Chanyeol duduk di kursinya yang ada di ruang kerja gedung Park Group setelah selesai menghubungi seseorang yang ingin ia ajak bicara serius. Tidak lama dari itu, pintu ruangannya terbuka dan memperlihatkan sosok Baekhyun yang melesat masuk ke dalam sebelum duduk di hadapannya. Akan tetapi, bukanlah Baekhyun yang baru saja ia hubungi untuk ia ajak bicara berdua. Sosok itu mungkin sedang menyelesaikan sedikit lagi pekerjaan yang memang sudah Chanyeol perintahkan sejak tadi pagi, mungkin sekitar 5 menit lagi sosok itu akan ke dalam ruangannya juga.
Sesuai dengan apa yang ia minta, Baekhyun langsung mengeluarkan beberapa lembar kertas yang ditujukan untuknya sementara lembaran kertas lainnya ditaruh di atas meja. Keduanya adalah berkas-berkas yang ia butuhkan selama pembicaraan serius nanti.
Ia bisa melihat dengan jelas kalau Baekhyun pun menyimpan rasa penasaran yang cukup besar mengenai pembicaraan mereka nanti, tapi ia pikir sebaiknya ia membiarkan Baekhyun tahu langsung saja nanti mengingat temannya itu akan menjadi saksi dari kesepakatan hari ini. Walaupun sejak kemarin memang Baekhyun sudah berusaha membujuknya terus-menerus agar segera memberi tahu, hanya saja Chanyeol tidak akan terpancing. Biarkan saja Baekhyun merengek.
Tidak lama setelah itu, sosok yang ia tunggu-tunggu akhirnya masuk ke dalam ruangannya. Chanyeol tersenyum tipis melihat kedatangan Chaeyoung dan seperti biasanya gadis itu selalu memberikan penampilan yang cukup menjanjikan bahwa dirinya mantan pelacur rendahan. Penampilan Chaeyoung benar-benar seperti sebuah tipuan. Entah karena model pakaiannya atau memang aura yang memancar dari gadis itulah yang memberi kesan bahwa Chaeyoung merupakan gadis berkelas layaknya wanita karir pada umumnya. Lalu, Chanyeol beranjak berdiri bersama Baekhyun dan mereka bertiga memutuskan untuk duduk di sofa yang ada di sana.
Chaeyoung berdeham pelan karena tak ada yang membuka pembicaraan. "Jadi, ada keperluan apa kau memanggilku ke sini, sajangnim? Kudengar dari telepon tadi, nada bicaramu sepertinya sedang menyuruhku ke sini secepatnya. Kurasa itu sesuatu yang penting."
"Tentu itu sesuatu yang sangat penting, Chaeyoung-ssi. Kurasa sebelum kau datang ke sini pun, kau pasti sudah bisa memperkirakan mengenai hal macam apa yang ingin kubahas denganmu secara serius. Clue-nya, sesuatu yang kau perbuat di rumah," jawab Chanyeol tenang.
" ... kau ... ingin membahas itu?" tanya Chaeyoung dengan nada tidak yakin. Chanyeol tentu bisa memahami responnya yang kebingungan, terutama ketika ia menangkap sepasang mata milik Chaeyoung melirik ke arah Baekhyun yang duduk di sampingnya. "Di depan Baekhyun-ssi."
"Sebelum ke arah sana, aku ingin memastikan sesuatu darimu. Bicaralah sejujur mungkin meskipun sedang ada Baekhyun di sini. Aku jamin kalau rahasia kita berdua akan aman walau Baekhyun mengetahuinya," kedua lengan Chanyeol bertumpu pada kedua lututnya. Mata pria itu menatap lurus ke arah mata Chaeyoung dan pertanyaannya bahkan membuat Baekhyun melotot ke arahnya sekarang. "Apa kau sungguh-sungguh mencintaiku?"
"Mwo?" Chaeyoung menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa tiba-tiba kau menanyakan itu?"
"Aku akan memberi jawaban jika kau menjawab lebih dulu pertanyaanku," ucap Chanyeol.
Chaeyoung terdiam sejenak sebelum menjawab. "Iya, aku mencintaimu. Kurasa pengakuanku di ruang kerjamu tempo hari sudah sangat jelas kau dengar sehingga tidak perlu ada pengulangan, apalagi sedang ada orang lain yang tidak perlu mengetahui hal semacam itu."
"Sudah kubilang, tidak usah pedulikan Baekhyun. Bagaimanapun juga, ia akan sangat berguna untuk tahap selanjutnya," balas Chanyeol santai. "Kau bilang kalau kau benar-benar mencintaiku dengan alasan aku berbeda dengan pria-pria yang pernah berhubungan denganmu dan aku juga sudah pernah menolongmu lebih dari sekali. Yang kutangkap kurang-lebih itulah yang membuatmu jatuh cinta kepadaku. Kau juga menegaskan bahwa kau menginginkan diriku, kau ingin memilikiku. Bukankah begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTRESS (Ebook) ✅
FanficAU. Romance/Angst/Tragedy. 🔞 Sejak awal sudah cukup jelas betapa kokohnya batas pembeda di antara mereka. Ini bukan hanya sekadar harta dan harga diri. Nyatanya tujuan hidup mereka berbeda. Entah apa yang membuat mereka sama. Barangkali hasrat...