jefan berdiri diam di tengah lapangan.
"Dibentak Siyeon," jawab Samir numpang lewat.
"Bajigur, seriusan lu?" tanya Jemian memastikan yang dibalas anggukan lesu oleh Jefan.
"Kenapa bisa dibentak, bego?" Jemian bertanya penasaran. Masalahnya Siyeon membentak, bukan berteriak. Jika memang Siyeon membentak artinya gadis itu sungguh marah atau kesal.
Kenapa Jemian tahu? Karena Jemian pernah tidak sengaja menumpahkan tinta ke buku tugas Siyeon. Jemian kira Siyeon akan berceloteh, namun ternyata gadis itu hanya mengatakan satu kalimat dengan nada membentak lalu terdiam. Hampir satu bulan Siyeon mendiami Jemian. Gila, saat itu Jemian sungguh gila.
Kembali ke saat ini, Jefan terlihat menghela nafas kencang lalu mulai menjelaskan mengapa ia bisa dibentak oleh Siyeon.
"Pftt, goblok! Lagian ngapa ninggalin Siyeon demi liat Heera, anjir? Jelas-jelas si buluk bilang ada gua yang jagain." Jemian tertawa puas saat Jefan selesai menceritakan semuanya, bodoh sekali sahabatnya ini.
Jefan mengusap tengkuknya canggung. "Ya kan reflek, Jem."
Jemian mencibir lalu menggelengkan kepalanya heran. "Lagi kenapa niat banget minta maaf ke Siyeon? Biasanya juga lu bodoamatan," ujar Jemian terheran.
"Banyak nanya lu kayak dora!" balas Jefan mendelik ke arah Jemian.
"Serius, Udin!"
"Santai, Jaenudin!" geram Jefan.
"Waktu itu gak sengaja bikin dia jatoh terus kakinya baret sana-sini, jalannya rada pincang juga," jelasnya yang membuat Jemian tenganga dan memukul kepala Jefan kencang.
"OH, JADI ELO YANG BIKIN DIA JALANNYA PINCANG?"
"Bego, Jefan bego! Tanggung jawab lu, manusia bego!" geram Jemian yang terus memukuli Jefan tanpa ampun.
"Sakit, anjeng! Ya makanya gua minta maaf ke Siyeon, sialan!" balas Jefan lalu menahan pergelangan tangan Jemian.
"Lepas anjeng, ngapain megang-megang tangan gua?"
"Jem, cape gua nyari siapa yang ngasih surat ke gua."
"Terus?"
"Lu jadian sama gua aja yuk?"
"NAJIS MEGALODON DIH! IH AMIT-AMIT! WOI, JANGAN MAU TEMENAN AMA JENO! BELOK DIA BELOK!" Jemian berteriak histeris begitu mendengar ajakan Jefan. Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Jefan darinya namun tak bisa, kalah tenaga.
"LEPAS, GAK? NAJIS GUE!"
"BERCANDA! GUE JUGA NAJIS!"
"JEFAN, JEMIAN! KENAPA KALIAN DI LUAR KELAS SAAT JAM PELAJARAN?"
Jefan dan Jemian yang tadi ribut langsung terdiam dan saling bertatapan dengan wajah panik.
"KABUR ANJER, JEP! PAK BOTAK ITU!"

KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
FanfictionJefan Nicholas Faresta, lelaki garing yang ingin menjalani hari layaknya anak-anak remaja pada umumnya, ternyata mempunyai sosok pengagum rahasianya. Jefan selalu mendapatkan surat cinta setiap pagi di meja belajar sekolahnya. Menjalani hari seperti...